Kurang lebih 4 tahun yang lalu
papanya mengalami kecelakaan. Sebagai pengusaha sukses tentu saja ia memiliki
supir, namun ada kalanya di hari libur, ia menghabiskan waktu bersama kolega
atau relasi bisnisnya secara personal. Saat itu ia dijemput seorang relasinya
untuk bermain golf. Saat mobil yang dikendarai relasinya melaju kencang di
jalan tol, mereka mengalami kecelakaan, bertabrakan dengan truck di depannya
yang mendadak mengerem. Relasinya meninggal di tempat, sedang papanya mengalami
cedera berat sekali, pinggang dan kakinya tergencet dashboard mobil. Sungguh
keajaiban, akhirnya papanya bisa melewati masa kritis. Awalnya kaki papanya tak
bisa berfungsi, namun berkat terapi dan pengobatan, baik di dalam dan di luar
negeri, akhirnya papanya bisa berjalan kembali, hanya kadang suka mudah lelah.
Papanya sangat mensyukuri karena bisa lolos dari musibah itu, selain itu juga
menyadari, kasih dan perhatian Lena, istrinya serta Tommy anaknya juga berperan
memberinya kekuatan untuk sembuh dan melalui semua itu.
Tommy kuliah di sebuah
Universitas Swasta. Selain dia juga ada Sandi, 18 tahun, sahabat karibnya, dari
SMP mereka sudah satu sekolah. Sudah sangat mengenal satu sama lain. Tumbuh
besar dan bandel bersama. Hari ini belum terlalu siang, masih jam 11 lewat,
Sandi asik duduk di sofa di rumah Tommy. Mereka sudah pulang kuliah, tadi ada
pengumuman, kuliah siang nanti dosennya berhalangan, ada penggantinya, tapi
mereka malas, paling juga asistennya, kasih foto copy-an. Sandi lalu mengajak
Tommy buat menemani dia saja, katanya dia ada obyekan kecil di daerah Bogor.
Biasa, si Sandi memang dari dulu otak bisnisnya encer, apa saja kalau bisa dia
obyekin maka dia akan kerjakan dengan serius. Tommy setuju saja. Berhubung
Tommy kuliah mengendarai motor, dan Sandi hari itu bawa mobil, maka mereka
pulang dulu ke rumah Tommy sekalian menaruh motor. Sesampainya di rumah, Tommy
mendapatkan rumahnya sepi. Memang mamanya tidak mau pakai pembantu. Katanya
cuma Tommy dan papa saja di rumah, tidak perlu pembantulah. Sandi sendiri sudah
sering banget ke rumah Tommy, sering nginap, demikian juga Tommy, kedua
orangtua mereka juga sudah saling kenal. Sandi sedang asik nonton TV, sambil
menghisap rokok dan minum air es. Rencananya mereka pergi jam 1-an. Tommy
menelepon mamanya.
”Halo ma, ada di mana..?”
”Mama lagi pergi sama teman mama,
kamu di mana Tom...?”
”Di rumah, tuh sama Sandi.”
”Lho, kamu nggak kuliah...?”
”Nggak, dosennya berhalangan. Oh
ya ma, Sandi ngajak Tommy ke Bogor siang ini. Pulangnya malaman dikit, boleh
ya.”
”Ke Bogor...? Ngapain..? Naik apa
?”
”Katanya dia ada urusan. Dia bawa
mobil...boleh ya.”
”Ya sudah, hati – hati. Bilang
Sandi jangan ngebut. Kunci rumah sebelum pergi.”
”Oke...thanks ma.”
