Laki-laki brengsek!, Merry
mengumpat seraya menekan pedal gas Cielonya dalam-dalam. Ia saja melewati pintu
tol menuju Bandung, tapi pikirannya masih mengingat kejadian siang tadi ketika
ia melihat Rendy, tunangannya sedang menyuapkan sesendok makanan ke seorang
wanita di sebuah café. Ketika Merry mendekati mereka wajah Rendy langsung pucat
dan tergagap-gagap ia menjelaskan yang diyakini oleh Merry tidak ada satupun
yang bisa dipercaya.
Oleh karena itu, ia memutuskan
untuk berakhir pekan ke Bandung. Melupakan kekesalan hatinya. Ia langsung berangkat
sepulang kerja, setelah mengepak keperluan secukupnya untuk berakhir pekan,
Merry langsung berangkat menuju rumahnya yang ada di pinggiran kota Bandung.
Setelah beberapa saat keluar dari
pintu tol, dan hari sudah gelap, sekitar pukul 8 malam. Tiba-tiba mesin
mobilnya berbunyi aneh. Dan tanpa disangka-sangka asap mengepul dari kap depan
mobilnya menutupi dan mesin mobilnya langsung terbatuk-batuk dan berhenti.
Dengan sisa-sisa tenaga, mobil itu berhasil dkemudikan ke pinggir jalan oleh
Merry yang kebingungan dan panik melihat asap yang mengepul dari depan.
Merry masih berusaha untuk
menyalakan lagi mesin mobilnya, tapi sia-sia. “Shit!” Merry keluar dari mobil
dan menemukan dirinya ada di pinggir jalan yang gelap, sumber cahaya hanya dari
bulan purnama yang sedang bersinar. Hampir tidak ada mobil yang lewat,
sedangkan tidak ada tanda-tanda di sekitar situ ada rumah penduduk.
“Damn, gue musti nginep di mobil,
sialan!”, Merry menendang ban mobilnya. Udara sekitar situ agak panas, untung
Merry hanya mengenakan t-shirt dan celana pendek, sehingga panasnya udara tidak
begitu mengganggunya. Sedangkan untuk makanan, ia sudah mempersiapkan bekal
untuk selama di perjalanan, biarpun seadanya tapi cukup untuk mengganjal perut.
Tapi Merry masih tetap berharap
akan ada mobil yang lewat yang bisa membawanya ke bengkel atau wartel sehingga
ada yang bisa menjemputnya. Rupanya Merry tidak usah menunggu terlalu lama. Tak
berapa lama terdengar suara deru kendaraan mendekat, lalu terlihat sepasang
lampu, makin lama makin terang dan terlihat sebuah mobil box mendekati tempat
Merry. Merry langsung berdiri di tepi jalan dan melambai-lambaikan kedua
tangannya.
“Haaii! Tolong Saya!”. Box itu
berhenti dan minggir dua orang keluar. Yang satu berbadan hitam dan besar serta
berotot, sedangkan yang satu lagi botak, dengan badan kekar. Merry sempat
ragu-ragu menghadapi kedua orang yang tampaknya kasar-kasar itu, tapi dirinya
sangat membutuhkan tumpangan, dan ia berdoa agar tidak terjadi apa-apa.
“Ada yang bisa saya bantu, Non?”,
tanya Botak dengan sopan, sementara Hitam diam dan hanya tersenyum tipis.
“Mobil saya tau-tau keluar
asepnya. Terus mesinnya mati nggak mau jalan lagi”.
“Sial banget ya Non”, jawab Botak
sambil melirik kaki Merry yang panjang.
“Bener. Padahal saya musti sampe
ke Bandung hari ini juga. Bapak-bapak bisa bantu saya?”.
“eeh, bisa Non, mungkin kepanasan
atau ada yang bocor. Bisa pinjem kuncinya Non?”.
Merry merogoh saku celana
pendeknya dan memberikan kunci Cielo-nya. Saking leganya ia tidak melihat Hitam
dan Botak bertukar pandang dan menyeringai.
