Sungguh aku amat bahagia sekali
ketika Mas Dodo mengajakku pindah rumah yang baru dibelinya secara cicilan,
namun amat bagus dan sesuai dengan seleraku.Apalagi dari pernikahanku yang
memasuki tahun ke lima ini kami telah di beri seorang momongan anak perempuan
yang cantik dan lucu sekali.Usianya baru menginjak tiga tahun.Sebelum ini kami
menempati rumah kontrakan yang kami sewa secara tahunan. Namun merasa semakin
besarnya dan untuk perkembangan pertumbuhan anak kami makanya Mas Dodo
mengambil inisiatif untuk mengambilnya juga,meski dengan harga yang cukup mahal
menurut aku.
Padahal dulunya orangtuaku
mengajakku untuk tinggal serumah dengan mereka.Namun karena inisiatif Mas Dodo
yang ingin membentuk kelurga yang mandiri maka sebagai istri aku harus menurut
kata suamiku. Kini kami sudah menempati rumah hasil jerih payah kami selama
ini,yang meskipun cicilan namun bentuk dan luas bangunan rumah ini amat cukup
untuk kami membesarkan anak-anak kelak.Selain memiliki halaman yang cukup dan
garasi yang bisa menampung dua buah mobil kami. Dibelakang rumah juga ada
pekarangan yang bisa kami gunakan untuk bersantai dan bermain sikecil.Mas Dodo
amat tepat memilih lokasi yang masih cukup jauh dari hiruk pikuk kota juga
telah memiliki berbagai fasilitas dan akses yang mudah ketempat kami bekerja.
Sengaja hingga saat ini aku tidak
mengambil pembantu atau baby sitter,karena aku ingin membesarkan anakku dengan
kasih sayangku sendiri dan memberikan perhatian untuk pertumbuhan buah hati
kami.Jika aku berangkat kerja,maka anakku aku titipkan kerumah ibu yang
letaknya tidak jauh dari kantorku.Jadi jika istirahat kantor aku bisa melihat
anakku.Ibukupun tidak keberatan jika anakku aku tinggal.Beliau amat suka dan
sebagai hiburan baginya, karena adikku yang bungsu sering tidak dirumah dan
sibuk kuliah.Kini setiap sore, aku selalu menjemput anakku di rumah ibu. Setiba
dirumah aku pun beres-beres pekerjaan rumah juga masak seperlunya untuk sarapan
kami sekeluarga.Syukurlah suamiku orangnya tidak neko-neko.Ia amat menikmati
saja apa yang aku suguhkan di meja makan.Padahal aku tahu ia amat lapar jika
pulang kantor malam hari.Aku selalu membuatkan masakan kesukaannya jika hari
sabtu dimana kami bisa berkumpul lengkap karena libur kantor.Biasanya kami
mengisinya dengan masak-masak,atau terkadang makan diluar atau berkunjung
kerumah ibu.Dan biasanya ibu sudah menyiapakan makanan kesukaan kami.Selama ini
aku rasakan hidupku amat bahagia memiliki seorang suami yang pengertian dan
baik.
Dengan rutinitas yang semakin
padat juga karena kenaikan jabatan suamiku,maka akhirnya akupun minta
mengundurkan diri dari pekerjaan karena buah hatiku amat membutuhkan
perhatianku.Namun pimpinan tempat kerjaku malah meminta aku agar tetap
bergabung dengan mereka dan aku di beri kelonggaran dengan kerja paruh
waktu,aku diberi kebebasan bisa masuk kantor atau terkadang mereka memberikan
aku perintah kerja dengan fasilitas online yang terhubung ke rumah aku.Mereka
merasa amat membutuhkan tenagaku.Jadi kini aku seakan lega karena selain bisa
terus eksis di pekerjaan aku juga bisa mengawasi perkembangan anakku.
Namun kini kebahagiaan aku agak
sedikit terganggu dengan adanya gangguan gangguan kecil di rumahku.Jika disaat
aku akan keluar rumah dengan mobilku selalu melewati pos penjagaan yang di jaga
seorang Satpam perumahan.Aku amat merasa tidak nyaman akan pandangannya yang
aku rasa amat kurang ajar itu.Terkadang aku sempat memergoki pandangan matanya
kea rah belahan blus kerjaku.Aku merasa risi di pandangi seperti itu.Aku juga merasa
di telanjangi jika berpapasan dengannya.Sudah sering memang kejadian ini aku
alami di pos rumahku ini.Pernah aku ingin bilang pada suamiku,namun aku masih
menahannya agar dia tak merasa terganggu.Namun tiap kali aku lewat dan bertemu
pandang dengannya dia selalu menatapku seperti menatap secara cabul.Akhirnya
aku tak tahan,suatu malam aku bicarakan dengan suamiku.
“Pa…papa kenal dengan satpam yang
item dan gendut itu pa?” tanyaku.
“Yang mana?” suamiku bertanya
balik dan mengingat ingat.
“itu tuh yang brewokan itu”
kataku menerangkan
“ooohhh…abang Sarijal,ya itu
namanya Abang Sarijal” lalu suamiku bertanya “memangnya mama ada urusan apa
dengan dia?” Lalu aku jawab, “dia koq jika melihat aku tuh seperti mau
menelanku mentah mentah lo Pah?”
Sambil tertawa suamiku bilang,
“ah…dia orangnya baik koq..papa aja sering di tawari kopi,jika papa pulang
malam.Mungkin dia gak tau kali,jika mama adalah istri papa” terang suamiku.
“Tapi dia amat kurang ajar lo
pah…dari pandangannya itu.” terangku lagi..
Yah…mungkin dia jarang lihat
orang cantik seperti mama ,,,,jadi dia tuh,,masih agak kaget,,jawab suamiku
sambil membelai rambutku…Ah…papa..jawabku….agak manyun..
Aku takut pah…jawabku
lagi…ya,,,mungkin aja mama dia lihat agak lain dengan yang lain,,misalnya mama
jarang senyum atau nyapa dia…jadi ya dia kayak itu…terang suamiku lagi.Aku diam
mendengar keterangan suamiku.Memang ada benarnya juga kata kata suamiku
itu.Selama ini aku jarang bertegur sapa dengan satpam itu.Apalagi mau
senyum,,memang sih aku akui itu.
Di blok rumahku memang baru ada
dua rumah yang terisi, namun jarak rumahku dan rumah yang satu lagi agak jauh.
Apalagi penghuninya jarang keluar rumah dan tampaknya rumah itu jarang di
tempati pemiliknya yang seorang karyawan swasta di Jakarta,.mungkin rumah itu
di ambilnya hanya untuk investasi saja. Aku jarang melihat penghuninya.Dan
masih menurut suamiku,kita yang tinggal di tempat baru ini harus bisa agak
sedikit ramah kepada masyarakat sekeliling sebab pemukiman ini baru saja
selesai dan dibalik tembok pembatas perumahan ini ada perumahan penduduk
setempat. Suamikupun berkata bahwa tenaga tenaga pembantu di blok blok lain
kebanyakan dari penduduk di balik tembok itu termasuk satpamnya.Akupun akhirnya
berusaha merubah sikapku selama ini kepada satpam itu. Suamiku juga pernah
dapat informasi dari pihak pengembang,bahwa bang Sarijal itu adalah jawara di
kampung itu.Dan karena alasan keamanan makanya pihak pengembang merekrutnya
jadi tenaga keamanan di kompleks ini. Jadi tidak heran jika diantara sekian
banyak tenaga satpam di kompleks itu adalah anak buah bang Sarijal….jelas
suamiku.Makanya suamikupun berusaha berbaik baik dengannya sebab tidak ingin
nantinya diganggu oleh mereka.
Hari-hari berikutnya, akupun
kembali sibuk seperti biasanya keluar dan masuk kompleks jika ada keperluan.
Kini aku sudah berusaha untuk menyapa dan berbaik baik dengan satpam itu.
Memang dia juga sudah mulai tidak menakutkan aku lagi jika bertemu di pos.
Namun yang aku masih risi adalah pandangan matanya yang seolah menembus busanaku
ini yang membuatku kurang nyaman.padahal aku sudah berpakaian dengan benar dan
menurut norma ketimuran.Akupun semakin merasa tak nyaman jika dia yang menjaga
di pos itu. Kini aku semakin tersiksa karena,suamiku semakin sering dinas
keluar kota karena jabatannya bertambah tinggi.Terkadang mas Dodo keluar kota
untuk seminggu atau paling cepat tiga hari. Saat aku dirumah berdua dengan
anakku seakan ada yang mengintai. Kadang jika tengah malam terdengar
krasak-kusuk di pagar rumahku atau lemparan kerikil di atapnya.Aku sering
melihat keluar rumah, namun aneh tak ada seorang yang terlihat.Apalagi aku
takutnya karena rumah disebelahku masih banyak yang kosong.Ingin rasanya malam
itu aku menelpon mas Dodo atau minta pertolongan polisi, namun tidak kulakukan
karena takutnya nanti malah ditertawakan karena belum ada bukti bahwa aku
mendapat terror. Maka, semua itu aku pendam saja di dada, aku hanya berasumsi
positif saja,mungkin itu adalah bunyi musang atau tikus yang berjalan mencari
makanan di malam hari. Akhirnya malam itu aku tetidur karena pikiranku mulai
capai, untunglah anakku tidak terganggu oleh bunyi bunyian itu. Ia terlihat
amat lelap tidurnya di kamar sebelah.
Pagi pagi aku bangun dengan
perasaan masih ngantuk yang amat sangat karena malam aku tertidur amat larut
.Pagi itu suamiku nelpon mengabarkan bahwa ia mungkin pulang agak bergeser
harinya,sebab banyak urusan yang belum kelar pada waktunya.Aku mengiyakan saja
permintaan suamiku itu,tidak lupa ia juga menanyakan keadaan anak kami.Akupun
kembali larut dengan rutinitasku seperti biasanya.Aku kembali mengantar anakku
sebelum masuk kantor.Syukurlah di kantor pekerjaan ku tidak terlalu banyak.Aku
hanya bertugas memeriksa hasil kerja staffku lalu aku bisa sedikit santai.Sore
seperti biasaya aku pulang dan menjemput anakku kerumah ibu.Aku sempat
istirahat sebentar di rumah ibu dan berbincang dengan beliau. Tak lama kemudian
aku pun pulang kerumahku melalui jalan yang sore itu agak sedikit macet.
Syukurlah sampai dirumah tidak terlalu malam ya kira-kira jam 19.00 wib.Aku pun
membersihan tubuh anakku dan tubuhku yang terasa penat.
Beberapa hari kemudian suamiku
pulang dan membawa sedikit oleh-oleh untuk kami.Aku sangat bahagia karena kini
kami berkumpul kembali seperti biasanya. Karena oleh2 yang dibawa suamiku tidak
sanggup kami habiskan sendiri, ia menyarankan agar makanan itu di berikan saja
pada Bang Rijal. Aku sich setuju saja sebab tidak mungkin bagi kami akan
menghabiskan makanan itu. Namun suamiku minta aku yang mengantarkannya ke Bang Rijal
yang sedang berjaga di posnya. Yah…hitung-hitung basa basi pikirku. Akupun
keluar rumah dengan mengendarai sebuah sepeda santai menuju ke posnya.
Syukurlah malam itu, ia yang sedang jaga.Dengan sapaan lembut aku sapa dia.
“Bang Rijal”lagi jaga ya..bang?
tanyaku
“Ooh,,,ibu Risa,,ada yang perlu
saya bantu?” jawabnya basa basi.
“Eehh…nggak koq Bang…ini…tadi Mas
Dodo dari luar kota dan ia titip oleh-oleh ini” aku menyodorkan bungkusan itu
padanya.
“Aduh…koq ngerepotin toh bu”
katanya.
“Ah….nggak koq bang, ada lebih
aja”jawabku.
Ia pun menerima bungkusan yang
kubawa itu walau dengan sedikit rasa sungkan. Aku lalu minta diri untuk pulang.
Menjelang pulang ia tak henti hentinya berterima kasih padaku dan juga titip
salam buat Mas Dodo.Dalam hati aku tersentuh juga,rupanya dia juga baik tak
seperti dugaanku selama ini. Dia sempat menawariku kopi di posnya sebagai basa
basinya padaku. Namun dengan alasan bahwa suamiku menunggu dirumah aku pun
menolaknya dengan halus dan pamit pulang. Aku lega sekali malam itu. Ternyata
dia sungguh baik.,tidak terlihat sedikitpun kebenciannya padaku juga mata
nakalnya yang sering melahap tubuhku ini.
Malam itu aku pun bilang pada
suami tentang salam yang dititipi Bang Rijal padaku.Suamikupun lalu bilang,
berarti aku salah sangka selama ini, mungkin saja tindakanku yang kurang
berkenan pada dia selama ini.
“Nah..kan apa kata Papa” kata
suamiku, “semua itu tergantung kitanya Ma. Dia baik koq kalau menurut Papa”.
Habis berkata aku melihat suamiku
senyum-senyum sambil menjiti bibirnya sendiri. Nah aku tahu, jika sudah
begitu,dia pasti ada maunya. Aku lihat anakku sudah tidur dikamarnya. Dengan
sedikit kode mesra dari suamiku, aku pun masuk kamar dan merebahkan tubuh di
ranjang peraduan kami. Ia lalu ikut masuk dan menutup pintu kamar.Tidak lama
memang kami sudah dalam keadaan sama sama polos.Malam itu kami ingin
menuntaskan kerinduan yang mulai jarang kami dapatkan,karena kesibukan aku juga
mas Dodo. Beda sekali jika dibanding saat saat tahun pertama kami menikah dulu.