Tommy mematikan HP-nya. Dia sih
tak keberatan menemani sohibnya. Daripada di rumah. Si mama kadang suka reseh,
nggak bisa lihat orang santai, ada saja yang disuruh. Sekarang dia asik ngobrol
sambil nonton TV sama Sandi. Biasa, ngomongin ceweklah, apa lagi sih bahan
omongan yang menarik bagi remaja seusia mereka. Lumayan seru dan cukup lama
mereka ngobrol, Sandi memanggil tukang mie yang lewat, lalu mereka makan. HP
Sandi bunyi, Sandi melihat peneleponnya, lalu mulai bercakap. Ternyata
mengabarkan, siang ini orang tersebut tak bisa bertemu Sandi. Batal deh. Sandi
mengakhiri percakapan. Kembali bicara sama Tommy.
’Wah, sorry nih bro, loe dengar
kan barusan, batal deh kita pergi.”
”Ya sudahlah, nggak masalah.”
”Gini saja, karena gue sudah bawa
boil, kita jalan saja yuk, gimana...?”
”Ah malas deh San. Loe sendiri
saja. Gue mau tidur.”
”Ya sudah kalau begitu. Gue cabut
dulu ya, ke tempat si Susi, biasa...hehehe.”
”Dasar loe ngeres.”
Susi itu pacarnya Sandi. Tommy bukannya
malas jalan sama Sandi, tapi tadinya dia setuju nemani Sandi ke Bogor karena
buat ganti suasana saja. Enak, udaranya sejuk. Kalau akhirnya batal dan cuma
muter – muter di Jakarta juga, dia malas, mendingan dirumah, tidur. Akhirnya
Sandi pulang. Tommy merapikan gelas dan asbak. Dia bermalasan. Pikirnya, enakan
juga tidur, lebih baik HP juga di silent saja ah. Tommy lalu mengunci pintu dan
mencabut kuncinya, mamanya punya kunci sendiri. Dia lalu ke kamarnya, kamarnya
terletak berhadapan dangan ruang tamu, dibukanya pintu kamar lalu ia menutup
pintunya, tapi tidak sampai rapat benar, biar nanti bisa dengar kalau ada
orang. Lampu sengaja ia tidak nyalakan. Kamarnya jadi gelap walau hari masih
jam 12 lewat. Tommy mulai merebahkan tubuhnya dan tidur.
Tommy membuka matanya perlahan,
masih agak mengantuk, ia melihat HP-nya, jam 3 lewat. Tadi ia terbangun karena
sepertinya ia mendengar suara – suara. Ditajamkannya telinganya, sepertinya
mamanya sudah pulang. Tommy diam sejenak, biasa bermalasan sebentar kalau baru
bangun tidur. Kondisinya sudah segar, ngantuknya sudah hilang. Baru saja ia
memutuskan untuk turun dan menyapa mamanya. Paling mama akan bertanya kenapa ia
tak jadi pergi. Tiba – tiba ada suara HP berbunyi, kaget Tommy. Lupa HP nya
sendiri tadi ia silent. Itu HP mamanya yang berbunyi, ia lalu mendengarkan
suara mamanya. Tentu hanya suara mamanya saja yang ia dengar, suara lawan
bicaranya tidak bisa ia dengar.
”Iya, tadi aku baru pergi sama si
Reni, dia minta temani beli baju buat anaknya.”
”..............”
”Betul, katanya sih bagus.
Kebetulan tadi di mall sekalian aku beli DVDnya, sekarang aku mau praktekkan,
mumpung juga rumah lagi sepi.”
”.............................................”
”Iya...aku dengar sih juga
begitu, kabarnya gerakannya bagus buat kesehatan perut, juga punggung, nanti
deh kalau memang jeng Tuti mau, aku bikin copynya.”
Oh rupanya mama tadi pergi sama
temannya, Tante Reni. Dari yang Tommy dengar juga, mamanya sedang asik bercakap
di telepon dengan Tante Tuti, temannya dekat sini. Yang juga suka senam.
Sepertinya membahas kaset DVD senam. Mamanya memang rajin merawat tubuhnya,
menjaga makannya, olahraga dan senam. Kadang mama suka senam di sanggar senam
dekat sini, kadang di rumah saja. Sepertinya mama baru membeli kaset DVD senam
baru. Hal yang biasa, untuk praktek senamnya. Tommy jadi mengurungkan niatnya
untuk keluar kamar.