“Tunggu sebentar ya Non. Kita
mesti periksa dulu mobilnya”, kata Botak sambil menerima kunci dari Merry.
Merry memberikan senyumnya yang paling manis sebagai tanda terima kasih, dan ia
lalu berjalan-jalan sekitar situ melemaskan kakinya yang kaku selama mengemudi.
“Waduuh!”, Botak berteriak ketika
asap menyembur keluar dari kap yang ia buka.
Selama lima menit kemudian mereka
berdua menunduk di mesin mobil Merry sambil berbisik-bisik. Sekali Merry
bertemu pandang, dan Merry tersenyum. Mereka membalasnya, lalu kembali
memandang satu sama lainnya. Beberapa saat Merry sedang melamun sambil
memandang sebuah pohon di depannya ketika suara Botak dari belakangnya membuat
ia terlompat kaget.
“Aduh, Saya sampe kaget Pak!”.
“Begini Non, mobilnya emang
rusak, tapi temen saya ini bisa betulin. Gimana, Non mau nunggu dibetulin?”
kata Botak sambil menunjuk Hitam.
“Oh!” Merry merasa lega, “Betul?
Bisa dibetulin? Kalo begitu silakan Pak dikerjakan. Makasih sekali Pak!”.
“Cuma”, kata Botak “Kami minta..,
ya.., sedikit imbalan atau..”, Botak tidak menyelesaikan kalimatnya sementara
Hitam sekarang menyeringai.
“Oh iya Pak. Ten, tentu Pak.
Bapak jangan kuatir”. kata Merry. Ia sendiri heran mengapa ia merasa begitu
gugup.
“Berapa biayanya, nanti saya
bayar. Juga nanti ada uang lelah untuk Bapak ber..”
Merry terheran-heran melihat
kedua laki-laki dihadapannya tertawa terbahak-bahak.
“Ada apa?” tanyanya bingung. “Ada
yang salah?”.
“Itu bukan imbalan yang kami
minta nona manis!” mendengar nada suara Botak, Merry langsung sadar yang yang
diingikan oleh mereka berdua atas dirinya. Dadanya berdebar keras, keringat
dingin mulai keluar. Ini pasti mimpi, katanya dalam hati. Mereka pasti hanya
bergurau. Matanya melihat suasana sekitarnya, gelap, tidak orang lain, tidak
ada kendaraan yang lewat. Tidak ada.
“Sa, sa, saya nggak mengerti
maksud Bapak!, Saya..”, Merry berusaha menenangkan dirinya. Wajah si Botak dan
Hitam langsung berubah sinis.
“Tentu saja Non tau”, kata Botak
dengan tenang.
“Perempuan cantik kayak Non,
sendirian, dan butuh bantuan dari kita”, Hitam kembali tertawa sementara mata
Merry membelalak tidak percaya pendengarannya.
“Tentu saja ada yang lebih baik
dan bagus daripada dibayar dengan uang. Betul nggak Cing?”.
Merry perlahan-lahan mundur, “Sa,
sa, sa tetap nggak nge, ngerti”, berusaha agar tidak terdengar ketakutan. Merry
merasa putus asa melihat Botak dan Hitam perlahan-lahan maju mendekati dirinya.
Air mata meleleh ke pipi Merry,
“Tung, tunggu sebentar Pak! Jangan!” Merry terus mundur sementara jarak antara
dirinya dan kedua laki-laki itu makin dekat.
“Lebih baek Non buka celana Non
sekarang!”
Itu saat pertama terdengar suara
keluar dari mulut Hitam. Merry langsung shock dan tidak dapat menguasai diri
lagi. “Toloong! Toloong!”, Merry berteriak dan berbalik lari sekuat tenaga.