Kinipun paling sering kami melakukannya seminggu sekali.Itupun jika tidak
terlalu capai.Terkadang aku yang siap untuk berhubungan namun suamiku tak
siap.Terkadang dia sudah siap namun aku yang lagi capai atau datang bulan.Dan
malam ini kami ingin melakukannya lagi.Dengan cara bertahap dia belai dan ciumi
setiap inci kulit tubuhku yang putih ini,tanpa terlewat seincipun.Dahagaku
malam ini ingin aku tuntaskan bersama mas Dodo suamiku.Kini kami sudah siap
siap untuk melakukan penetrasi.Baru saja suamiku akan memasuki aku,tiba tiba
kami dikejutkan oleh bunyi kresek-kresek di jendela kamar kami.Langsung saja
kami menghentikan aktifitas itu.Bergegas aku menutupi ketelanjanganku dengan
selimut, suamiku bergegas membenahi celana dalamnya juga mengenakan baju. Ia
bergegas melihat kearah jendela dan membuka jendela ingin melihat apa yang
terjadi diluaran.Aku juga berusaha mengenakan kembali kimono tidurku.Dan menuju
jendela tempat suamiku berada.Namun kami tidak melihat adanya aktifitas diluar
itu. Semua sunyi senyap, padahal tadi kami tahu ada orang yang sedang mengintip
kami. Juga di bawah jendela,ada jejak rumput yang terinjak. Dengan sedikit
emosi,suamiku lalu keluar rumah dan akan melaporkan ke pos jaga satpam.Dia lalu
keluar rumah di malam yang gelap itu menuju pos satpam. Aku di suruh tinggal
dirumah saja agar bisa menjaga anak kami.
Tidak lama kemudian suamiku
pulang dan bilang,ia sudah lapor pada satpam dan dijanjikan akan selalu
melakukan patroli. Maklum malam itu yang jaga hanya bang Rijal kata suamiku.
Semenjak kejadian itu,aku semakin
yakin bahwa pengintip itu memang ada.Mungkin selama ini kami selalu diintip
jika akan berhubungan suami istri.Apalagi jejak rumput yang ada di pekarangan
rumah kami menandakan ada seseorang yang memang iseng.Pikiran aku langsung saja
tertuju pada bang Rijal pelakunya.Sebab mana mungkin bisa malam itu,orang lain
masuk blok rumah kami sedangkan sekeliling ditembok,namun saat di laporkan
suamiku bang Rijal beralasan bahwa mungkin saja ada orang dari kampung di balik
tembok itu.Lagian ia berjanji akan mencari orang yang menganggu itu.Berbagai
pertanyaan kembali berada di kepalaku tentang keterlibatan bang Rijal malam
malam selama ini.Apalagi di blok aku tinggal hanya kami yang selalu ada di
rumah.Beberapa lama kemudian memang tak ada gangguan lagi meski saat suamiku
berada di rumah terkadang keluar kota.Aku kini sudah merasa aman dan tak ada
lagi yang aku kuatirkan.Begitu juga,dengan Satpam yang bernama Sarijal itu,ia
terlihat sudah mulai akrab dengan aku dan keluargaku, dia sering menyapa dengan
ramah. Melihat aku yang agak kerepotan mengasuh anakku dan mengantar ke rumah
ibu,suamiku menyarankan untuk mencari baby sitter. Pernah suamiku ngobrol
dengan bang Sarijal saat berhenti di pos jaganya. Dalam omong-omong itu, bang Rijal
menganjurkan agar anak kami di asuh istrinya saja jika kami pergi kerja.Saat
itu aku kurang respek terhadap anjuran suamiku,sebab aku masih belum bias
menerima orang seperti keluarga bang Sarijal itu.Namun lama kelamaan aku
semakin kerepotan juga.Lalu aku minta agar istri bang Rijal yang bernama mpok
Esih agar mau menjaga anakku di rumahku.Apalagi dia juga bisa bantu aku nyuci
pakaian kami.Dan kini mpok Esih sudah bekerja di rumahku meski hanya setengah
hari.Terkadang anakku di bawanya ke rumahnya di balik tembok kompleks ini. Kini
aku sudah merasa agak tenang dan tak kerepotan lagi.Apalagi suamiku sering
berada di luar kota.Bagiku mengenai gaji mpok Esih tidaklah masalah,yang
penting aku merasa nyaman meninggalkan anakku padanya.Begitu juga Mpok Esih
tidaklah terlalu cerewet orangnya.Ia cenderung amat penurut.Dia tampaknya amat
takut dan patuh pada suaminya Bang Rijal.Dan selama ini aku lihat dia amat
senang kerja setengah hari di rumahku.
Suatu hari disaat aku libur
kerja,aku sempat nanya nanya padanya.Rupanya dia adalah istri tua bang Rijal.Aku
heran juga,kenapa orang seperti bang Rijal bisa punya istri dua.Apakah tidak
repot menafkahi kedua istrinya.Lalu Mpok Esih,bilang bahwa ia memang amat
kesulitan dalam keuangan,dimana anaknya yang dua orang itu harus sekolah, dan
gaji suaminya yang harus di bagi dua kepada istrinya itu. Akupun bertanya
kenapa dia mau di madu.Dengan sedikit sedih dijawabnya bahwa sudah gak mungkin
karena anak anaknya butuh bapak,apa jadinya nanti anak anaknya jika tak
memiliki bapak yang akan menafkahinya.Apalagi Mpok Esih tidak memiliki keahlian
yang bisa di andalkan untuk mencari nafkah.Lalu beliau becerita tentang asal
mulanya dia terpikat pada Bang Rijal yang dulunya adalah seorang preman kampung
lalu menuntut ilmu dan jadi jawara.Padahal dulunya Esih sudah dilamar oleh anak
juragan sapi asal kampung tetangga.Dan saat itu,dia malah terpikat oleh sosok
Sarijal yang jawara kampung itu.Dan jika di lihat dari sosok wajah dan
perangainya ia tak ada apa apanya di banding anak juragan sapi itu.Apalagi anak
juragan sapi itu sekarang sudah jadi orang yang kaya di kampungnya.Dengan
sedikit sedih mpok Esih berbincang panjang lebar tentang latar belakang
suaminya yang kelam itu.Begitu juga dengan istrinya yang sekarang.Bang Rijal
mendapatkan istri mudanya,disaat istri mudanya itu dulu kuliah kerja nyata di
kampungnya.Istri muda bang Rijal memang masih muda dan menurut mpok Esih masih
seusiaku,.namanya Indri, dulunya dia kuliah di sebuah universitas swasta,dan
melakukan kuliah kerja nyata di kampung itu.Nah bang Rijal amat kepincut dengan
gadis kota yang cantik itu.Entah bagaimana caranya kata Mpok Esih,Indri malah
mau saja di kawini Bang Rijal yang terpaut usia 20 tahun darinya itu.Kini bang Rijal
sudah berumur 49 tahun kata mpok Esih.
Masih menurut Mpok Esih dulunya
sempat ribut ribut dengan orang tua Indri yang tidak setuju atas perkawinan
Bang Rijal dan anaknya itu.Namun karena saat itu Indri sudah keburu mengandung
akhirnya mereka tidak dapat berbuat apa apa.Dan kini dari Istri keduanya bang Rijal
mendapatkan seorang anak yang berusia 10 tahun.Makanya sekarang bang Rijal agak
kerepotan memenuhi kebutuhan hidup kedua istri dan tiga orang anaknya itu.Kalau
dulu dia cukup banyak uang,karena dari parkir dan kutipan pedagang kaki lima di
pasar dia mendapatkan uang jago.Namun sekarang sudah tak bisa lagi karena sudah
diambil alih pemerintah.Aku cukup terenyuh mendengarkan keterangan mpok Esih
itu.Aku pun kini selalu memberinya uang agak berlebih agar dia bisa kubantu
semampuku.Sebab aku merasa dia amat bisa di andalkan untuk membantu aku. Kini
kehidupan akupun berlanjut seperti biasa,namun kini gangguan dimalam malam
kembali mulai.Aku merasa ada sepasang mata yang sedang mengintipku saat tidur
di kamarku. Namun aku tidak terlalu takut sebab,aku tahu itu hanyalah orang
iseng dan tak bermoral. Selain itu atap rumahku sering di lempar kerikil.Aku
pun tetap mengacuhkannya.Aku juga tidak melaporkannya pada suamiku.Dan kini aku
kembali merasakan bahwa yang menganggu aku itu adalah orang yang sama yaitu
Satpam Sarijal.Aku heran kenapa dia masih saja melakukan hal yang demikian
padahal aku sudah berbaik baik pada istrinya.Aku tidak mau terlalu
memikirkannya,tidak adil rasanya jika aku ikut melibatkan istrinya yang sudah
amat susah karena perbuatan Bang Sarijal.Aku yakin saja itu perbuatan Satpam Sarijal,sebab
dibalik sikap baiknya itu tersimpan maksud yang aku tidak tahu.Aku merasakan
juga dia sering mencuri curi pandang padaku di saat dia membuka portal gerbang
blok rumahku.Dan sampai sekarang aku tidak punya bukti tentang perbuatannya
itu.Aku hanya merasa dari bisikan naluri kewanitaanku saja,bahwa orang ini
tidak baik itu saja.
Dan aku pun bersama suami pun
kembali seperti biasanya.Suamiku pun pulang dari luar pulau dan kamipun
melakukan refresing. Kamipun pulang ke rumah malamnya dan malam itu kami
melakukan hak dan kewajiban sebagai suami istri lagi. Disaat kami berhubungan
itu, aku merasakan ada yang mengintai kami, namun untunglah suamiku telah
mematikan lampu dan menggantinya dengan lampu tidur yang cahayanya cukup
temaram. Jadi orang diluar jika bisa ngintip ya tidak bisa menikmati seperti
yang kami rasakan. Masih dalam keadaan bersenggama, suamiku membisikku,ma…ada
yang ngintip, katanya.Rupanya bukan aku saja yang merasakan suamikupun tahu.
“Pasti orang itu akan pusing deh”
kata suamiku sambil memaju mundurkan kemaluannya di liangku.
Kamipun lalau tersenyum
berbarengan dengan datangnya orgasme kami yang bersamaan. Setelah berhubungan
malam itu, kami menutupi tubuh telanjang kami dengan selimut dan tidur hingga
paginya. Selama suamiku berada di sisiku aku, kami mulai mengacuhkan tindakan
iseng orang yang melakukan pengintipan itu. Bahkan kini malah aku sepertinya
sudah bisa melupakan semua itu meski dihati kecilku masih merasa kurang nyaman.
Aku semakin yakin orang itu adalah bang Rijal sebab dari caranya memandang aku
aja sudah dapat kuterka, apalagi sering melirik bagian bagian sensitif di
tubuhku jika ketemu. Didepan aku aja dia bersikap ramah dan sopan, dia seperti
musang yang berbulu domba yang siap untuk memangsa jika lengah. Lagian kini aku
punya teman bicara jika di rumah yaitu istri tuanya bang Sarijal dan bisa
mengorek keterangan tentang latar belakangnya secara detail. Memang pernah
istrinya bilang bahwa bang Sarijal itu memiliki suatu nafsu yang besar dan dia
juga pernah melakukan hubungan seks dengan wanita lain selain istri-istrinya
namun mpok Esih tak bisa melakukan apapun untuk mencegahnya. Ia tidak berdaya
jika bang Rijal selalu mengancamnya untuk menceraikannya jika terlalu ikut
campur. Aku yang mendengar penuturan mpok Esih itu semakin trenyuh melihat
penderitaan dan tekanan bathin menjadi istri bang Rijal yang tidak punya malu
itu.
Kini aku menjalani kehidupan
secara normal dan amat bahagia bersama suami dan putri semata wayangku yang
kini berusia tiga tahun ini.Memang aku rasakan kini kami sudah tidak lagi rutin
melakukan kebersamaan di tempat tidur bersama suamiku.Aku maklum saja karena
Mas Dodo sering keluar kota dan aku disibukan dengan berbagai tetek bengek
pekerjaan kantor, juga rumah tangga yang membuatku seakan lupa akan hak dan
kewajibanku. Kini kami hanya melakukan hubungan badan hanya dua kali sebulan
kadang sekali saja. Memang kuakui terkadang dimalam malam tertentu aku amat
membutuhkan belaian dan sentuhan seorang suami kepadaku. Namun aku memendamnya
sebab suamiku bekerja keras dan membanting tulang untuk kami juga nantinya.
Makanya aku sampai saat ini masih tetap menjalani malam-malam yang sepi tanpa
suamiku.Hingga pada saat suamiku pulang,kami pun melakukan hubungan badan untuk
melepas rindu kami berdua.Malam itu kami melakukannya beberapa kali hingga aku
pun merasakan kepuasan yang amat membuatku lelah dan capai. Begitupun dengan
suamiku, dia langsung tertidur dengan nyenyak sekali hingga ia tak menyadari
adanya sebuah sms ke handponenya. Aku yang saat itu belum tertidur dan masih
meresapi kenikmatan yang baru aku alami bersama suamiku meraih HP-nya. Aku tak
sampai hati membangunkan suamiku. Iseng saja aku buka sms itu, dan….aku amat
terperanjat dengan kata kata dalam pesan singkat itu.pesan itu dari seorang
wanita yang dari kata katanya amat membuat bulu kudukku berdiri. Kalimat dalam
sms itu mengatakan bahwa,dia wanita itu amat menikmati hubungan terlarang
bersama suamiku selama ini,dan ingin mengulanginya lagi jika suamiku ke
kotanya.