Sejujurnya Tommy di usianya yang
sekarang ini, bukanlah remaja yang lugu lagi, tentu saja di usianya ia sudah
mengenal dan belajar banyak tentang wanita dan juga seks. Medianya banyak,
lewat teman, majalah, film juga internet. Bahkan juga ia sudah sering melakukan
hubungan seks dengan Yeni, pacarnya. Namun tetap saja ia mengagumi mamanya.
Mamanya seringkali menjadi khayalannya. Ia sangat suka dengan mamanya yang di
usianya yang ke 37 masih terlihat cantik dan juga memiliki tubuh yang menarik.
Namun sejauh ini mamanya hanya menjadi khayalannya saja, tak pernah ia melihat
tubuh mamanya secara langsung. Walau mamanya rajin senam di rumah, jangan harap
Tommy melihatnya dengan baju senam mini atau seksi, mamanya hanya memakai kaos
dan celana pendek saja. Ya, tak apalah, toh tetap saja menarik dilihat. Kali
saja ada gerakan yang seru. Lagipula mama juga mengira ia sedang tak di rumah.
Tommy lalu mendekat ke dekat
pintu kamarnya yang menyisakan celah sedikit, karena ia tak menutupnya rapat.
Sempat ia khawatir mamanya akan melihat pintunya yang tak rapat, lalu
merapatkannya. Ruang tamu itu masih kosong. Didengarnya suara dari kamar
mamanya, memang di kamar mamanya juga ada TV dan DVD, namun mamanya lebih suka
senam di sini, lebih luas dan sejuk. Tak lama dilihatnya mamanya, memakai kaos
agak ketat dan celana pendek, sedang menggelar matras kecil yang biasa ia
pakai. Setelah itu mamanya kembali ke kamarnya, kembali lagi membawa benda di
tangannya, Tommy tak melihatnya secara jelas, ada beberapa kotak film, juga benda
berwarna merah jambu, mamanya menaruhnya di sofa, Tommy tak melihat terhalang
pinggiran sofa.
Mamanya mendekat ke arah TV,
menyalakan TV dan DVD, tak melihat sama sekali ke pintu kamar Tommy. Tak lama
terdengar suara TV, agak keras. Tommy mengintip dan melihat mamanya mulai
melakukan senam mengikuti gerakan di TV. Dilihatnya sesekali tetek mamanya di
balik kaos bergoyang saat mamanya bergerak, pahanya juga putih dan mulus. Walau
mamanya memakai kaos yang agak ketat saja, namun Tommy dapat melihat lekuk
tubuh mamanya yang seksi dan menarik. Teteknya terlihat besar saja. Saat
gerakan berbaring, mamanya mengangkat dan meregangkan kakinya, Tommy jadi
berfantasi, membayangkan seperti apakah keindahan di baliknya. Kont01nya rada
mengeras. Peluh mulai mengaliri wajah dan tubuh mamanya. Hampir sejam ia sudah
melakukan senam. Tommy sebenarnya sudah memutuskan mengakhiri mengintip, dan
mau kembali berbaring di tempat tidur, ketika ia mendengar mamanya bergumam
sendirian....
”Duh...gerah banget. Sekalian
mandi deh habis ini....”