Anehnya kedua laki-laki itu tidak
langsung mengejarnya. Merry menyadari kecil kemungkinan ada mobil yang akan
lewat yang akan menolongnya. Tapi ia tidak mau hanya berdiri dan menyerah
diperkosa oleh kedua laki-laki itu. Nafas Merry mulai terengah-engah setelah ia
sudah jauh berlari dari Botak dan Hitam. Ketika ia menoleh Merry melihat Botak
dan Hitam masuk ke box mereka dari menyalakan mesin. Merry semakin panik dan
ketakutan menyangka mereka akan menabrakkan mobil itu pada dirinya.
Merry terus berteriak minta
tolong sambil terengah-engah menyadari mobil itu makin mendekatinya. Akhirnya
mobil itu menjejeri dari sebelah kanan, dan Botak membuka jendela sambil
meneriakinya.
“Lari terus Non!, Terus!, Cepeten
Non! TerusS!”, Merry berusaha mempercepat larinya sambil terus berteriak,
“Jangaan!”.
Tiba-tiba box itu berhenti
tiba-tiba, Merry terus berlari. Nafasnya hampir putus, terengah-engah, menangis
tersengal-sengal. Keringat membanjiri tubuhnya. Menyadari box tadi berhenti
mengejarnya, ia sedikit merasa lega mengira mereka melepaskan dirinya. Ia terus
berlari, berusaha mencari tanda-tanda seseorang yang bisa dimintai tolong. Mata
Merry mulai berkunang-kunang, karena tubuhnya belum pernah dipaksa berlari
secepat ini, Merry berusaha untuk tidak jatuh tersungkur dan pingsan.
Tapi dari arah belakang kembali
terdengar dencit roda, dan dalam sekejap box tadi kembali ada disampingnya,
lalu tiba-tiba pintu samping box terbuka dengan keras menghantam tubuh Merry
yang sedang berlari limbung.
Merry merasa tubuhnya terlempar
dan berputar sesaat sebelum akhirnya jatuh ke jalan berbatu. Tubuh Merry
berguling-guling sebelumnya berhenti menabrak pohon di pinggir jalan tersebut.
Dalam kesakitan dan ketakutannya, Merry berusaha bangkit lagi tapi ia langsung
tersungkaur antara sadar dan tidak.
Kemudian ia merasa tubuhnya
diangkat dan dimasukan ke bak belakang box tadi. Tubuhnya gemetar, jatuhnya
tadi tidak menyebabkan luka hanya Merry merasa sakit dan pusing dikepalanya.
Lewat matanya yang kabur, ia melihat Botak menyuruh Hitam untuk kembali ke
mobilnya dan melepaskan nomor polisinya, dan kemudian membakarnya.
“Nona manis ini nggak butuh mobil
lagi. Soalnya dia kan udah ikut kita”.
“Jangan, jangan bakar mobil saya.
Saya mohon!”, Merry berusaha berteriak, tapi yang keluar hanya kata-kata lemah,
sambil berusaha bangkit.
“Hei, nona manis ini masih bisa
ngomong!” Botak lalu menampar pipi Merry, membuatnya ia tergeletak kembali ke
lantai box tadi sambil menangis.
Tak lama, Hitam kembali sambil
membawa nomor polisi mobil Merry. Dari kejauhan, terlihat cahaya api yang
berkobar membakar mobil Merry, termasuk semua yang ada di dalamnya. Sekarang
tak seorangpun tahu, milik siapa mobil tersebut atau tidak seorangpun dapat
mencari kemana pengemudi mobil itu. Kemudian Merry merasa, tangan seseorang
mengikat kedua tangannya erat-erat di depan, setelah itu giliran kakinya,
sementara Merry hanya bisa berharap dirinya mati saat itu juga. Setelah selesai
mengikat Merry, mereka berdua keluar dan menutup pintu belakang box itu. Dan
sesaat kemudian, mesin mobil itu menyala dan mulai melaju. Merrypun jatuh
pingsan dalam gelap.