Bagaikan petir disiang hari yang
menghantam kepalaku, aku kaget sekali membacanya. Tidak aku duga sama sekali
jika selama ini suamiku telah menyeleweng dariku.Ia memiliki wanita lain di
kota lain. Pantas saja selama ini ia tidak begitu acuh terhadapku dan seakan
tidak membutuhkan diri aku dalam hubungan biologis.Aku memandang tubuh suamiku
itu yang masih tertidur dengan nyenyaknya. Aku amat bersedih hati, disaat
malam-malam aku menahan gejolak sebagai seorang wanita dan merindukan belaian
suami, namun di tempat lain suamiku malah main gila dengan wanita lain, rasa
marah bersiliweran di dadaku malam itu. Namun sebagai wanita dewasa dan
berpendidikan, aku tidak akan melakukan hal yang bikin ribut dan pertengkaran.
Paginya disaat sarapan, kulihat suamiku terlihat amat gembira seakan tak
terjadi suatu apapun jua. Baru setelah sarapan pagi itu,aku minta waktu suamiku
untuk membicarakan sms yang aku baca tadi malam. Pagi itu dengan menumpang
mobil suamiku, aku pun menuju tempat yang kami anggap sebagai tempat yang bagus
untuk membicarakannya. Tempat yang kami pilih merupakan sebuah taman kota yang
aku rasa cukup privasi bagi kami berdua, sebelumnya aku telah menitipkan anakku
ke mpok Esih.
Dengan kekakuan yang aku
perlihatkan saat itu,membuat suamiku menjadi bingung.Ia menduga-duga apa yang
akan aku bicarakan bersamanya saat itu.Apalagi,aku memilih tempat di taman kota
ini untuk bicara empat mata padahal kata suamiku di rumah saja kan bisa. Aku
lalu dengan perlahan bilang tentang sms tadi malam. Suamiku sempat bingung dan
dengan kaget ia mencari Hpnya dan membuka sms di hpnya. Ia kaget sekali melihat
ada sms dari wanita itu. Dengan muka merah dan menahan rasa malu yang amat
sangat ia minta maaf dan mengakui bahwa ia telah melakukan kekhilafan di luar
kota. Dengan memohon mohon ia minta agar aku mau memaafkannya. Ia pun berjanji
tidak akan mengulanginya lagi. Aku tentu saja tidak begitu saja percaya akan
keterangannya itu. Aku hanya memikirkan nasip putri kami satu satunya. Apalagi
dia akan kehilangan keutuhan keluarganya. Hatiku amat hancur mendengar
pengakuan suamiku itu.Dengan berbagai alasan dia bilang bahwa ia juga merasa
dijebak oleh rekan bisnisnya di daerah. Dengan memberinya sedikit ultimatum
agar menjauhi perbuatannya itu, akhirnya dengan hati yang tidak karuan aku
kembali menerima suamiku. Namun aku tidak sepenuhnya percaya padanya, ibarat
gelas yang retak amat sulit rasanya untuk menerimanya kembali utuh.Perlu waktu
untuk mengembalikan proses kembali sedia kala.
Kini aku kembali kepada
kehidupanku. Aku tetap melayani suamiku seperti biasanya, namun jika sudah
membayangkan saat dia bersetubuh denganku bayangan akan perbuatannya dengan
wanita lain itu kembali muncul hingga membuatku hilang gairah dan padam. Kini
aku hanya melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri kepada suami, ibarat
kata hanya tubuhku saja yang dinikmatinya, bukan lagi hatiku. Aku seakan mati
rasa, bayangan perselingkuhan suamiku membayangiku meski aku tidak melihatnya
secara langsung. Keadaan rumah tanggaku semakin kacau semenjak kejadian suamiku
itu. Suamiku pun tetap beraktifitas dan sering keluar kota Namun kini keadaan
semakin gak karuan.Tampaknya wanita itu memang tidak memiliki rasa ,sebab
pernah aku telpon dan bilang padanya bahwa suamiku telah memiliki keluarga juga
anak.Tampak dia tidak peduli dengan keadaan kami.Aku tidak kuasa mengambil
keputusan,dengan berbagai pertimbangan dan mengingat masa depan anakku
kelak.Kini akupun sudah tak peduli lagi dengan suamiku.Yang jadi prioritas
bagiku adalah bagaimana membesarkan anakku ini kelak, jika kemungkinan terburuk
yaitu perceraian terjadi.Aku hanya saja sedih karena awalnya keluargaku amat
bahagia dan saling sayang. Berbagai bayangan buruk berkecamuk di pikiranku.Apa
nanti kata keluarga besarku jika aku bercerai dengan suamiku ini.Tentunya aku
yang akan mereka salahkan karena mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Jujur saja bagiku tidaklah sulit mencari pengganti mas Dodo, apalagi aku juga
punya pekerjaan juga usia yang masih muda dan masih cukup mampu menarik hati
lawan jenis. Berpikir demikian aku tak sampai hati jika nantinya anakku akan
memiliki ayah tiri. Aku semakin sedih memikirkannya.
Suamiku masih tetap seperti
biasanya pulang dan tidur dirumahku. Kini keadaan seperti api dalam sekam dan
tak mudah di padamkan. Sampai saat ini aku masih melaksanakan kewajibanku
sebagi istri kepada suamiku. Malam itu suamiku mencumbuiku,namun aku amat susah
untuk mengikuti alunan gairah yang ia pancarkan. Tidak seperti dulunya aku
merasakan kenikmatan di saat berduaan dengannya.Namun aku paksakan diriku
menerima perlakuannya ini.Hingga aku mendengar kehebohan yang cukup membuat
kami menghentikan aktifitas ranjang ini. Suara kehebohan itu berada dihalaman
rumahku. Dengan mengenakan pakaian tidur kembali,aku dan suamiku buru buru
keluar rumah. Di halaman sudah ada dua orang satpam yang menangkap basah
seorang pemuda di dalam halaman rumahku. Rupanya malam itu rumahku akan
disatroni maling,namun berhasil digagalkan satpam. Dan satpam yang menangkap
basah maling itu kebetulan bang Rijal. Dengan wajah babak belur si Maling itu
digebukin hingga bonyok. Suamiku lalu mengikuti satpam yang membawa maling itu
ke pos jaga. Rupanya maling itu adalah pemuda dari kampung sebelah dan selama
ini penghuni kompleks sering kemalingan karena ulahnya. Malam itu juga
malingnya di serahkan ke polisi. Aku sedikit lega, berarti yang mengintip dan
melakukan terror di rumahku adalah maling itu.
Aku pun kini semakin akrab dengan
Mpok Esih jika sebelum berangkat dia sudah ada di rumahku. Jika aku libur ke
kantor kami sering ngobrol-ngobrol mengenai rumah tangga. Aku harus belajar
banyak dari dia karena bagimanapun dia lebih tua dan lebih pengalaman dari aku.
Begitu juga,kini aku tidak berprasangka lagi pada suami mpok Esih yaitu bang Rijal.
Bang Rijal pun kini sering membantuku mengangkatin barang dari mobilku jika aku
pulang dari mal membawa belanja keperluan sehari hari. Aku pun sering
memberinya sekedar uang rokok kadang juga aku titipin ke mpok Esih karena bang Rijal
sering menolak pemberianku. Suatu hari Mpok Esih,bicara padaku bahwa,ia ingin
meminjam uang untuk Dp membeli sepeda motor. Mpok Esih berjanji akan
mengembalikannya dengan angsuran gajinya. Dengan niat untuk membantunya aku
pinjami dia uang. Rupanya dia membeli motor dengan cara kredit karena setelah
dinas bang Sarijal bisa mengojek katanya. Masih menurut Mpok Esih suaminya agak
malu jika langsung bicara padaku atau suamiku sebab keluargaku telah banyak
membantunya. Karena hubungan baikku dan keluarga Mpok Esih terjalin aku agak
bisa melupakan kemelut keluargaku. Aku kini sudah bisa menganggap mereka adalah
saudaraku karena tidak jarang aku minta bantuan kepada mereka jika aku ada
masalah yang tak bisa kuselesaikan, misalnya ada kabel yang putus atau kadang
aliran pompa yang rusak.
Di suatu malam saat suamiku
sedang keluar kota, hujan turun dengan derasnya dan mobilku sempat menerobos
genangan air itu. Beberapa saat menuju jalan kerumahku, mendadak mobilku mogok.
Aku kelabakan dan bingung mau menghubungi siapa malam itu apalagi malam itu
disekitar jalan itu hanya ada satu dua mobil yang lewat. Tiba tiba aku dapat
ide dan aku lalu menelpon ke rumah karena ada mpok Esih. Untunglah dia masih di
rumahku baru menidurkan anakku. Aku minta bantuannya agar memanggil suaminya
untuk menjemputku tidak jauh dari kawasan perumahan ini.Mpok Esih
menyanggupinya. Beberapa menit kemudian Bang Rijal datang dengan sepeda
motornya dengan mengenakan mantel hujan. Aku yang masih berdiam dalam mobil
bilang,mobilku mogok kena air dan mungkin mesinnya terganggu. Lalu bang Rijal
berusaha membantuku dengan mendorong mobilku. Naas mobilku tak mau hidup
padahal sudah didorongnya agak jauh. Lalu bang Rijal bilang padaku agar mobilku
di tumpangi saja dulu di warung dekat situ. Sedang aku diantar sampai rumah
malam itu karena hujan amat deras. Malam itu terpaksa menumpang di bonceng bang
Sarijal dengan sepeda motornya hujan hujanan dan memakai mantel hujan yang agak
besar hingga tubuhku bisa terhindar dari siraman air hujan.Mau tak mau aku
duduk terpaksa seperti laki laki sebab mana mungkin bisa duduk nyamping pake
mantel seperti itu.Aku tak mempedulikannya lagi yang penting malam itu aku harus
sampai rumah,walaupun saat itu aku duduknya merapat ke punggung bang Rijal.Aku
yakin dia tak terlalu merasakan pergeseran antara dadaku dan punggungnya
apalagi yang aku tahu ia serius memperhatikan jalanan yang masih tergenang
air.Beberapa saat kemudian aku sampai di rumah dan dengan berlari aku masuk
rumah.Busanaku saat itu basah sekali,aku langsung ke kamar mandi sementara mpok
Esih yang masih berada di rumahku menemui suaminya dan memberikan handuk kecil
untuk mengelap tubuh suaminya itu.
Sejak itu hubungan keluarga kami
semakin erat, tidak jarang aku mengajak Mpok Esih dan bang Rijal untuk jalan
jalan ke luar kota, mereka juga membawa seorang anaknya yang sering bermain
dengan anakku. Saat itu aku membawanya ke pantai Anyer yang cukup indah. Setiba
di pantai itu,aku menyewa dua buah bungalow untik kami.Keluarga bang Rijal dan
aku bersama anakku.mereka amat senang sekali aku ajak,bagi mereka entah kapan
bisa bertamasya ke pantai.Di bibir pantai itu aku perhatikan mereka amat
bahagia sekali berlarian bertiga dengan anaknya. Namun anakku minta ikut juga
dengan mereka.Dan dengan senang hati,anakku berlarian di pinggir pantai dengan
mereka.Dari jauh aku perhatikan kegembiraan itu,dan jauh di lubuk hatiku ada
rasa sedih ,sebab disaat saat libur ini seharusnya anakku mendapat perhatian
dari ayah kandungnya. Namun kini ayahnya sibuk dan di hari libur itu tak ada
memberi kabar. Aku tahu dia kembali jatuh kepelukan wanita itu. Hati kecilku
berkata demikian. Syukurlah kini aku tak lagi mempedulikan suamiku itu, yang
ada dalam hatiku adalah gimana membuat buah hatiku bahagia. Hingga hari kedua
pun kami akhirnya pulang dengan terpancarnya rona bahagia di wajah keluarga
Bang Rijal.
Dan hari demi hari berlalu,
sebagai seorang wanita dewasa tak bisa ku pungkiri aku membutuhkan seorang laki
laki di kehidupanku apalagi dimalam malam saat masa suburku ini. Aku seakan
melupakan segala kesalahan suamiku. Aku ingin mereguk kenikmatan ragawi
bersamanya. Disaat suamiku berada di rumah, aku sudah mempersiapkan diri untuk
melaksanakan kewajibanku itu, namun heran kini malah saat bersama suami
tiba-tiba saja gairahku yang sudah naik jadi hambar dan hilang. Aku berusaha
untuk membangunkan kembali keinginanku itu namun tetap hilang tanpa bekas. Kini
yang ada di dalam diriku adalah rasa benci yang amat sangat kepada suamiku dan
tanpa aku duga juga, suamiku pun mulai berkata kasar padaku. Aku terperanjat
dan amat kecewa, selama kami menikah belum pernah rasanya suamiku berkata kasar
seperti itu. Kejadian ini semakin sering terjadi didalam kehidupan kamar kami.
Kamipun lalu larut dengan kesibukan masing-masing dan seolah hidup dalam bara
yang siap meledak.
Aku amat kasihan pada buah
hatiku,sebab kini ia seakan kehilangan sosok seorang ayah.Padahal dalam usianya
saat ini,ia amat membutuhkannya.Tak heran kadang ia ingin ikut kerumah Mpok
Esih untuk tidur di rumah mpok Esih.Apalagi di sana ada anak Mpok Esih yang
sering mengajakknya main. Juga ia semakin akrab dengan Bang Rijal. Ia terlihat
dekat sekali dengan Bang Rijal yang ia sebut dengan Pak De.Begitu juga Bang Rijal
juga senang dengan putriku itu. Sering Putriku di bawa jalan jalan dulu saat ia
menjemput Mpok Esih. Kadang ia menangis jika Mpok Esih dan Bang Rijal akan
pulang. Maka terpaksalah mpok Esih merayunya dulu hingga tidur lalu baru pulang.