Sebenarnya tak ada yang istimewa
dari ucapan itu. Yang luar biasa dan membuat mata Tommy nyaris melotot adalah
sesudah kelar bergumam, mamanya membuka kaosnya dan celana pendeknya,
Woowww....mamanya hanya mengenakan CD putih saja. Tommy melihat tetek mamanya,
besarnya...dihiasi pentil yang menawan. Jantung Tommy berdetak kencang,
kont01nya kini berubah, dari yang agak – agak ngaceng saja, sekarang mengeras
sepenuhnya. Tentu saja Tommy tak jadi mengakhiri kegiatan ngintipnya, sekarang
lagi seru banget situasinya. Mamanya nampak sedang melakukan gerakan
pendinginan. Ya ampun...ketek mamanya ternyata lebat, Tommy sedikit mengernyit,
setahunya saat mamanya memakai baju atau kaos yang berlengan pendek, dan ia
mengangkat lengannya, biasanya keteknya bersih....tapi itu bukan masalah saat
ini. Tommy menyaksikan tetek besar mamanya bergoyang – goyang, perlahan Tommy
memelorotkan celananya, mulai asik mengocok kont01nya. Dilihatnya CD
mamanya,tampak tebal sekali. Gila....jadi beginilah tubuh mamaku, lebih seksi
dari Yeni pacarnya. Tommy tiba – tiba berpikir....sayang banget melewatkan
kesempatan langka ini, belum tentu aku seberuntung dan mendapatkan kesempatan
langka ini lagi, harus kuabadikan. Perlahan ia melangkah mengambil HP-nya, ia
segera mengaktifkan mode kamera. Tapi nanti bisa ketahuan dong pantulan cahaya
di layarnya. Gampang, tutupi tangan saja. Lalu ia kembali ke tempatnya
mengintip tadi. Dengan satu tangan diarahkannya lensa kamera HP-nya, sembari
menutupi layarnya. Satu tangannya asik mengocok kont01nya. Mamanya masih
melakukan senam pendinginan. Untung pikir Tommy, kepikiran merekam, karena
sebentar kemudian mamanya nampak melemaskan tubuhnya sambil menghembuskan
nafas, tanda mengakhiri senamnya. Sedikit kecewa Tommy jadinya. Ia menurunkan HP-nya.
Matanya melihat mamanya mendekat ke TV, Tommy lalu agak menjauh, namun ia masih
melihat mamanya, mengeluarkan kaset senamnya. Setelah mamanya menjauh dari TV,
Tommy kembali mengintip, dia tak mau melewatkan moment yang akan segera
berakhir ini.
Tadinya Tommy berpikir mamanya
akan segera melipat matrasnya seperti biasa kalau ia sudah kelar senam. Tapi
kok mama malah mengambil bantal sofa, meletakkannya di matras, lalu astaga mama
malah berbaring di atas matras itu. Bantal sofa dijadikan bantal untuk
kepalanya. Hanya ber CD saja. Nampaknya kembali menyaksikan TV. Tommy baru
sadar TV belum dimatikan, hanya suaranya kecil. Tadinya Tommy tidak terlalu
mendengar, namun setelah ia coba mempertegas pendengarannya, sepertinya film
barat, dari suara percakapannya. Mamanya dilihatnya asik menonton TV. Tommy tak
peduli lagi dengan acara TV itu, matanya fokus menjelajahi tubuh mamanya.
Nampak pentil yang mencuat dan menantang. Perlahan sambil mengocok kont01nya,
ia merekam kembali dengan HP-nya.
Lama kelamaan Tommy mulai merasa
aneh, dilihatnya mamanya mulai gelisah, sesekali tangannya nampak membelai CD
putihnya, mula – mula jarang, lalu mulai membelai dan mengelus – ngelus CD-nya.
Telinga Tommy mulai menangkap suara desahan dari TV, walau kecil namun terdengar.
Astaga...mamanya sedang nonton film bokep. Tak lama tangan mamanya mulai
menyusup ke balik CD-nya. Asik memainkan isi di dalamnya. Tommy terpaku
memandangnya. Kont01nya keras sekali sudah. Hal berikutnya sangat mengejutkan
Tommy, terlalu indah rasanya hari ini, membayangkannya saja rasanya tak
mungkin. Seakan tak puas terhalang CD-nya, mama lalu memelorotkan CD-nya.
Gilaaa....lebat banget jembut mama, tebal dan hitam. Belahan memeknya nampak
agak mekar karena tadi mama memainkannya. Tommy makin berdebar, kocokannya
makin cepat. Sementara di ruang tamu, keadaannya juga sama.