Merry berusaha membuka matanya,
dan perlahan-lahan sadar bahwa dirinya tidak ada di dalam box tadi. Dirinya
terbaring di tanah berumput. Hari sudah malam, dan ada api unggun didekatnya
berkobar membuat sekitarnya bersinar terang. Tali yang mengikat tangan dan
kakinya sudah tidak ada. Merry memandang sekelilingnya dan kembali ketakutan
melihat dua penculiknya sedang duduk didekatnya di atas sebuah batu. Botak
memegang sebuah pisau yang besar, sementara Hitam mengacungkan sebuah pistol.
“Sudah bangun Non?”, sindir
Botak.
“Sekarang kita mulai pesta
kita!”, Mereka langsung tertawa sementara Merry menjerit ketakutan.
“Ma, ma, mau apa kalian?”.
Merry sudah putus asa. Dirinya
sudah dikuasai seluruhnya oleh Botak dan Hitam, semua identitasnya terbakar
bersama mobilnya. Dan tidak ada seorangpun dari teman dan saudaranya tahu
kemana ia pergi, karena rencananya ini semua dilakukannya secara tiba-tiba.
Tangis Merry mulai terdengar lagi, terisak-isak dihadapan laki-laki yang tanpa
belas kasihan terus memperhatikan dirinya.
“Kita nggak bakalan menyakiti
kamu Non”, jawab Botak, “Selama Non menuruti semua perintah kita. Semua. Ngerti
Non?”.
Merry hanya mengangguk sambil
menundukan kepala.
“Saya nggak bisaenger Non!”,
bentak Botak.
“Saya mengerti”, Merry menjawab
disela tangis.
“Saya mengerti tuan!”, bentak
Botak lagi.
“Saya mengerti Tuan”, ulang Merry
ketakutan.
“Sekarang coba Non berdiri!”
Perlahan Merry berdiri, sambil
terus menundukan kepalanya.
“Lepasin semua pakaian Non!”.
“Y, y, ya Tuan”, Merry menarik
t-shirtnya ke atas.
“Pelan dong!”, kata Botak kesal.
“Kita mau menikmati juga!”.
Putus asa, Merry menuruti
perintah Botak, perlahan-lahan menarik t-shirtnya ke atas melalui kepalanya.
Buah dadanya terlihat ditutupi oleh BH yang halus dan berwarna putih. Dengan
tangis yang makin keras, ia melepaskan BH tapi dan menjatuhkannya ke tanah.
Sekarang Merry berdiri dengan dada terbuka, payudaranya yang bulat terlihat
jelas disinari cahaya api unggun. Botak dan Hitam bersuit-suit dan bertepuk
tangan kegirangan. Muka Merry memerah mendengar komentar-komentar Botak dan
Hitam. Baru dua kali ia bertelanjang di depan laki-laki, pertama kali di depan
Achmad, tunangannya yang ternyata sekarang berkhianat. “Celananya sekalian
Non!” perintah Botak.
Perlahan, Merry membuka kancing
depan celananya dan perlahan menurunkannya, akhirnya celana itu jatuh di
kakinya, lalu dengan air mata meleleh di pipi Merry menarik turun celana
dalamnya, sehingga sekarang ia betul-betul telanjang bulat. Merry berusaha
menutupi kemaluan dan buah dadanya dengan tangannya. Tapi Botak
menggerak-gerakan pisaunya, menyuruh Merry menurunkan tangannya. Merry langsung
menurunkan tangannya, dan sekarang Botak dan Hitam berjalan mengelilinginya
mengagumi tubuhnya.
“Coba sekarang Non berlutut dan
merangkak ke temen saya di sana!” perintah Botak, dan Merry menuruti
perintahnya, ia merangkak dengan tangan dan lututnya mendekati Hitam yang
tinggi dan besar.
“Nah, sekarang coba Non, masukin
punya teman saya itu ke mulut Non. Jilatin sama isep, sampe dia keluar. Kalo
nanti di keluar, Non musti telen semuanya, jangan sampe ada yang kebuang. Dan
ati-ati jangan sampe punya temen saya itu kegigit. Kalo sampe kegigit, terpaksa
saya potong puting susu Non!”