Begitu juga putriku sering minta bang Rijal untuk ,dating kerumah disiang
hari.Ia amat terhibur dengan cara Bang Rijal menghiburnya.Aku juga
mengkhawatirkan itu.Sebab sosok ayah pada dirinya akan hilang.Aku tak ingin
putriku kehilangan sosok ayahnya,bagaimanapun masalah sedang membelit
kami.Hingga terjadilah peristiwa yang membuatku semakin kacau dan bingung.
Putriku dengan kemanjaannya selalu minta di tidurkan oleh Pak De Rijal. Aku tak
bisa melarangnya sebab jika tak dituruti maka dia akan terus menangis malam
harinya. Pernah aku tak mengabulkan permintaanya itu akibatnya aku yang malah
kerepotan. Akhirnya aku membiarkan Bang Rijal yang menidurkan putriku
dikamarnya. Sedang Mpok Esih sudah pulang duluan sebab tugasnya hari itu sudah
habis. Tidak jarang aku memanggilkan Bang Rijal ke Pos jaganya untuk menidurkan
putriku.
Putriku juga sudah tak lagi
terpengaruh jika ayahnya ada di rumah. Tampaknya ayahnya juga tak lagi
memperhatikannya. Kini ia merasa lebih diperhatikan Bang Rijal yang biasa di
panggil Pak De Rijal. Dan permintaan putriku itu sering membuatku pusing.Disaat
suamiku ke luar kota, putriku minta bang Rijal untuk bobo di
kamarnya.Permintaannya membuatku heran. Dengan berbagai alasan aku bilang saja
Pak De sedang kerja dan tak bisa menemaninya, tapi dia tetap tak percaya.dan
malah malam hari itu aku terpaksa membawanya ke pos jaga sekedar membuktikan
perkataanku. Barulah ia mau pulang setelah di bujuk Bang Rijal. Kini Bang Rijal
jika tak bertugas maka ia pasti tidur di rumahku. Demi anakku permintaannyaitu
aku penuhi saja. Untunglah istri Bang Rijal mau mengerti akan tugas suaminya
itu. Aku merasakan merasa asing jika di malam malam itu ada orang lain yang
tidur dirumahku. Apapun alasannya itu adalah salah apalagi suamiku tak berada
di rumah. Setiap malam hari aku selalu mengunci pintu kamarku, namun aku tetap
kuatir akan terjadinya sesuatu di luar nalarku.
Keakraban putriku dengan Bang Rijal
semakin mengkhawatirkanku. Putriku malah minta agar aku juga ikut menidurkannya
di kamarnya dengan mengikut sertakan pak De Rijalnya. Aku tentu terkaget kaget
atas permintaannya.Dengan berbagai alasan aku bilang bahwa itu gak mungkin
apalagi tempat tidurnya sempit, aku memberi alasan apa jadinya jika ayahnya
tahu aku tidur di ranjang anakku bersama bang Rijal. Putriku tetap dengan
permintaanya.bagiku ini adalah dilemma, apa jadinya jika aku tidur seranjang
dengan anak dan orang lain yang bukan apa apaku. Aku tahu,lama lama aku bisa
saja terjebak kedalam jurang nista. Lalu aku bicara pada bang Rijal,bahwa jika
putriku sudah tidur ia akan keluar kamar atau keluar rumah,sebab aku tak enak
dan tak wajar dilihat orang lain. Apalagi jika suamiku tahu kejadian ini. Bang Rijalpun
menyetujuinya.Setelah anakku tertidur ia pun lantas keluar kamar. Kadang ia
langsung ke rumah istrinya,ya aku maklumi ia akan menggilir
istri-istrinya.Terkadang aku yang keluar kamar jika anakku di tidurkan bang Rijal
dan setelah bang Rijal keluar kamar barulah aku masuk. Namun lama kelamaan
kejadian ini semakin biasa terjadi, tak jarang bang Rijal langsung tidur di
rumahku dan subuhnya baru ia pulang. Namun malam itu,aku amat lelah
sekali,hingga aku tak sadar bahwa bang Rijal juga tidur di kamar anakku dan
dengan berdempet-dempet karena sempitnya. Tubuh kami hanya di batasi oleh tubuh
putriku. Namun karena kelalaianku juga aku tak sadar kadang tanganku
bersentuhan dengan tangannya di saat anakku posisinya mulai tak beraturan.
Malam itu,aku tak sadar bahwa aku
telah tidur seranjang dengan orang lain.Aku tak sadar entah kapan putriku
pindah tidur arah bawah kasur yang cukup sempit itu.Kini di atas ranjang hanya
aku dan bang Rijal juga putriku dibagian kakiku.Aku seakan tak menyadari bahwa
kaki bang Rijal sudah menempel di betisku dan menggesek gesekan jari kakinya.
Aku merasa geli yang amat sangat dan malah menyambutnya, namun aku terbangun
dan langsung duduk. Aku lalu memandang bang Rijal,sepertinya ia pura pura
tidur. Tak lama kemudian ia bangun dan duduk di pinggiran ranjang. Dengan kaget
aku baru mengetahui bahwa anakku sudah berada di lantai.Aku lalu
membangunkannya dan mengendongnya ke atas ranjang. Dengan sedikit mimik ketus
aku minta bang Rijal keluar kamar.Ia lalu keluar kamar.Aku lalu mengunci pintu
kamar dari dalam. Mataku tak mau tidur memikirkan kejadian tadi.Untunglah tadi
aku terbangun jika tidak entah apa yang akan terjadi malam itu.Semalaman aku
memikirkan kejadian tadi kemudian rasa takut mendera aku.
Kini hampir tiap dua malam sekali
Bang Rijal selalu ada di rumahku. Ia hanya tak dirumahku jika suamiku ada di
rumah. Anehnya putriku tidak minta agar bang Rijal tidur dirumah jika ayahnya
ada. Aku pun semakin memperhatikan pakaianku jika ia berada di kamarku.Tidak
jarang aku selalu memakai pakaian hingga dua lapis,berjaga jaga terhadap segala
kemungkinan. Dan kini di atas ranjangku Bang Rijal kembali menidurkan putriku.
Setelah putriku tidur barulah dia keluar kamar dan rumah dan bertugas.Aku heran
kini aku tak lagi menaruh rasa marah atau kuatir pada sosok Bang Rijal. Padahal
awalnya aku amat takut terhadap cara dia memandang tubuhku. Herannya lagi, kini
aku malah semakin kagum kepadanya. Aku merasa dia tidak akan bertindak aneh-aneh
padaku. Apalagi di kamar ini hanya ada aku dan dia juga putriku. Jika ia
bajingan bisa saja aku di paksanya untuk melakukan hal yang lebih tercela lagi,
namun tidak ia lakukan.Aku heran atas sikapku ini. Apakah ini sebagai
perwujudan rasa kesepianku selama ini, aku tak tahu. Jujur saja di kantor aku
sering diajak rekan rekan pria untuk makan malam atau kadang ngajak nonton.
Namun aku tak menghiraukan ajakan mereka sebab aku tak mau menambah beban
masalahku yang sudah rumit ini.
Kehidupan pernikahan aku dan Mas
Dodo pun semakin tak karuan. Jangankan nafkah sebagai tanggung jawab suami pada
istri, nafkah bathin saja dia sudah jarang dia beri. Mungkin ia telah
terperdaya wanita simpanannya di daerah itu. Aku semakin di telantarkan. Aku
semakin membencinya jika sudah berada dan tidur dikamar. Anaknya saja sudah
jarang di gendong juga di sayang sayang apalagi aku. Aku kasihan putriku satu
satunya ini. Ia kini hanya mencurahkan rasa memiliki ayah kepada Pak De Rijal
yang biasa membawanya jalan jalan. Putriku amat membutuhkan figur ayah dimana
ia bisa berlindung dan di manja yang semuanya tidak didapatkannya dari ayah
kandungnya. Aku amat kuatir dengan perkembangan putriku ini. Kekuatiranku amat
beralasan sebab dia semakin mau mengikuti kemana Bang Rijal pergi dan selalu
nangis minta ikut hingga Mpok Esih pun kelabakan jika kemauannya tak dituruti.
Putriku selalu baru mau diam jika digendong bang Rijal beberapa saat. Pernah
suatu hari aku akan ke rumah orangtuaku dan membawa putriku.Di gerbang pos
jaga, bang Rijal sedang tugas. Putriku nangis minta berhenti dan ingin di
gendong beberapa saat oleh Bang Rijal. Terpaksalah aku menuruti keingannya ini.
Aku menghentikan mobil tak jauh dari pos jaga.Bang Rijal keluar posnya dan
berjalan menuju mobilku. Aku membuka pintu samping dan putriku langsung
menghambur ke pelukan bang Rijal. Tak lama memang lalu aku ambil putriku dari
gendongan Bang Rijal yang saat itu siap siap akan memberikannya ke
pangkuanku.Disaat aku menyambut tubuh putriku itu secara tak sengaja tangan
bang Rijal bersentuhan dengan buah dadaku beberapa saat. Aku merasa sedikit
jengah saat itu sehingga dengan buru buru aku tarik tubuh putriku dari pelukan
bang Rijal. Sempat ia minta maaf atas ketidak sengajaannya tadi. Aku hanya diam
saja sambil berlalu dan terima kasih karena gendongannya pada putriku saat
itu.Aku lalu masuk mobil dan berlalu .
Selama perjalanan aku masih
terbayang kejadian barusan. Aku merasa malu saat di sentuh tadi. Tangan kasar
bang Rijal seakan mampu merasakan kelembutan payudaraku. Syukurlah kejadian itu
tak diketahui orang lain karena di samping mobilku yang parkir. Hari itu aku di
rumah ibu tak lama karena akan berbelanja kebutuhan dapur ke mall dan lalu
pulang kerumah. Sesampainya dirumah, aku diBantu bang Rijal menurunkan dan
membawa barang bawaanku dari bagasi mobil. Ini adalah kebiasaannya membantu
aku, sedangkan Mpok Esih tak masuk hari ini karena ia pulang kekampungnya di
Kuningan sana. Jadi terpaksa rumah aku kunci saja selama aku pergi. Sore itu
Bang Rijal baru selesai aplusan dengan rekannya dan seperti biasanya ia ada
waktu untuk membawa putriku jalan jalan keluar komplek. Aku pun sibuk memasak
makanan untuk malam dan esok di dapur. Aku agak senang karena putriku sudah
dibawa bang Rijal jalan jalan,sebab akhir-akhir ini ia agak rewel. Setelah
selesai masak dan aku mandi dan bersih bersih rumah. Akhir minggu ini aku gak
ada acara keluar. Namun akhir minggu ini suamiku masih di luar kota dan juga
tak ada beritanya.Lalu tiba-tiba terdengar suara putriku dan Bang Rijal
memasuki rumahku. Mereka tertawa sambil membawa boneka kesukaan putriku.
Setelah mengantar putriku kerumah, bang Rijal minta diri sebab ia akan pulang
dan mandi katanya.Namun Putriku tetap tak mau lepas dari gendongannya walau
dengan berbagai alasan Bang Rijal juga berusaha melepaskan putriku. Akhirnya
dia malah nangis dan akupun minta Bang Rijal untuk menuruti kemauannya saja.
“Bang, mandi aja disini ya”
kataku “kasihan Suci gak mau diam jika abang pergi”
Akhirnya terpaksalah Bang Rijal
mandi di rumahku setelah aku sediakan handuk cadangan dan juga peralatan mandi
yang selalu kusediakan. Malah Suci anakku minta bang Rijal malam itu tidur di
rumahku. Aku hanya diam saja tak bisa melarangnya lagi.
Malam itu,Bang Rijalpun
menidurkan putriku dikamarnya. Setelah putriku tidur barulah dia ingin pulang
sebentar untuk memberikan uang dapur pada istri mudanya. Aku sempat bilang
padanya agar malamnya ia balik lagi sebab aku kuatir jika nanti putriku bangun
ia akan menanyakannya dan jika tak ketemu maka ia akan nangis lagi kataku. Bang
Rijal akhirnya menyetujui permintaanku itu dan berjanji akan segera balik
secepatnya. Beberapa jam kemudian cuaca berubah hujan deras diiringi angin yang
amat kencang. Sempat jendelaku di hempas angin hingga aku tutup dan kunci dari
dalam. Tak lama kemudian Bang Rijal datang namun tidak dengan sepeda motornya.
Ia sengaja memenuhi janjinya agar putriku tak rewel lagi. Dengan memakai mantel
hujan ia buka pagarku yang memang tak di kunci. Lalu ia kuncikan dari dalam.
Sampai di pintu depan ia buka mantel hujannya dan membunyikan bel rumahku. Aku
tahu itu bang Rijal lalu membuka pintu dan lalu memberinya handuk karena
percikan hujan membuatnya tubuhnya basah. Aku mencarikan pakaian bekas suamiku
yang tidak terpakai lagi untuk mengganti bajunya yang basah itu, lalu
memberikan kepadanya.Di kamar mandi ia ganti bajunya dengan kaos yang kuberikan
itu.
Tak lama kemudian ia keluar kamar
mandi dengan mengenakan celana pendek yang telah ia sediakan. Bang Rijal,bertanya
padaku,bagaimana Suci putriku apa bangun tadinya, kujawab saja putriku sangat
nyenyak tidurnya. Mungkin sudah capai saat dibawa keliling sore tadi jelasku.