Mama mulai memainkan jarinya,
membelai belahan memeknya, naik – turun, belahan memek itu lalu nampak makin
memekar, dan menampakkan lobangnya yang kemerahan. Mama mulai memainkan jarinya
di atas it1lnya, membelai dan memilin – milinnya, sesekali terdengar suara
desahan mamanya. Sesekali jarinya menusuk dan memainkan lobang memeknya,Tommy
benar – benar terangsang menyaksikan adegan yang tak pernah ia bayangkan ini.
Ia masih asik merekam, juga tetap mengocok kont01nya. Kocokannya makin
cepat...cepat dan croot...croot...pejunya muncrat membasahi pintu kamar. Namun
Tommy tak peduli, kont01nya masih keras, dan pemandangan di luar juga masih
berlanjut. Ia tetap mengocok kont01nya. Di luar sana, mama nampak makin asik
memainkan memeknya dengan jarinya, memainkan it1l dan lobangnya, sesekali
pantatya agak terangkat, desahannya juga terdengar enak sekali. Tak lama
berselang, Tommy melihat mamanya makin cepat memainkan jarinya, desahannya juga
agak meningkat...dan diiringi desahan yang kuat dan pantat terangkat, Tommy
menyaksikan mamanya orgasme, nampak mamanya terdiam lemas.
Namun Dewa keberuntungan sedang
suka sekali sama Tommy hari ini. Belum berakhir keberuntungan Tommy hari ini,
setelah terdiam sebentar, dan Tommy hanya mendengar suara desahan dari TV saja,
mamanya mulai bergerak, agak menaikkan badannya, tangannya nampak menggapai
sesuatu, mata Tommy terhalang pegangan sofa, tangan mamanya meraih benda itu,
merah jambu cerah...astaga....itu...itu kan dildo...kont01 imitasi. Mau apa
mamanya ? Belum kelar kebingungan Tommy, mamanya mulai beraksi kembali.
Tangannya mulai memainkan Dildo itu, mengeluskan ujungnya ke memeknya yang
sudah basah dan melebar. Memek itu nampak kemerahan sekali, terlihat jelas
bagian dalamnya. Tommy meneguk ludahnya....Puas mengelus – ngelus, mamanya lalu
mulai memasukkan kont01 imitasi itu ke lobang memeknya, tanganya asik mengeluar
masukkan mainan itu, sementara sesekali satu tangannya asik meremas tetek
besarnya, memilin pentilnya. Terdengar desahan mamanya, sangat merangsang,
membuat kocokan Tommy makin cepat saja pada kont01nya. Sesekali dilihatnya
mamanya memencet tombol diujung mainan itu, membuat mainan itu bergetar,
menggelitik memeknya dan membuatnya mendesah kembali. Gila...pikir Tommy..tak
kusangka mama ternyata suka seperti ini. Lena, masih asik memainkan dildo
tersebut, mengocokkannya dengan cepat sambil memainkan tombolnya, pantatnya
sedikit terangkat sesekali, dan akhirnya ia kembali orgasme...lemas...terkulai....puas...setidaknya
saat ini. Tommy juga baru saja ngecret untuk yang kedua kalinya, matanya masih
memelototi mamanya yang terbaring lemas setelah orgasme tadi.