Merry kembali shock, ia belum
pernah memasukkan penis ke dalam mulutnya. Perasaannya muak membayangkan
memasukan penis ke dalam mulutnya, ia lebih ketakutan mendengar ancaman Botak
yang akan memotong puting susunya jika ia tidak menuruti perintahnya.
“Si, si, siap Tuan”, jawab Merry
sambil meraih kancing celana Hitam.
“Tunggu”, tiba-tiba Hitam
berkata, membuat Merry berhenti kebingungan.
“Minta ijin dulu dong Non!”.
Merry menangis lagi, melihat
dirinya sedang dilecehkan oleh kedua orang itu. Ia takut sekali akan
terus-menerus mengalami ini.
“Bo, bo, boleh saya jilat punya
Tuan?”, Merry berusaha mengeluarkan suara ditengah isak tangsinya. Pipi Merry
tampak berkilat-kilat basah oleh air mata.
“Yah, silakan deh”, jawab Hitam.
“Soalnya Non sopan sekali sih
mintanya.” Jari-jari Merry gemetar berusaha melepaskan kancing celana Hitam,
setelah berhasil restleting celana Hitam langsung terbuka dengan sendirinya.
Melihat apa yang keluar dari celana itu, tidak heran restleting celana tadi
tidak bisa menahan apa yang ada di dalamnya. Celana dalam Hitam sudah turun
dengan sendirinya tidak mampu menahan penis Hitam yang sudah tegang sekali. Di
depan mata Merry, penis itu mengacung dengan panjang sekitar 25 cm, dengan
urat-urat yang menonjol. Penis itu tampak berkilau-kilau ditimpa cahaya api unggun.
Kepala penis itu sendiri berdiameter sekitar 8 cm. Hitam tertawa melihat wajah
Merry memucat melihat penisnya.
“Lho, Non, katanya mau..”, kata
Hitam tidak sabar. Tidak tahu bagaimana memulainya, Merry memajukan wajahnya
dan menempelkan bibirnya yang mungil ke kepala penis tadi, dan mulai
menciuminya. Merry terus menciumi selama beberapa saat, kemudian ia
mengeluarkan lidahnya lalu ia menjilati batang penis Hitam. Sambil menelan
ludah, Merry sekarang membuka mulutnya lebar-lebar dan memasukan kepala penis
tadi ke dalam mulutnya, sedangkan lidahnya terus menjilati. Nafas Hitam
sekarang semakin berat dan terengah-engah, sementara itu Merry terus menjilati
kepala penisnya, sesaat dirasakannya sesuatu yang asin di ujung penis Hitam.
Merry berusaha melupakan apa yang baru dijilatnya, sambil menutup matanya
erat-erat, bibirnya menempel disekeliling penis tuannya yang baru.
Hitam mulai mengerang. Dengan
tangan kanannya Merry memegang batang penis Hitam, sementara kepalanya bergerak
maju mundur berirama dengan berusaha membuka rahangnya lebar-lebar agar giginya
tidak bersentuhan dengan kepala penis Hitam. Bibir Merry terus menggosok-gosok
maju mundur pada kepala dan batang penis Hitam, sedangkan lidahnya terus
begerak menjilati dan membasahinya. Hitam sekarang semakin keras mengerang,
Merry ketakutan mendengar erangan Hitam menyangka ia telah berbuat salah dan
menyakitinya. Tapi Hitam terus membiarkan bibirnya menggosok-gosok penisnya.
Terus, terus, terus sampai akhirnya.
Hitam tiba-tiba memegang
rambutnya dan mendorong kepala Merry hingga wajah Merry bersentuhan dengan
pinggulnya. Hitam menyemprotkan sperma masuk ke dalam mulut Merry. Merry belum
pernah merasakan sperma sebelumnya, ia tak berdaya menelan semua cairan kental
yang terasa asin yang dalam sekejap memenuhi mulutnya, dan dengan leluasa masuk
ke dalam perutnya.