Dia membuka pintu kamar putriku dan seolah itu anak kandungnya ia ciumi pipi
putriku dengan penuh kasih sayang. Aku terenyuh melihatnya, ayah kandungnya
saja sudah tak pernah menciumi putrinya. Aku kagum dan salut akan perhatian
Bang Rijal pada putri semata wayangku ini padahal kami bukanlah siapa siapanya
namun perhatiannya pada keluargaku membuatku semakin kagum dan menilainya amat
baik. Malam itupun dia berjalan kearah ruang tengah untuk menonton acara
televisi, sementara aku kedapur membuatkannya secangkir kopi juga membawakannya
makanan kecil.Aku tak lupa menyilahkannya untuk duduk saja di sofa itu dan tak
usah terlalu sungkan.Aku lalu menaruh kopi dan makanan itu di meja kecil dekat
televisi.Sedang aku lalu mencari majalah yang akan aku baca di kamarku.Sebab
aku ingin ke kamar,apalagi aku kurang merasa nyaman jika di ruang tengah ini
bersama dia. Apalagi hari telah beranjak malam. Sambil berlalu aku minta jika
mau tidur Bang Rijal jangan lupa mematikan TV sebab aku akan masuk kamar. Dia
menyanggupinya. Hawa dingin malam itu membuatku semakin menjadi ingin
cepat-cepat masuk kamar.
Baru saja aku masuk kamar dan
ingin baca majalah, tiba-tiba lampu padam. Aku keluar kamar dan syukurlah lampu
emergency langsung nyala. Begitu juga di kamar anakku,jadi dia tak akan
terbangun karena lampu mati. Aku lihat Bang Rijal,masih sibuk mematikan TV lalu
mengecek kontak listrik yang berada di luar rumah, siapa tahu ada yang koslet
katanya. Rupanya padamnya lampu karena ada gangguan angin dan dimatikan PLN
sebab lampu jalan juga padam. Dia lantas masuk kedalam rumah.Aku pun bilang
agar dia tidur dikamar putriku saja apalagi di kamar itu tersedia karpet tebal
di lantai yang biasa untuk bermain putriku
“Itu bisa dijadikin alas tidur
Bang” kataku.
Dia lalu masuk kamar putriku dan
membentangkan karpet itu di lantai. Akupun membantunya mengambilkan karpet.
Tanpa sadar aku terpeleset di dalam kamar putriku itu, kakiku terantuk kayu
tempat tidur karena cahaya yang kurang terang. Aku meringis kesakitan, Bang Rijal
mendengar ringisan kesakitanku. Dia lalu berusaha memapah aku untuk duduk di
pinggiran tempat tidur putriku. Lalu dia menanyakan letak balsam,aku lalu
menunjuk ke arah kotak obat yang terletak di ruang makan dekat dinding lemari.
Beberapa saat Bang Rijal keluar mengambil balsam untuk kakiku ini.Aku masih
meringis kesakitan di mata kakiku. Tak lama kemudian kembali kekamar dan
berusaha memijiti mata kakiku yang terasa sakit. Dengan mengoleskan balsam ke
tempat yang sakit dia juga memijitinya. Aku merasa nyaman dipijit olehnya.
Itulah aku merasakan kulitku di sentuh laki laki lain. Lambat laun rasa sakit
mulai berkurang dan terasa nyaman. Dengan intens ia terus memijiti telapak
kakiku dan dengan sekali hentak aku terkejut karena sakit lalu rasa sakit itu
mulai berkurang. Bang Rijal memandangiku dari bawah.
“Bagaimana rasanya Bu?” tanyanya.
“agak enakkan bang” jawabku
singkat.
Aku merasakan kini pijitannya
mulai naik kearah betisku, aat itu aku masih duduk di atas pinggiran ranjang
putriku dan kulihat dia masih nyenyak tidurnya. Ia seakan tak terganggu oleh
suara hujan yang masih deras dan angin kencang diluar rumah.Aku mulai merasakan
geli di sekitar betisku. Gerakan pijatannya amat membuatku merasakan kehangatan
tangan Bang Rijal dan syukurlah saat itu aku mengenakan celana panjang
piyamaku, jadi betisku yang putih ini masih terlindung dari pandangan matanya.
Beberapa saat setelah merasakan enakkan aku pun turun ke lantai yang telah
dialas dengan karpet tebal yang akan ditiduri Bang Rijal.Aku bersandar di
pinggiran kayu tempat tidur putriku.Aku amat berterima kasih pada Bang Rijal
atas bantuannya itu. Akupun sempat memujinya yang pintar mijat, dengan merendah
ia bilang itu hanya kebetulan.Aku sempat kurang nyaman saat dia menyebut aku
Bu,padahal dia lebih tua dariku.
“Bang,,,jangan panggil aku Bu,
panggil aja aku dik atau nama aja” kataku, “aku gak enak…apalagi abang lebih
tua dariku”
“Baiklah jika begitu dik Risa”
jawabnya lagi, “O ya, dik Risa, koq mas Dodo jarang kelihatan sekarang ya?”
tanyanya.
Aku sempat terkejut dia
menanyakan tentang suamiku. Lalu aku jawab saja bahwa suamiku kini ditempatkan
di pulau luar jawa, jadi dia lebih banyak disana dari pada disini terangku.
“Koq dik Risa gak ikut ke sana
juga, kan kasian Suci” ,katanya.
“Yah, begitulah Bang, aku kan
tidak bisa pindah kerja juga, apalagi kini aku telah lama kerja di tempat yang
sekarang, jadi sayang jika harus berhenti.” jawabku menutupi kemelut dalam
rumah tanggaku.
Kami lalu berbincang mengenai
beberapa hal yang memang jarang aku dengar dari mulut bang Rijal. Malam itu aku
berkempatan bicara banyak dengannya juga tentang masa lalu dia dan kedua
istrinya. Kami berbincang hingga malam semakin larut, namun anehnya aku tak
merasakan kantuk. Akupun tak terlalu kuatir jika besok bangun kesiangan,
apalagi sabtu dan minggu aku libur di kantor. Masih di kamar putriku aku seakan
menemukan lawan bicara yang enak diajak bicara. Meskipun aku tahu kadang Bang Rijal
amat polos dalam pembicaraan namun aku tahu dia cukup berpengalaman dalam hal
pergaulan bermasyarakat. Kadang aku senyum-senyum mendengar dia bicara mengenai
sifat dari kedua istrinya itu. Dari situ aku tahu ia bukanlah seorang satpam
sembarangan. Dia juga memiliki segudang ilmu kanuragan juga silat yang di
tuntut dari mudanya.Dan merasa pembicaraan semakin hangat aku pun berusaha
keluar kamar anakku untuk mengambil air minum. Namun baru beberapa gerakan mau
berdiri tiba tiba aku tak tahan, kakiku seakan ngilu. Aku tak sanggup berjalan
ke luar, syukurlah aku tak sampai jatuh karena keburu di sambut Bang Rijal ke
pangkuannya. Aku di papahnya duduk kembali di tempat semula.Dia bilang aku
jangan berjalan dulu, biar dia yang ambil minuman katanya. Aku diam saja dan
diapun keluar kamar mengambil yang aku maksud tadi.Kemudian dia kembali ke
kamar dan membawa air minum kekamar.Lalu aku di suruhnya berbaring aja agar
dipijat lagi.Aku mengikuti saja permintaannya itu.Bang Rijal lalu mengambil
bantal yang ada di atas ranjang putriku.Lalu diletakkannya di atas karpet dan
aku disuruh rebahan agar gampang dipijat .
Selama dipijat aku merasakan amat
rileks meskipun saat itu aku bersama pria lain. Sambil memijat kami selalu
berbincang sampai ke hal masalah rumahtangga. Aku merasakan kenikmatan
pijatannya telah membuatku kegelian dan merasa tercambuk gairah. Syukurlah saat
itu bang Rijal tak melihat perubahan di wajahku.Jujur saja saat itu aku mulai
terangsang, kaki celana panjangku sudah naik kearah lutut. Bang Rijal
menghentikan pijatannya,dia merasa aku sudah tak sakit lagi.Aku di suruh untuk
menggerakkan kakiku itu. Syukurlah kembali baik dan gak terasa lagi sakitnya.
Bang Rijal lalu bilang dia akan keluar saja sebab malam sudah larut katanya.
Aku lalu berdiri dan minta dia tidur dikamar ini saja, biar aku yang keluar
kamar kataku. bang Rijal pun menuruti permintaanku. Aku kembali bangun dari
rebahan dan duduk, Bang Rijal pun kembali duduk diatas karpet itu. Namun dia
memandangku dengan senyam senyum. Aku heran apa yang menyebabkan ia tersenyum
seperti itu. Lalu dia bilang,yang seharusnya memijati aku adalah suamiku, dik
Risa ini aneh katanya. Dengan menutupi keadaan rumah tanggaku, aku bilang saja
bahwa suamiku kini di tempatkan di daerah dan menjadi kepala cabang
perusahaanya. Dengan mengangguk Bang Rijal bilang, kenapa aku gak ikut pindah
kesana. Akupun beralasan gak enak meninggalkan pekerjaan yang telah aku rintis
dan memulai yang baru lagi ditempat lain,apalagi kini kami sudah memiliki rumah
yang harus kami selesaikan cicilannya. Ia tampaknya mengerti dengan
keteranganku.
Aku merasa malam semakin dingin,
berdiri melihat putriku. Kututupi tubuhnya dengan selimut tebal, sebab aku
kuatir ia akan kedinginan malam itu.Lalu aku kembali duduk di lantai beralas
karpet itu dan ngobrol lagi dengan Bang Rijal, sepertinya dia belum ngantuk,
aku juga. Kami ngobrol masalah Mpok Esih juga istri mudanya kadang diselinggi
obrolan masalah sex dia dengan kedua istrinya. Aku mendengar dengan penuh
perhatian. Diam diam dalam hatiku merasa iri akan perhatian dia pada istrinya
juga rasa tanggung jawabnya pada keluarganya. Amat berbeda sekali dengan yang
dikatakan Mpok Esih selama ini. Sebagai laki laki aku rasa ia amat bertanggung
jawab, tidak seperti suamiku saat ini yang melalaikan keluarga. Tanpa aku
sadari aku menaruh simpati padanya, meskipun dia adalah seorang satpam dan
tukang ojek serabutan. Namun karena tanggung jawabnya pada keluarga ia bisa
menghidupi kedua keluarganya. Saat itu aku merasa amat kecil didepannya.
Herannya aku semakin tak kuasa mendengar obrolannya yang amat menyentuh hatiku.
Karena merasa capai dengan posisi duduk, akupun merebahkan kepala di bantal
kecil. Sambil rebahan aku mendengarkan kisah juga tentang kenakalannya dimasa
lalu. Aku antusias mendengarnya meski mulai dihinggapi rasa dingin yang menusuk
tulang, padahal aku sudah memakai celana panjang kimonoku. Bang Rijal melihat
aku yang kedinginan menyarankan aku untuk memakai selimut atau sweater. Aku
hanya mengambil selimut dari lemari kamar anakku dua lembar.yang satu buat Bang
Rijal dan yang satunya aku pakai.
Kututupi tubuhku dengan selimut,
namun Bang Rijal belum akan tidur tampaknya. Aku merasa saat itu seakan bisa
menerima dia dan juga perhatiannya pada kami selama ini. Ia tampaknya tulus
memberikan bantuan tenaga dan juga mau menemani putriku yang tanpa pamrih itu.
Heran aku kini koq semakin merasa dia adalah sosok laki laki yang aku rasa bisa
memberikan perlindungan padaku, pikiran pikiran itu muncul tiba tiba. Adakah
aku telah kehilangan akal sehatku dengan menempatkan seorang pria yang dulunya
amat aku takuti dan curigai karena perbuatannya dan juga kelakuannya yang amat
tidak aku sukai sebagai sosok laki laki pelindung. Aku semakin kehilangan akal
sehatku dan menilai nilai diri Bang Rijal dengan penilaian yang amat plus dan
tak menghiraukan dari mana dia dan bagaimananya sifat dan latar belakangnya
selama ini.Aku kini telah mengenyampingkan peran dan sosok suamiku yang
notabene masih sebagai kepala keluarga dan suamiku yang syah. Disaat itulah aku
dikejutkan oleh panggilan Bang Rijal yang tiba tiba mengagetkan aku yang sedang
melamun.Aku tersadar bahwa telah melamunkan hal yang gak aku sadari itu.Aku
lalu hanya senyum dan bilang tadi aku hanya membayangkan apa yang Bang Rijal
ucapkan.Ia pun lalu bilang jika aku ngantuk ya tidur aja kekamar sebab ia masih
belum ngantuk katanya. Aku merasa malu saat diingatkan disaat lamunanku terbang
kemana mana. Bang Rijal pun bilang,apa aku punya masalah,sebab dari tadi saat
dia ngobrol aku sepertinya menerawang dan tak nyambung. Dengan muka agak merah,
aku mengangguk dan membenarkan tebakannya itu.Bang Rijal pun terdiam dan hanya
memandangku saja, matanya tajam memandang bola mataku.Aku hanya menundukkan
wajahku, tak tahan ditatap seperti itu. Ia lalu berkata, jika aku tak keberatan
ya boleh diutarakan aja katanya lagi. Lalu ia bertanya apakah selama ini ia dan
istrinya sering membuatku merasa terganggu.Aku jawab bahwa gak ada hubungannya
lo Bang dengan keberadaan Bang Rijal disini. Lalu ia menebak lagi, apakah
suamiku tak suka jika ia dan istrinya sering membantuku? Aku hanya
menggelengkan kepalaku,pertanda tebakannya tak benar.Bang Rijal lalu
bilang,jika ia menganggu ketenangan aku,ya dia biar keluar kamar saja katanya
sambil berdiri. Aku lalu menahan tangannya agar tidak keluar kamar.Aku heran
kenapa saat itu langsung menahan tangannya untuk berdiri padahal dia bukanlah
siapa siapa aku.