Tak lama mamanya, Lena, mulai
bangkit, menuju TV, Tommy segera menjauh dari pintu, HP-nya ia turunkan, nampak
mamanya mematikan TV dan DVD, membereskan kaset, lalu dilihatnya mamanya
merapikan bantal sofa dan matras, tak lama ia mendengar mama membuka pintu
kamarnya, mandi, kamar mandi mamanya ada di dalam kamarnya. Tommy masih di
kamarnya yang gelap, masih belum sepenuhnya tersadar, sungguh....hal yang baru
dilihatnya hari ini sangat...sangat menakjubkan, tak pernah ia bayangkan,
bahkan dalam mimpinya yang paling liar sekalipun. Satu hal yang pasti, mamanya
pasti mengira rumah benar – benar kosong saat ini. Dibukanya hasil rekaman
HP-nya, sangat bersyukur dapat merekam semuanya, nyaris tak terekam semua,
karena dari sisa memorynya, sangat minim saat ini. Hanya sekilas ia melihat,
lalu mematikannya. Buru – buru ia mencari kaos yang kotor, melap sisa pejunya
di pintu kamar dan ubin. Lalu ia memakai celana panjangnya dan kaos, pelan –
pelan keluar kamar. Motor tak bisa dibawa. Mamanya mengira ia sedang pergi sama
Sandi, maka sebaiknya sekarang ia keluar. Pulangnya nanti agak malam, biar mama
tak curiga. Dibukanya pintu rumah perlahan, lalu ia kunci kembali dari luar. Di
luar ia berjalan menuju pangkalan okek, minta antar ke jalan raya di depan.
Naik Bus ke kostnya Yeni. Ia benar – benar butuh pelampiasan yang sepadan untuk
hari ini. Dan apalagi yang pas kalau bukan Yeni, pacarnya.
Sudah dua bulan berlalu sejak
saat itu, Tommy telah memindahkan hasil rekaman yang menakjubkan itu ke
laptopnya, menyimpannya dalam folder terproteksi. Menghapus rekaman yang di HP.
Bukan apa – apa, HP-nya suka dipakai sama Yeni, kadang Sandi suka pinjam, kalau
lagi habis pulsa atau mau main game, lebih baik wapada. Sedang dia sendiri,
makin terobsesi saja sama mamanya, bila dulu hanya berkhayal atau berfantasi
saja membayangkan bagaimana tubuh mamanya, kini ia bisa melihat rekaman tubuh
mamanya bahkan saat mamanya sedang bermartubasi. Sungguh sangat...sangat
membuatnya terobsesi, namun tak bisa lebih dari itu, tahu hal itu mustahil dan
sulit. Mau nekad...? Tommy tak berani. Maka rekaman itu menjadi sarana
pelampiasannya saat ber-onani ria. Namun dalam keseharian Tommy makin sering
memperhatikan mamanya, mencuri pandang ke arah teteknya, pantatnya. Terkadang
Lena memang menangkap basah mata Tommy sedang menatap ke arah teteknya, dan
Tommy buru – buru mengalihkan pandangannya ke arah lain, namun ia tak terlalu
menaruh curiga, mungkin kebetulan saja Tommy sedang memandang ke arah situ.
Sudah malam saat ini. Doni sedang
duduk di ruang tamu, merokok sambil melamun. Baru saja ia membuat kopi untuk
menemaninya duduk merokok. Istrinya Lena dan anaknya Tommy sudah tidur. Doni
menghembuskan asap rokoknya, pikirannya mengembara. 4 tahun yang berat...berat
sekali. Dirinya bersyukur bisa selamat dari kecelakaan maut itu. Butuh waktu
lama untuk pulih, namun akhirnya ia pulih, mampu berjalan kembali. Kembali
sehat dan juga didukung anak dan istrinya. Bisnisnya juga lancar dan makin
maju. Namun jauh di dasar hatinya, Doni tersiksa, bukan hanya untuk dirinya,
tapi juga untuk Lena, istrinya. Sebagai suami, Doni memang sudah melakukan
segalanya, bahkan sangat berlebihan. Lena diberinya nafkah lebih dari cukup,
sangat besar bahkan. Namun.....hanya nafkah materi saja. Tugasnya yang lain
terbengkalai atau lebih tepatnya tak mampu ia lakukan. Ya, kecelakaan maut itu
ternyata juga ikut mempengaruhi kejantanannya. Kata dokter, saat pinggang dan
kakinya tergencet saat kecelakaan dulu, ada beberapa saraf dan urat yang
berhubungan pada alat vitalnya yang ikut tergencet dan terputus. Awalnya memang
ia tak menyadari, di awal penyembuhannya, tentu saja ia dan istrinya
konsentrasi pada penyembuhan dan pemulihan fisik, tak kepikiran sedikitpun buat
melakukan hubungan seks. Setelah melewati itu dan kondisinya membaik, juga
karena lumayan lama tak berhubungan, maka ia kembali ingin menyetubuhi
istrinya, ternyata kont01nya tak mampu berdiri. Mungkin hanya efek sementara
pikir ia dan istrinya. Berikutnya ternyata sama saja, lalu berikutnya lagi sama
juga, maka ia mulai memeriksakan diri, hasilnya ternyata memang ada gangguan
pada alatnya dan itu.......permanen. Tak menyerah ia mencoba berbagai macam
cara, tradisional, modern, meminum ramuan tradisional, dalam dan luar
negeri...hasilnya....nihil. Tetap tak mampu. Segala macam kesuksesan seakan tak
berarti saat ia menyadari kini ia impotent. Butuh waktu sebelum akhirnya ia
menerima dengan pasrah keadaan ini.