“aararaagghh!”, erang Hitam,
sementara Merry kembali menangis tak berdaya berusaha menelan semua sperma yang
terus keluar dari penis Hitam.
“Telen semua!, Semuaakkhahh!”.
Lalu pegangan Hitam pada
rambutnya perlahan mengendor dan aliran sperma yang keluar melambat dan
akhirnya berhenti. Selama beberapa saat Merry masih memasukan penis Hitam dalam
mulutnya, takut akan berbuat salah dengan mengeluarkan penis si Hitam tanpa
perintah. Tapi Hitam akhirnya menarik keluar penisnya dari mulut Merry. Merry
langsung membungkuk terengah-engah menghirup udara, beberapa kali berusaha
menelan sisa-sisa sperma yang masih menempel di lidah dan langit-langit
mulutnya, dan Hitam yang juga terengah-engah, berusaha berbicara.
“Kita bener-bener nemuin emas di
sini”, Ia tertawa.
Tubuh Merry berkeringat walaupun
sebernarnya udara sekitar situ cukup dingin.
“Nona manis ini bener-bener
hebat!”, lanjut Hitam.
“Oke nona manis”, Botak maju.
“Giliran saya sekarang!”, Melihat
tidak ada yang bisa dilakukannya, dan berharap bila ia menuruti perintah mereka
ia akan dibebaskan Merry berlutut di depan Botak dan berkata. “Tuan, bolehkan
saya memuaskan Tuan?”.
“Tentu saja boleh!”, jawab Botak
sambil menyeringai. Merry kembali membuka celana Botak dan tak lama kemudian
keluarlah penis Botak di depan wajah Merry. Penis Botak tidak sebesar milik
Hitam, tapi kepala penisnya sangat besar dan berwarna ungu. Merry melakukan
kembali apa yang baru saja ia lakukan terhadap Hitam, menciumi, menjilati penis
Botak sampai Botak mengerang mencapai puncak kenikmatan.
“aakkhh! aakkhh! Teruusshhkk!
aakkhh! Botak berteriak dan spermanya keluar deras masuk ke mulut Merry. Sperma
Botak terasa lebih pahit dari milik Hitam, tapi tidak sebanyak yang dikeluarkan
oleh Hitam, Merry berusaha untuk menelan semua cairan kental pahit itu ke dalam
perutnya.
Botak menarik keluar penisnya,
sementara Merry tersungkur dan menangis tak berdaya, berharap mereka berdua
puas dan melepaskan dirinya, tapi ternyata harapan yang sia-sia. Hitam berdiri
di hadapan Merry, mata Merry terbelalak melihat penis Hitam sudah tegang dan
mengacung kembali.
“Berdiri!”, perintah Hitam.
“Ya Tuan!”, Merry berdiri sambil
menghapus tangis yang mengalir di pipinya.
“Naik ke belakang box dan
berbaring telentang”.
“Iya Tuan, saya naik Tuan”, Merry
naik ke belakang box.
Di lantai box itu sudah tergelar
kasur tipis. Merry pasrah menyadari sekarang dirinya akan segera diperkosa oleh
kedua orang itu. Sambil menangis Merry merangkak naik dan berbaring telentang
di atas kasur, gemetar ketakutan dan kedinginan. Sekarang Hitam merangkak ke
atas tubuh Merry, Merry ngeri, aku bisa sesak nafas jika ia menindihku. Tuhan,
tolong saya Tuhan. Tapi yang dilihatnya cuma wajah Hitam yang menyeringai.
Hitam memajukan pinggulnya, dan
Merry langsung menjerit kesakitan ketika kepala penis Hitam mulai membuka bibir
vaginaya. Dia tidak pakai kondom, Merry tersadar, dia akan menghamiliku!
Ketakutan akan dihamili oleh Botak, Merry terus menangis ketika penis Hitam
terus masuk menyakiti vaginanya.