Merasa aku tak menghendaki dia
keluar kamar, Bang Rijal pun mengurungkan niatnya.Dia lalu kembali duduk
disampingku.Ketika itu tangannya masih berada di genggamanku.Herannya aku tak
juga melepaskan tangan Bang Rijal.Kini kami duduk di lantai dengan
berdampingan.Dengan suara yang agak serak aku minta Bang Rijal menemani aku
sambil ngobrol meski aku tak peduli lagi aku bersama siapa malam itu.Apalagi
aku lihat putriku masih terbaring nyenyak dalam tidurnya,ia tak akan tahu
bagaimana problema yang aku rasakan saat ini. Apalagi untuk anak seusia itu
yang masih kecil. Disaat itu sebenarnya aku ingin ada yang menemaniku dan
mendengarkan keluh kesahku yang kini mendera, aku merasakan Bang Rijal cocok
untuk diajak ngobrol paling kurang sebagai penampung unek-unekku. Akupun lalu
menumpahkan segala beban yang ada di hatiku selama ini dan tak lagi memandang
dia siapa. Mulai dari saat aku menempati rumah ini hingga masalah rumah
tanggaku yang dilanda dilema. Dia juga semakin antusias mendengar penuturan
aku. Bang Rijal pun semakin merapatkan tubuhnya kepadaku yang pada saat itu aku
juga butuh tempat merebahkan kepalaku.Dalam keadaan labil saat itu,aku mandah
saja di dada bidangnya. Perlahan aku seolah nyaman rebah di dadanya, diapun
berusaha membuatku rileks. Aku mulai merasakan rasa damai dan tentram saat itu.
Bang Rijal lalu berusaha membelai belai rambutku.Ada rasa hangat yang aku
rasakan di saat itu.Belaiannya di kepalaku seakan mampu menghilangkan
kegundahanku selama ini.Aku sendiri sebenarnya amat bingung saat itu.Apakah
yang terjadi sebenarnya didalam diriku.Aku pun masih memegang tangan kiri Bang Rijal
dan Bang Rijal masih membelai rambutku juga samping pipiku.Aku merasakan semua
masalahku selama ini hilang saat itu.Kini aku memasrahan diri pada Bang Rijal.Aku
seolah tak memiliki pilihan lain lagi untuk keluar dari masalah ini.Aku tahu
ini amat bertentangan dengan norma kepatutan dan norma di masyarakat,apalagi
dia adalah seorang satpam yang tidak berhak ikut dalam prolema keluargaku.Apa
sih yang dapat aku harapkan dari dia? pertanyaan pertanyaan itu sering muncul
di benakku.Namun kemudian hilang begitu saja,seolah aku amat membutuhkan nya
tidak saja aku butuh teman curhat juga butuh hal lain yang tidak aku dapatkan
dari suamiku.Namun sebagai wanita aku masih dibatasi oleh rasa angkuh yang
tidak akan meminta sesuatu itu padanya.
Sebagai laki laki dewasa dan
berpengalaman ia seolah tahu apa yang aku butuhkan.Tanpa bicara ia mulai
membelai belai pipiku yang halus dan memberikan hawa nafasnya ke tengkukku.
Rasa geli dan hangat mulai menjalariku. Aku semakin membiarkannya melakukan
itu,dan suatu kesempatan dengan keberaniannya ia pun mencium bibirku.Aku
terkejut dan melepaskan kulumannya pada bibirku. Kulumannya terlepas, namun
anehnya aku tidak berusaha menjauh dari pelukannya. Aku kemudian melengoskan
wajahku kearah lain padahal aku melakukan itu semua adalah untuk menghindarkan
kesan aku amat butuh saat itu. Tampak Bang Rijal bukanlah laki laki kemaren
sore yang bisa aku bikin semaunya. Tanpa di suruh dia lalu meraih wajahku dan
kembali mengulum bibirku beberapa saat.
“Sudah ahhh Bang, aku gak bisa
bernafas nih” kataku berusaha melepaskan kulumannya.
Namun apalah dayaku untuk menahan
setiap tindakannya. Dia lalu melepaskan kulumannya dari bibirku, namun sebelah
tangannya sudah memasuki blus piyamaku. Dengan perlahan dan pasti,jari-jarinya
memasuki belahan dadaku dan berhenti di putting susuku. Rasa geli,juga nafsu
mulai melandaku. Aku tak kuat diperlakukan begitu olehnya. Tanganku berusaha
menahan gerakan jari-jarinya yang sudah berada di dalam bhku saat itu,
bagaimanapun aku merasa malu. Dengan sebisaku aku berusaha menahan setiap
gerakan jari-jarinya di permukaan putting susuku. ekuat aku menahannya sekuat
itu pula ia berusaha memilinnya ingga usahaku menahannya semakin melemah karena
deraan nafsu yang sudah mulai mempengaruhi setiap sendi tubuhku.
Di perlakukan seperti itu,aku
semakin terjerat oleh percikan birahi yang di kobarkan Bang Rijal.Perlahan dan
pasti ia berhasil melepas atasan piyama tidurku. an kini hanya tinggal bh yang
hanya menutupi sebagian kecil didadaku.Aku semakin terjebak ke jurang gairah
yang mulai menampakkan wujudnya. Aku pun kini seolah ikut menerima perlakuannya
saat itu. Rasa hangat yang di pancarkan jari jari Bang Rijal di permukaan
kulitku sanggup membuatku merelakan dia melepas pengait bh yang aku kenakan
saat itu. Lalu bibir Bang Rijal mulai merayap dan menggigit kecil putting
susuku secara perlahan,dan mampu membuatku seolah kembali menjadi seorang
wanita dewasa yang sempurna.Kulit dadaku seakan rela menerima semua
perlakuannya saat itu.Berulang ulang ia ekspos kedua bukit dadaku dengan
intensitas yang meninggi.Aku serasa di perlakukan utuh sebagai wanita. Dengan
kedua tanganku aku raih kepala Bang Rijal,seakan tak rela ia menyudahi
tindakannya itu.Saat ini aku tak peduli lagi siapa Bang Rijal dan apa
statusnya,yang penting saat ini bagiku,bagaimana dahagaku terpuaskan. Merasa
aku sudah menerima semua perlakuannya, Bang Rijal membisikkan sesuatu padaku.
“Dik…Rissa, dikamar dik Rissa aja
kita lanjutkan…gimana? kasian nanti Suci bisa bangun” terangnya dengan suara
yang menahan sesuatu.
Ia seakan yakin aku akan mau
melakukan hubungan yang lebih lagi denganku malam itu. Aku juga sadar Bang Rijal,ingin
melakukannya dikamarku agar anakku tidak terbagun dan tak ingin nantinya anakku
mengerti tentang hubungan yang kami lakukan.Saat ia meminta pindah
kekamarku,aku terbayang sedikit tentang kejadian yang akan terjadi.Apalagi
status kami yang cukup berbeda itu. Masih ada harapan bagiku untuk membatalkan
keinginan Bang Rijal saat itu. Sebelum aku bangun dari rebahan di lantai
bersama Bang Rijal aku kembali memunguti bh dan atasan piyamaku.Aku langsung
saja mengenakan atasan piyamaku tanpa mengenakan kembali bh yang telah terlepas
dari tubuhku oleh Bang Rijal tadi.Bra itu tetap aku pegang dan aku pun berdiri,
lalu membuka daun pintu yang masih tertutup.
Akupun keluar dari kamar anakku
dan berjalan kearah kamarku. Bang Rijal saat itu mengikuti aku kekamar.
Kudorong pintu kamar dan masuk ke dalamnya. Sesampai dalam kamar aku duduk
diatas ranjangku. Bang Rijal lalu menutup pintu kamar dan menguncinya. Ia lalu
duduk disampingku, diraihnya tanganku dan dibawanya kebibirnya dan diciuminya.
Melihat tingkahnya itu,aku seakan terenyuh akan sikapnya yang terlihat sabar.
Aku yakin tanpa aku mintapun malam ini ia akan melakukan hal yang belum pernah
aku lakukan selain dengan suamiku. Aku tahu ini,amat bertentangan dengan norma
agama dan adat ketimuran yang kuanut, apalagi aku termasuk wanita Jawa yang
amat menjunjung tinggi tata krama, namun saat ini seakan hilang semua.
Perbuatan dan penyelewengan suamiku seakan mencambuk diriku untuk melakukan
pembalasan, meski saat itu aku menyadari tidaklah benar tindakanku saat ini.
Bang Rijal,menyadari juga perbuatannya saat itu,menyalahi hukum dan amat
tercela,dengan suara berat seolah menahan sesuatu dia masih sempat bertanya
padaku.
“Dik Rissa rela..akan perbuatan
abang ini?” sambil menatap bola mataku dalam dalam.
Aku pun memandangnya dengan
tatapan yang tajam seolah menantang dia ,namun hanya beberapa saat.Aku kembali
menundukkan mukaku ada rasa malu jika aku memintanya melakukan itu.Bang Rijal
adalah laki laki dewasa yang sudah amat banyak pengalaman seolah tahu apa yang
harus ia perbuat. Sikap diamku saat itu seakan persetujuan untuk perbuatannya
selanjutnya. Sambil meraih kedua tanganku lalu tubuhku dibawanya kepelukannya.
Kini tubuh kami amat dekat, meski saat itu kami masih mengenakan pakaian. Namun
karena aku tak memakai bra saat itu,seolah mampu membuatnya semakin bernafsu
padaku. Ketika aku dalam pelukannya,aku merasakan ada rasa damai dan hangat
yang sudah lama tidak aku rasakan lagi.Ada rasa nyaman dalam pelukan Bang Rijal
yang bidang dan berotot itu,meski aku akui ada juga bau yang kurang sedap aku
rasakan saat itu.Namun semua rasa yang ada dalam diriku seolah mampu
mengalahkan bau bauan yang kurang sedap itu.Aku semakin tenggelam dalam sosok
tubuh Bang Rijal,iapun lalu mengulum bibirku,Aku berusaha semampunku untuk
menerima kulumannya,namun kembali bau kurang sedap dari mulutnya karena rokok
dan juga makanannya membuatku seakan hilang gairah.
Masih dalam pelukan ketat Bang Rijal,akupun
kembali terpaksa menerima kuluman panasnya di bibirku.Rasa geli karena kumisnya
yang bergesekan dengan bibirku mampu membuatku terlena. Apalagi jelajahan
lidahnya didalam rongga mulutku mampu membuatku susah untuk bernafas.Dipancing
seperti itu,aku mau tidak mau membalas kuluman Bang Rijal,hingga membuat lidah
kami seakan saling berkait dan ludah kami bercampur satu sama lainnya.Dengan
lincah tangan Bang Rijalpun melepas kancing atasan piyamaku hingga terlepas ke
lantai. Jari-jarinya itu pun memilin dan memutar putting dadaku hingga aku
semakin terlonjak nafsuku. Puas memainkan lidahnya di bibirku mulutnya turun
melata dikulit dadaku. Kembali aku merasakan geli yang amat sangat diperlakukan
begitu. Aku hanya bisa meraih kepalanya yang saat itu berada dibelahan dadaku.
Kalung yang aku gunakan seolah mengganggu aktifitas mulutnya didadaku. Dengan
tangan kirinya ia singkirkan kalungku kearah tengkukku lalu kembali ia menyedot
bukit dadaku bergantian kiri kanan.Berbagai rasa kembali menderaku. Aku masih
meraih kepalanya seakan tak ingin cepat berlalu.aku merasakan rasa basah di
organ vitalku saat itu.beberapa lama bang Rijal menggigit gigit dadaku dengan
lembut dan meninggalkan tanda di dadaku yang putih. Aku hanya mampu memicingkan
mataku dan menuruti perbuatan Bang Rijal. Tiba tiba ia menghentikan
aktifitasnya pada dadaku.Aku pun membuka mataku,ingin tahu apa yang menyebabkan
ia menghentikan perbuatannya itu.
Jujur saja aku merasa kecewa
karena ia menghentikannya, namun aku diamkan saja. Rupanya Bang Rijal sedang
melepaskan kaos yang ia kenakan dan tampak dadanya yang bidang,juga berbulu
lebat. Di bahunya terlihat sebuah tatto yang aku kurang mengerti gambarnya.
Setelah kaos yang ia kenakan lepas dari tubuhnya iapun langsung melepas celana
panjangnya. Kini ia hanya mengenakan celana dalam yang sudah terlihat menguning
dan ada lubang disana sini. Namun aku juga sempat melihat tonjolan besar
dibalik celana dalamnya itu. Dengan masih memakai celana dalam,bang Rijal
berjalan menuju aku. Dia meraih daguku dan kembali mengulum bibirku beberapa
saat. Kemudian aku pun dibaringkannya diatas ranjangku. Saat aku terbaring
menanti Bang Rijal, dia terlebih dahulu mematikan lampu kamar dan menghidupkan
lampu meja disamping ranjangku. Dengan hanya diterangngi lampu tidur,ia menaiki
ranjang tempat aku tergolek pasrah.Aku tergolek lemah diranjang dengan
bertelanjang dada dan masih mengenakan celana pendek piyamaku. Bang Rijal
menuju kearah kakiku, ia berusaha melepaskan celana piyamaku. Tidaklah susah
melakukan hal itu sebab aku sudah amat pasrah padanya. Celana yang aku kenakan
dilepas dan diletakkan dilantai samping ranjangku. Kini organ vitalku hanya
tertutup cd putih berbahan katun. Aku berusaha menyilangkan kakiku agar basah
di belahan kemaluanku tak terlihat Bang Rijal. Bang Rijal tidak melepaskan cd
yang aku kenakan itu.Ia membuka kedua kakiku. Lalu salah satu tanganku masuk
kedalam kain tipis penutup organ vitalku ini. Aku terkaget tak menduga ia akan
memegang kemaluanku. Tanganku langsung menahan tangannya. Namun ia amat kuat
dan tak berhasil kucegah jari-jarinya mulai masuk ke dalam jepitan
kemaluanku.Aku merasakan seperti disengat aliran listrik yang sanggup membuatku
kegelian dan seakan meledak.