Lalu Lena..? Sungguh, sangat
beruntung ia memilikinya sebagai istri. Sangat pengertian dan amat membantunya.
Saat kecelakaan itu, juga saat mengetahui ia sebagai suami tak mampu lagi
memuaskan dirinya. Di usianya saat itu, gairah Lena sebagai seorang wanita
sedang tinggi, saat ini pun juga, namun ia bisa menerima. Masih ia ingat
kehidupan seks mereka sebelum musibah ini terjadi, betapa bergairahnya dan juga
menyenangkannya Lena. Memang suatu waktu setelah hal ini, Lena pernah berbicara
padanya, meminta ia membeli alat, Dildo, karena Lena malu untuk membelinya
sendiri. Katanya saat itu, bahkan ia mengatakannya dengan nada amat menyesal,
takut melukai hatiku sebagai suami, masih aku ingat jelas : ”Maafkan aku,
sungguh aku tak mempermasalahkan keadaanmu, tapi sebagai istri terkadamg
keinginan itu datang, jadi tolong mengerti, aku butuh itu saja, saat ini hanya
itu yang terbaik, aku bisa memenuhi hasratku dengan alat itu, tolong jangan kau
marah..” Marah...? Tentu saja tidak. Aku mengerti dan maklum, sekaligus merasa
malu atas ketidakmampuanku. Lena sebagai wanita mempunyai hasrat dan memilih
menyalurkannya dengan alat bantu. Lena sebagai istri memiliki hasrat dan
memilih tidak mengkhianatiku dengan mencari lelaki lain. Sungguh, aku mengagumi
ketabahan dan penerimaannya. Aku tahu betapa menderitanya ia. Dan malam ini,
saat ia mengira aku tertidur, aku bisa mengetahui dia sedang bermartubasi,
hatiku sedih dan pedih atas penderitaannya dan juga ketidakmampuanku. Lalu saat
dia tertidur sekarang ini, aku keluar dan di sinilah aku, merokok, merenung dan
berpikir. Ada suatu ide...ide gila atau tidak entahlah, sudah agak lama bermain
di pikiranku. Tapi hari ini aku sudah bulatkan hati, aku akan mengatakannya
pada Lena, sudah terlalu lama ia berkorban dan menderita, kini aku harus
membalas semua itu. Donipun menghabiskan kopi dan rokoknya, lalu menuju kamar,
senyum puas tersungging di bibirnya. Ya...ia bahagia dapat memutuskan hal ini
dengan mantap.
Jam masih menunjukkan jam 10
lewat. Lena duduk di sofa. Rumah kosong, Tommy sedari pagi sudah pergi kuliah.
Suaminya, baru saja ke kantor bersama supir. Matanya nanar menerawang,
pikirannya dipenuhi berbagai macam hal, masih memikirkan pembicaraan suaminya
tadi sebelum berangkat ke kantor. Pembicaraan di kamar mereka...pembicaraan
yang sungguh gila baginya. Ia seperti masih bisa mengingat satu persatu
percakapan mereka.....