“Aduuhh, Sakiitt! Sakit Tuaan!,
Merry menjerit-jerit.
“Tuhaan! Sakiitt!”, Tapi Hitam
terus bergerak makin cepat dan keras, makin lama makin dalam penis Hitam masuk
ke dalam vagina Merry. 10, 15, 20 dan 25 cm penis Hitam masuk!
“Saakiitt!”, jerit Merry.
“Ampuunn! Ampuunn!”.
Jeritan Merry hanya menambah
semangat Hitam. Ia makin keras menghentak-hentak, pinggul dan pantat Merry
terbanting-banting di lantai box. Penis Hitam hampir sebesar pergelangan langan
Merry, dan seluruhnya bergerak keluar dan masuk vagina Merry yang masih sempit.
Merry merasa bagian bawah dirinya seperti tersobek-sobek, tak terlukiskan sakit
yang dirasakan oleh Merry, sakit sekali sehingga Merry merasa akan mati saat
itu juga. Hitam terus memperkosa Merry, sampai Merry terlalu sakit dan lelah
untuk bisa berteriak, tiba-tiba Hitam berguling dan mengangkat tubuh Merry
hingga terbaring di atas perutnya. Merry terbaring terengah-engah dengan penis Hitam
yang masih masuk seluruhnya. Hitam lalu memegangi pantat Merry dan mulai
bergerak lagi, sekarang lebih perlahan tapi masih tetap menyakitkan. Merry
masih menangis di atas dada Hitam, sementara Hitam terus memompa keluar masuk.
Sebelum Merry berhasil bernafas dengan normal kembali, dirasakannya sebuah
kepala penis mendorong tepat di liang anusnya yang kecil dan rapat.
“Ya Tuhan, ya Tuhan! Jangaann!”,
Merry melolong ketika penis Botak mulai menembus masuk anusnya senti demi
senti. Ya Tuhan, jangan Tuhan. Aku diperkosa dua orang sekaligus! Tolong Tuhan,
jerit Merry dalam hati. Dengan satu dorongan final, penis Botak terbenam
seluruhnya dalam anus Merry.
“aarrhhkkhh!”, Merry menjerit dan
menjerit.
“Sakiit!, Sakiit! Sakiit!
Ampuunn!”, Tapi Botak dan Hitam terus bergerak keluar masuk, sampai akhirnya
Merry hanya bisa merintih “..sakit,.. Sakit,.. Sakit..”
Dan akhirnya Merry merasakan
hentakan pinggul Hitam dan cairan hangat terasa memenuhi vaginanya. Hitam telah
mencapai orgasme, Merry mengetahui itu dan ia menyadari dirinya akan hamil
karena saat itu adalah saat suburnya. Merry sudah tidak mampu lagi bergerak
ketika Botak, juga dengan keras dan brutal mencapai puncak dan meyemprotkan
spermanya dalam anus Merry. Dan, kedua laki-laki itu dengan terengah-engah terbaring
lemas dengan Merry tepat berada ditengah-tengah mereka. Perlahan Merry
merasakan batang kejantanan yang masih bersarang di dalam liang kewanitaan dan
juga duburnya telah mengecil, dan mereka terlelap kelelahan. Sedangkan Merry,
jatuh pingsan di atas tubuh Hitam, dan ditindih oleh Botak, sementara sperma
meleleh keluar dari vagina dan anusnya serta perlahan mengering.
Dengan tubuh berkeringat karena
teriknya matahari, tubuh Merry terbaring di atas perutnya dengan tangan kaki
terikat pada dua buah batang pohon. Sekarang ia berbaring seperti huruf X di
atas rumput dan pasir. Ketika ia mengangkat kepalanya dilihatnya Hitam dan
Botak ada di dekatnya, kembali Merry memohon-mohon untuk dikasihani, “Tuan,
saya mohon Tuan, jangan sakiti saya lagi Tuan. Saya akan lakukan apa saja yang
Tuan suruh. Saya janji Tuan!”.