Bang Rijal terus mengekspos
daging kecil di belahan kemaluanku membuatku semakin tak mampu menguasai diri.
Hingga akhirnya aku orgasme dan menjerit histeris oleh perbuatan tangan Bang Rijal.
Lelehan air cintaku seakan membasahi jari bang Rijal.Bang Rijal lalu menarik
dua jarinya yang basah oleh air cintaku. Ia membawa kedua jarinya yang basah
itu ke bibirnya dan menjilatnya. Tanpa ragu ia mencicipi air cintaku. Aku tak
sanggup melihat perbuatannya saat itu. Tubuhku semakin lemah karena orgasme
yang kualami setelah beberapa lama tidak lagi aku dapatkan. Aku tergolek pasrah
dengan kedua kaki terbuka. Kini Bang Rijal berusaha melepas cdku yang basah
oleh cairan orgasme. Tak sulit ia melepas cdku saat itu karena aku sudah amat
lemah dan aku pun sudah tak merasa malu karena kini aku sudah telanjang bulat
didepan orang lain selain suamiku. Kepasrahan aku membuatku tak merasakan rasa
malu ditelanjangi saat itu. Aku tak merasakan lagi dinginnya malam yang diguyur
hujan deras saat itu, yang aku rasakan hanya rasa puas,dan terbang keawang
awang. Tubuhku yang basah oleh keringatku pun tak lagi aku hiraukan juga jejak
cupangan di sekujur dadaku. Melihat aku yang masih telentang menikmati orgasme
yang aku dapatkan Bang Rijal pun seolah mengerti aku butuh waktu beberapa saat
untuk melepaskan rasa yang kini menderaku. Tak membutuhkan waktu lama untuk
kembali kekeadaan semula. Aku sadar bahwa Bang Rijal juga ingin kupuaskan namun
yang pasti dia ingin menggauli aku seperti hubungan suami istri.Aku merasa
bimbang saat itu.Apakah aku akan membiarkannya memasuki aku atau
menghentikannya.Aku tak punya keberanian saat itu.Aku tahu yang ia ingini
seperti umumnya laki laki ingin hubungan itu bukan hanya kepuasan sepihak
seperti yang aku dapatkan barusan. Bang Rijal memandang aku dan dengan tatapan
matanya, ia seakan minta aku rela untuk disetubuhinya. Aku pura pura tak
mengerti apa yang dia ingini itu. Melihat kondisi aku yang sudah sedia
kala,Bang Rijal melangkah kearahku. Ia berusaha kembali memancing nafsuku
dengan menciumi balik telingaku hingga tengkuk aku yang masih tersisa
butir-butir keringat. Aku kembali merasakan geli dan gairah yang kembali
muncul. Dengan penuh kesabaran Bang Rijal tanpa merasa jijik
sekalipun,menjilati kulitku,mulai dari leher,dada,perut,hingga belahan
kemaluanku. Dia juga menjilati kedua kakiku. Aku merasa seorang ratu yang
diperlakukan seperti itu. Tanpa merasa jijik sedikitpun ia jilati semua
permukaan kulitku yang masih basah oleh keringatku. Punggungku dan belahan
pinggulku tak luput dari jelajahan lidahnya. Aku semakin merasa salut dan
kasihan atas perlakuannya itu padaku. Aku tak akan mungkin menolak kehendak
bang Rijal saat itu. Ia memperlakukan aku lebih dari apa yang selama ini aku
bayangkan.Ini juga mungkin rupanya yang membuat Mpok Esih dan istri mudanya tak
mau dipisah oleh bang Rijal.
Dengan telaten Bang Rijal seperti
memandikan aku dengan lidahnya.Tak terlihat sedikitpun rasa lelah dan bosannya
saat itu.Diperlakuakn seperti itu seakan mampu memacu gairahku saat itu.Dan
Bang Rijal,lalu meraih kedua belah buah dadaku dan membelainya dengan
lembut.Padahal saat itu,aku sudah basah sekali di liang kemaluanku. Perlahan
dan pasti pilinan dan rabaan di dadaku mampu membuatku kembali bergairah. Aku
hanya mampu menghentakan kakiku di ranjang sehingga spreynya semakin kusut.
Sedang kedua tanganku hanya memegang rambut Bang Rijal yang masih asik di atas
perutku.Ia pun terus turun menuju ke kemaluanku.Kedua kakiku ia sibakkan dan
membuka. Kini tubuh kekar hitam Bang Rijal sudah berada di antara kedua kakiku.
Kepalanya singgah di lepitan kemaluanku, sementara lidahnya terus masuk ke
liangku. Seolah memancing lidah Bang Rijal terus merangsek masuk dan memasuki
celah organ intimku. Aku hanya bisa memejamkan mata dan tak mampu membukanya.
Aku semakin berada di titik paling labil saat itu.Aku berusaha menahan rasa
geli yang kini semakin membuatku kepayahan. Bang Rijal lalu melepaskan lidahnya
dari liangku. Aku merasa letupan birahi yang akan segera meledak padam kembali.
Bang Rijal seakan tahu kelemahan aku. Aku tak tahu harus berbuat apa,apalagi
rasa letupan itu tadinya hampir meledak. Namun Bang Rijal pun bergerak bangun
dan mengangkat kedua kaki dan menekuk lututku. Tampak saat itu Bang rijal akan
melakukan penetrasi kedalam kemaluanku.Bang Rijal berdiri dan melepaskan
penutup kemaluannya,yang tadi belum dibukanya.Setelah dibukanya penutup
kemaluannya itu aku terkaget. Kemaluan bang Rijal membuatku kaget dan takut
sekali. Ukurannya cukup panjang dan besar.Aku serasa tak percaya dengan apa
yang aku lihat saat ini.Aku bergidik karena membayangkan apakah au akan sanggup
menerima benda besar dan panjang itu.Padahal saat itu,kemaluan Bang Rijal
belumlah terlalu ereksi.Apalagi jika sudah dalam ukuran maksimal. Berbagai
bayangan ketakutan berkecamuk didalam pikiranku.Aku berusaha menolakkan
tubuhnya agar menjauh dari tubuhku padahal saat itu ia sudah siap siap untuk
melakukan perangsangan kembali kepadaku. Ia terlihat heran, merasa ada
penolakan dari aku saat itu,bang Rijalpun menghentikan Aktifitasnya,namun belum
bergerak dari kedua kakiku.Ia bertanya padaku dengan suara yang agak gugup.
“Adddaa…apa dik Rissa menolak
Abangg?”
“Bang…apa gak bisa kita undur
saja? Sebab…aku takut? punya abang…cukup..panjang dan besar” kataku gugup tanpa
melihat ke arahnya karena baru saja didera rasa kaget dan takut saat itu..
Bang Rijal mengangguk-angguk saja
perkataanku itu. Ia sadar miliknya cukup besar dan iapun tahu aku akan cukup
kaget menerima benda miliknya itu.
Bang Rijal tampaknya tidak mau
memaksaku untuk menerimanya saat itu. Ia cukup mengerti dengan alasan penolakan
aku. Ia amat bisa menjaga perasaanku saat itu. Memang saat itu aku cukup egois
dan tak berperasaan padanya. Namun rasa takut dan ngeri membuatku menolaknya.
Bang Rijal pun tak lagi memaksakan kemauannya.Masih dalam posisi diantara kedua
kakiku, ia lalu kembali merebahkan tubuhnya diatas tubuhku. Ia kembali mengulum
bibirku berulang ulang.Sementara keringatku kembali bercucuran di dahi dan
dadaku. Sebagai perwujudan terima kasih aku kepadanya yang tidak memaksaku
melakukan penetrasi aku pun menyambut kulumannya dibibirku. Lalu ia pun terus
turun kearah buah dadaku dan menjilat putting susuku beberapa kali sambil
mengigitnya.Gerakan mulutnya terus turun kearah perut dan singgah di organ
vitalku yang kembali mulai basah.Aku semakin tak berani memandangnya saat
itu.Hanya kedua tanganku yang terus memegang kepala dan bahunya yang sudah
licin karena keringat apalagi dia sudah menahan birahinya untuk memasuki
tubuhku. Ketika ia terus menjelajahi liang kelaminku, aku makin merasa terbang
dan merasa siap untuk menerimanya. Pikiranku terus bekerja tentang keinginan
Bang Rijal itu. Liangku aku rasakan sudah amat basah dan beberapa saat lagi
akan meledak.Bang Rijal tampaknya tahu aku akan mendapatkan orgasme,namun aku
dipermainkannya. Ia tiba tiba saja menghentikan jilatannya di belahanku yang
telah basah itu. Cairan di liangku ia telan dan aku kecewa dengan sikapnya
tadi.Aku gagal mendapatkan orgasme untuk yang kedua kalinya.
Kedua kakiku masih terbuka seolah
siap dimasuki kelamin Bang Rijal. Bang Rijal memandangku diam.
“Bang Oji jahat…aku abang siksa
seperti ini. Bang tolong lah bang…jangan siksa aku seperti ini!” permintaanku
saat itu.
Dengan pandangan yang masih
menahan birahi Bang Rijal membuka kedua kakiku terbentang. Aku tak lagi
menahannya untuk membuka kedua pahaku agar ia bisa mengekspos organ kelaminku
ini.
“Dik Rissa? abang ingin masuk…apa
di bolehkan?” bisiknya.
Ia terlihat amat menjaga
perasaanku meski ia juga terlihat amat tersiksa saat itu.Bang Rijal berusaha
mempengaruhi mentalku dengan menarik tanganku untuk memegang kemaluannya yang
cukup panjang dan telah siap dipakai itu. Aku yang menduga ia akan menarik
tanganku kearah pinggulnya tak tahu bahwa tanganku dibawanya kearah
kemaluannya. Aku terkejut dan melepaskan peganganku yang hanya beberapa saat
itu. Namun aku sudah cukup kepayahan saat itu.Rasa gatal di organ vitalku
menuntunku mengizinkannya memasukiku walaupun konsekwensinya aku akan merasa
sakit nantinya. Namun apalah yang terjadi nanti biarlah terjadi, demikian
perkataan bawah sadarku. Dengan sikap diam dan posisi kedua kaki yang sudah
terbuka,Bang Rijal lalu mengangkat kakiku. Ia menggeser pinggulnya kearah
lipatan kelaminku.
“Bangggg…sshhh!!!” dengusku
“Jaangann kaaasarr ya bangg” pintaku.
Bang Rijal diam saja sambil fokus
untuk memasukiku. Bertahap dan sangat lambat ia mulai meretas jalan bagi
kemaluannya memasuki aku.Kini dengan sangat hati hati dan tak ingin menyakiti
aku bang Rijal sudah menempatkan kepala kemaluannya di permukaan liangku.
Perasaan berdebar dan takut silih berganti menderaku.Aku pun memicingkan mataku
dan hanya berusaha untuk menahan tubuhnya jika nanti merasa sakit.Perlahan
namun pasti benda panjang dan besar itu,mulai masuk bertahap, aku mulai merasa
sesak di liangku, detik detik pertemuan kelamin kami membuat debar debar aneh
didadaku semakin keras.Dan rasa nyilu namun geli mulai aku rasakan.Karena
licinnya liangku saat itu, juga kondisi aku yang memang tidak perawan. Tanpa
kesulitan berarti kemaluan bang Rijal pun masuk kedalam kemaluanku meski saat
itu aku sempat menahan tubuhnya karena rasa ngilu di liangku.Aku merasakan
liangku seakan penuh oleh benda milik Bang Rijal.Bang Rijal terus maju kedalam
liangku dan iapun menghentikan gerakannya.Ia mendiamkan kemalauannya didalam
liangku yang sudah serasa penuh.Aku sungguh merasakan rasa nyilu yang amat
sangat juga penuh diorgan intimku ini.Beberapa saat kami sudah menyatu seperti
pasangan suami istri yang sedang memadu kasih.
Setelah kami sudah menyatu, Bang Rijal
mengulum bibirku.Aku menerimanya dengan mengulum juga lidahnya yang bermain
main membelit lidahku.Kini kami sudah menyatu satu sama lainnya. Ada rasa
penyesalan dalam sanubariku saat itu. Kini aku tidak beda dengan suamiku yang
juga telah berselingkuh dengan orang lain yang tidak aku kenal. Kini aku seakan
dibutakan oleh rasa dendam kepada suamiku. Aku sudah tak lagi berusaha
menyelamatkan rumah tanggaku yang sudah diambang kehancuran saat ini.
Perbuatanku bersama Bang Rijal saat ini merupakan perbuatan yang tidak
terampuni didalam suatu rumah tangga. Namun gejolak dalam tubuhku saat ini
mampu mengenyampingkan pikiran pikiran sehatku selama ini. Dalam sikap diam
beberapa saat itu Bang Rijal lalu menghentikan kulumannya dibibirku.Ia lalu
menarik kemaluannya keluar dan masuk lagi. Beberapa kali ia maju mundur masuk
kedalam kelaminku. Tampaknya kelaminku sudah dapat menerima kelamin Bang Rijal,
juga rasa nyeri dan ngilu sudah berangsur hilang diganti rasa nikmat dan birahi
yang meninggi.Aku merasa sudah siap untuk mendapatkan orgasme yang tertunda
tadinya.Gerakan Bang Rijal semakin kuat dan cepat.Tubuhku seakan boneka yang
gampang ia gerakan maju mundur. Aku pun mulai didera rasa yang mungkin tak
didapat saat bersama suamiku.Tubuhku bergerak kuat menerima sodokan kemaluan
Bang Rijal yang semakin cepat.Kedua Payudaraku juga bergoyang kuat dan
keringatku seolah membanjir di atas kulitku.Aku hanya merem menikmati gerakan
maju mundur bang Rijal yang saat itu memegang pinggulku.Sesekali ia meremas
payudaraku yang juga telah mengeras.Dan muara dari hubungan kelamin kami berdua
itu,aku pun semakin merapatkan kedua kakiku menjepit pinggul bang Rijal,dengan
dengusan yang aku tahan ,aku pun semakin meraih bahu Bang Rijal hingga gores
dan sedikit berdarah.Aku mendapatkan Orgasme dari persebadanan ini.Aku pun
terkulai lepas dan melepaskan cengkraman di bahunya dan kedua kakiku lantas
terlepas dari panggul Bang Rijal.Namun Bang Rijal seakan masih ingin terus
memberiku kepuasan sejati.Aku sudah tak berdaya mengikuti gerakan Bang Rijal.Ia
masih saja masuk dan keluar berulang ulang hingga aku merasa nyilu didalam
kemaluanku.Tak lama setelah aku mendapatkan Orgasme,Bang Rijalpun lalu
memajukan kemaluannya hingga mentok dan melepaskan spermanya didalam rahimku.