Botak maju ke depan dan Merry
langsung ketakutan melihat Botak memegang sebuah logam yang panjang dan lentur,
mirip dengan sebuah antena radio mobil.
“Saya tau Non pasti nurut sama
kita. Yang kita mau adalah denger nona manis dan cantik macem Non
menjerit-jerit minta ampun”.
“Tapi kenapa Tuan?” tapi Botak
cuma tersenyum. Merry langsung meronta-ronta ketika dirasakannya tangan Botak
mengusapi pantatnya.
“Jangan! Ampuun, Jangan pecut
Saya.., Tuann! Ampuun!”, Merry berusaha melepaskan diri dari ikatan.”Halus
sekali”, Ia mendengar Botak berkata. Sebuah jeritan melengking ketika pecut
logam tadi mendarat di pantat Merry.
“aaiaiaiaahh!”, Merry menjerit.
Dan sekali lagi pecut itu mendarat dan jeritan terdengar lagi.
Sekitar sepuluh kali Botak
mengayunkan pecutnya, tapi pada pecutan yang kelima Merry sudah tidak mampu
lagi menjerit karena kehabisan tenaga dan nafas. Ketika tangan Botak kembali
meraba pantatnya sakit kembali menyengat dan Merry merasakan darah meleleh
mengalir turun keluar dari tempat Botak mengayunkan pecutnya.
Segera setelah itu, tangan Merry
dilepaskan dari batang pohon dan diikat menjadi satu di depan. Sementara
kakinya dilepaskan sama sekali. Lalu ia didorong hingga jatuh telentang dan
saat itu juga dirasakannya cairan hangat kental jatuh di atas wajahnya.
Ternyata dengan menyiksanya dengan pecut tadi Botak mencapai puncak kenikmatan
dan menyemprotkan spermanya ke wajah Merry.
Setelah itu Merry ditarik
berdiri, dan Hitam berkata, “Non, kita mau ngundang Non ke rumah kami. Sekitar
3 kilo dari sini. Di sana ada beberapa temen kami, yang tentu juga pengen
berkenalan sama Non. Kami pikir mereka pasti suka sama Non, suka sekali
malah!”.
Merry kembali gemetar dan pucat,
mereka akan memperkosanya lagi, dan sekarang bukan hanya dua orang tapi banyak
orang. Merry langsung jatuh berlutut.
“Jangan, saya mohon Tuan, jangan
bawa saya Tuan! Jangan, ampun Tuan!” Merry berkata sambil menangis.
“Hush, hush, hush, inget kata
saya. Non nurut apa yang kami bilang”. kata Botak sambil menarik tangan Merry
untuk berdiri lagi. Merry tidak berkata-kata lagi, ia hanya masih terus
menangis. Sementara itu Hitam mengikat tali yang ada di tangannya dengan sebuah
tali yang lain dan ujung tali tersebut diikatnya ke bemper belakang mobil box
mereka. Pertama Merry kebingungan melihat itu, tapi ia tersadar, “Jangan,
jangan, saya tidak sanggup”.
Botak dan Hitam terus masuk ke
dalam kabin box dan Botak berkata, “Cuma 3 kilo Non. Non pasti bisa”. Sambil
tertawa ia menyalakan mesin. Merry berdiri dengan limbung karena kesakitan
akibat pecutan Botak, berusaha menahan dirinya agar tidak ambruk jatuh. Box
tadi maju dan tangan Merry tertarik ke depan, dan tubuhnya tertarik dan
terbanting ke depan. Box itu berhenti, dengan putus asa Merry kembali berusaha
berdiri. Box tadi mulai maju dan di belakang Merry mulai berlari kecil
menyeberangi padang rumput yang berbatu dan luas, sambil menyeringai kesakitan,
dengan tubuh telanjang, putus asa.
Merry berusaha menghilangkan
pikiran itu, sementara box tadi terus melaju di terik matahari.
0 Response to "aku diperkosa gara-gara mpbil mogok"
Posting Komentar