Aku tak berusaha melarangnya untuk klimaks didalam rahimku.Aku juga tak perlu
kuatir sebab saat ini aku masih melakukan kb jadi masih aman.
Setelah bang Rijal klimaks,aku
merasakan lelehan spermanya yang keluar dari liangku.Ia tak langsung melepaskan
kemaluannya dari liangku.Ia masih menindihku dan berada diatas tubuhku.tampak
ia cukup kelelahan saat itu.tak lama memang,kemaluan Bang Rijal mulai keujud
sebelumnya dan terlepas dari liang kemaluanku. Ia pun terkulai disampingku.Aku
pun berusaha menutupi tubuh kami berdua dengan selimut.Padahal saat itu hujan
masih mengguyur dengan cukup deras.seperti kebiasaan suamiku,setelah klimaks
langsung tertidur. Bang Rijal juga demikian, ia langsung rebah dan ngorok
disamping aku.Aku pun membelakangnginya,dan meresapi kejadian yang baru aku
alami itu.Aku berpikir keras ttg hubunganku yang sudah semakin jauh dengan Bang
Rijal.Aku pun sempat terbayang,mungkin begitu juga cara Bang Rijal berhubungan
dengan kedua istrinya.Pantas saja kedua istrinya tak mau minta cerai
darinya.Sebab dalam berhubungan Bang Rijal amat pengertian dan mampu memuaskan
hasrat kedua istrinya,yang kini aku rasakan juga. Letih dengan hubungan badan
yang baru aku alami dan pikiran pikiran ttg rumah tanggaku,akupun tertidur
membelakangi Bang Rijal yang tidur di sampingku saat itu.Tak lama memang,saat
itu telah menunjukan pukul 02.30, hujan telah reda dan hawa dingin malam
menusuk kulitku. Aku terbangun oleh gerakan gerakan yang aneh di sekujur
tubuhku. Aku berusaha membuka mataku dan terliat Bang Rijal sudah berada
diantara kedua kakiku.Ia ingin melakukan persebadanan lagi saat itu.Aku yang
juga sudah pulih dari rasa letih karena sempat tertidur beberapa saat lalu
menerima saja keinginan Bang Rijal itu. Tak lama kemudian kami sudah saling
mencumbu satu sama lainnya. Dalam keasikkan kami itu, bang Rijal lantas
menbisiki aku untuk melakukan oral padanya. Aku terkaget sebab aku tak sanggup
melakukan pada benda yang cukup besar itu. Apalagi selama aku berhubungan
dengan suamiku aku tak pernah melakukannya. Namun Bang Rijal memberiku
pengertian agar aku mau melakukan sebab nantinya aku pasti suka.Dengan masih
gugup dan takut aku mencoba memasukkan kemaluannya kemulutku. Mulanya bau khas
kelamin pria membuatku sedikit jijik, namun karena Bang Rijal yang menuntun
aku,makanya aku hanya mampu mengulum batangnya yang mulai keras itu.Memang
Batang Kemaluan Bang Rijal amat panjang dan tak muat oleh mulutku.Untunglah
Bang Rijal mau mengerti aku yang tak siap melakukan itu.
Kemudian kami pun saling membelai
agar birahi kami kembali terbakar.Tak memerlukan waktu lama memang,aku pun di
minta Bang Rijal untuk naik ketiubuhnya.Ia hanya telentang dengan kemaluan yang
tegak keras.Aku kemudian berusaha memasukkan tiang tegak milik Bang Rijal ke
lipatan kemaluanku.Dan beberapa saat kemudian aku pun bergerak naik turun.
Sungguh hebat sekali sensasi yang aku dapatkan saat itu. Kuakui bahwa
sensasinya amat dapat membuatku cepat orgasme. Sedang bang Rijal masih belum
apa apa. Aku terlanjur terkulai disampingnya.Dan Bang Rijal lantas membelai
belai payudaraku hingga aku merasa nikmat. Aku lalu ditelentangkannya dan kedua
kakiku dibukanya. Ia masih memilin payudaraku dan lalu menjilatinya.Mulutnya
lalu turun kearah perut dan liang kelaminku.Disaat aku sudah mulai kembali naik
birahi,Bang Rijal lalu memasukkan kemaluannya yang telah keras itu,hingga
mentok.Aku mendengus tertahan,merasa kelaminku penuh.Dan seterusnya ia memaju
mundurkan kemaluannya diliangku,Aku seakan tak diberi waktu bernafas malam
itu.Keringatku kembali membasahi tubuhku.Dan disaat aku akan mendapatkan
kembali orgasme,dengan mencengkram bahunya,Bang Rijalpun semakin kuat dan cepat
maju mundur dalam kelaminku.Bunyi bunyi pertemuan paha dan kelamin kami membuat
nafsu kami berdua semakin memuncak. Tiba tiba aku merasa diserang ribuan rasa
nikmat dan terbang. Aku orgasme dan Bang Rijalpun memuncratkan air cintanya
dalam tubuhku. Beberapa saat yang terdengar hanya deru nafas puas kami yang
terdengar.bang Rijal masih berdiam di atas tubuhku.Dia lalu melongsor
disampingku karena kemaluannya sudah kembali keukuran semula dan terlepas dari
kelaminku.Aku sangat puas atas kenikmatan ragawi yang diberikan Bang Rijal.
Tidak sama dengan yang di berikan suamiku yang setelah puas lalu menarik
kemaluannya dari liangku.Kemudian dengan rasa capai yang terasa di tulangku aku
tertidur berpelukan dengan Bang Rijal.Kini Bang Rijal bukan saja sebagai
petugas keamanan kompleks namun juga sudah menjadi orang yang amat penting bagi
kehidupan aku dan putriku.
Paginya disaat aku terbangun,aku
buru-buru membangunkan Bang Rijal agar jangan sampai kepergok putri kecilku.
Bang Rijal cukup paham akan kekuatiranku ini.Ia lantas mengenakan pakaiannya
yang sudah berceceran. Aku sempat melihat benda yang semalam memasukiku itu
yang kini terkulai lemas. Dengan sedikit malu aku lengoskan mukaku dari
pandangan mesra Bang Rijal. Setelah pakaiannya terpasang ia pun keluar kamar.
Bang Rijal langsung pulang kerumahnya,mumpung masih sepi dan belum ada yang
tahu.Aku pun lantas turun dari pembaringan,namun rasa nyilu dan pegal
dipersendian tubuhku membuatku bermalas malasan hari Sabtu itu.Untunglah hari
itu aku tak masuk kantor.Aku berusaha memunguti pakaiannku yang juga berceceran
di lantai dan memasukannya kedalam kain kotor.Aku pun membersihkan kain sprey
yang juga sudah awut awutan ditambah oleh adanya noda noda cairan sperma dan
keringat kami berdua.Aku lalu masuk kekamar mandi untuk mandi dan membersihkan
tubuhku yang aku rasakan lengket-lengket disana sini. Setelah mandi dan
berganti pakaian, aku pun memasukkan kain kotorku kedalam mesin cuci. Pagi itu
aku mencuci semua pakaian kotorku juga milik putriku.Tak lama memang aku pun
menjemurnya.Aku lihat dikamar putriku, rupanya dia sudah bangun dan aku ajak
dia untuk mandi pagi itu.Setelah memandikan putriku aku pun memasak makanan
yang akan aku makan berdua dengan anakku.Pagi itu perutku terasa lapar ,karena malamnya
memang habis bertarung birahi dengan Bang Rijal.Aku sempat senyum sendiri
membayangkan yang kami perbuat malam tadi.
Setelah semuanya beres dan aku
juga sudah minum suplement agar tubuhku tetap bugar,aku pun mengajak putriku
untuk jalan keluar.Sebab aku merasa berdosa padanya akibat perbuatanku dan bang
Rijal malam tadi. Dengan mobil aku ajak putriku jalan jalan ke pusat
perbelanjaan. Setelah beberapa jam melakukan jalan jalan dan membeli segala
keperluan,aku pun balik pulang.Dan di gerbang menuju kompleks,aku kami bertemu
Bang Rijal yang sedang tugas.Putriku minta berhenti dan ia ingin bertemu Bang Rijal.Lalu
tiba-tiba saja putriku minta agar kami jalan-jalan ke Anyer lagi. Ia ingin main
air laut katanya.
“Maaaa…Cici ingin ke pantai,
bareng Pak Rijal!” katanya dengan suara yang masih cadel.
Aku memandang Bang Rijal. Dengan
alasan Pak Rijal masih tugas aku berusaha menenangkan putriku. Namun Bang Rijal
bilang Bahwa ia tugas sampai jam 15,00.
“Nah sorenya kita bisa kesana dik
Rissa” terang Bang Rijal, “kan Besok hari minggu,abang bisa libur.”
Aku pun terpaksa menuruti kemauan
putriku itu. Setelah menyiapkan bekal seadanya, sore itu kami berangkat ke
pantai Anyer bertiga dengan Bang Rijal dan putriku. Selama perjalanan aku yang
menyetir sebab Bang Rijal tak bisa nyetir. Dalam perjalanan itu, putriku dan
Bang Rijal asik bercanda dan bermain main.Terdengar tawa keduanya yang duduk di
bangku belakang. Entah apa yang diketawakan mereka berdua. Tampak sekali
putriku butuh sosok ayah, dia terlihat manja bersama Bang Rijal. Sesampai di
Anyer,kamipun turun dan aku mengurus sewa villa yang akan kami tempati.
Aku dan Bang Rijal memasukki
villa dan membawa segala keperluan yang telah aku siapkan dari rumah.Aku pun
lantas mengeluarkan makanan juga penganan yang akan kami santap malam
nanti.Sementara aku di Villa asik masak dan menyiapkan makanan, Bang Rijal dan
putriku asik juga bermain di pantai hingga senja menjelang. Setelah puas
bermain main di pantai, putriku aku bersihkan dengan air hangat dan suapkan
makanannya. Mungkin karena telah lelah selama perjalanan dan main air laut,
putriku pun tertidur. Akupun membaringkannya di kamar yang satunya lagi agar ia
bisa dengan nyenyak tidur. Saat aku menidurkan putriku, bang Rijal sedang duduk
di beranda villa,sambil menghisap rokok.Aku pun memanggilnya untuk makan sebab
aku tahu ia tentunya sudah lapar juga.Malam itu kami pun makan berdua di meja
makan ruang tengah villa. Setelah makan dan menutup makanan dengan tudung yang
aku bawa dari rumah, aku pun keluar villa untuk mencari angin. Aku berjalan
menyusuri bibir pantai seorang diri dan tak lama kemudian aku sampai di pantai
dekat villa.tampak Bang Rijal masih duduk dipinggir pantai dekat Villa.Ia
sengaja tak jauh dari villa sebab kuatir nanti putriku terbagun dan
nangis.Apalagi katanya ia ingin menjaga villa agar tak dimasuki maling,sebab
didaerah itu sering terjadi kehilangan katanya.
Melihat aku yang berada di pantai
dekat villa, Bang Rijal berjalan kearahku.Dia lalu meraih tanganku.Seoalah kami
pasangan suami istri iapun lantas menciumi tanganku, aku lantas dipeluk dan
kamipun berjalan kearah villa. Masih dalam berpelukan kamipun masuk villa. Bang
Rijal lalu menutup pintu vila dan mengandengku kekamar. Sampai dalam, kamipun
naik ke pembaringan.Aku tak sanggup berkata apa apa sebab kami akan menjalani
sorga dunia yang baru kami lakukan.Tidak terlalu berlama lama kamipun sudah
dalam keadaan bugil. Dengan cumbuan dan rabaan yang cukup intens di payudara
dan liang intimku, malam itu pun kami melakukan hubungan kelamin untuk yang
kesekian kalinya. Bang Rijal kurasakan amat perkasa dan mengerti apa yang aku
inginkan. Kini aku sudah menemukan seseorang yang mampu mengisi hari hariku,
meski aku merasa sedikit cemburu jika ia berada di rumah istri istrinya. Malam
itu di vila yang aku sewa, aku kembali dihantarkan Bang Rijal menggapai
kepuasan sebagi wanita dewasa seutuhnya. Kini aku mendapatkan kepuasan itu dari
orang yang aku curigai dulu sering mengintipku itu, apalagi dulunya aku amat
tak suka padanya, namun kini aku sudah bisa menerimanya luar dalam. Aku selalu
merasa puas bersetubuh dengannya, selain kepuasan seksual, juga kepuasan
psikologis mampu membalaskan sakit hatiku pada suamiku yang juga berselingkuh
di luar sana.
0 Response to "ku balas perselingkuhan suamiku"
Posting Komentar