”Len...ada yang mau aku
bicarakan...”
”Ada apa mas Doni...?”
”Len, kamu tahu kondisiku
kan...?”
”Kondisi apa mas...? Kalau
kondisi mas yang itu...lebih baik nggak usah dibahas deh.”
”Memang yang...itu, dan harus aku
bahas. Sekarang kamu dengarkan, mungkin kamu akan berpikir aku gila, tapi kamu
dengarkan saja, nanti mungkin bisa kamu pertimbangkan.”
Lena mulai duduk dengan agak
serius. Sekian lama menikah dengan lelaki yang ia cintai ini telah membuatnya
mengetahui kalau suaminya sedang serius, berarti memang hal penting.
”Ngg...kamu puas hanya dengan
alat itu saja buat memenuhi...ngg..kebutuhanmu...?”
”Duh...mas ini ada – ada saja deh
pertanyaannya...”
”Jawab saja Len...jujur, tak usah
kau pikirkan perasaanku.”
”....Hmm..gimana ya, antara ya
dan tidak mas. Tapi mas, yakinlah aku nggak mempermasalahkan itu, aku tetap
bisa menerima keadaanmu ini.”
”Ya...ya...aku tahu itu, dan aku
bersyukur dengan pengertianmu. Terus kenapa kamu menjawab antara ya dan tidak
tadi len...?”
”Ya...mas, maaf ya, sekian lama
kita menikah, dan melewati hubungan dengan hubungan seks yang menyenangkan,
tentu saja meninggalkan kesan. Sepuasnya memakai alat, tetap ada yang kurang
mas. Alat tetaplah alat, tidak ada ’jiwa’ atau kesan yang tertinggal. Tak ada
perasaan yang tercurah, murni hanya alat pemuas, tanpa ikatan atau melibatkan
emosi.”
”Begitu ya..aku paham.”
Lalu Lena melihat suaminya agak
merubah duduknya di ranjang, nampak agak berhati – hati ketika bicara...
”Len....kamu nggak kepikiran buat
cari lelaki lain buat memenuhi hasrat kamu itu...?”
”ASTAGA MAS....APA – APAAN
ITU...? Mas....apa mas menuduh aku macam – macam sementara mas di kantor..?
Gila, aku tak serendah itu mas. Nggak mungkin aku melakukan hal itu.”
”Tenang...tenang dulu yang,
jangan marah. Aku sudah menduga jawabanmu itu.”
”La...lalu kenapa mas menanyakan
hal ini. Sebenarnya juga, apa tujuan semua pertanyaan mas kali ini. Sungguh
membingungkan !”
Lena menatap suaminya, emosinya
sudah mereda. Dilihatnya Doni, menatapnya sejenak, bimbang, lalu suaminya
kembali berbicara.....suatu hal yang sangat gila yang pernah didengarnya.
”Len, sungguh aku berterimakasih
dengan semua pengertian dan pengorbananmu. Dan sungguh, aku tahu kalau kau mau,
kau bisa mencari lelaki lain diluar sana...eits dengar saja dulu omonganku,
jangan marah dulu. Dan sejujurnya, aku tak akan pernah bisa menerima atau
membayangkan sedikitpun kau melakukan hal ini dengan lelaki lain, sungguh.”
”Mas, kok makin aneh, muter –
muter terus nggak jelas arahnya...”
”Sabar...namun aku sungguh
sungguh paham akan kondisimu yang masih mempunyai gairah...yang tragisnya tak
mampu kupenuhi. Setelah lama berpikir, aku merasa aku juga harus mengerti
hasratmu, dan juga harus membalas pengertianmu...kau butuh sesuatu yang NYATA...bukan
hanya mainan itu saja untuk memuaskan hasratmu. Tapi aku tak bisa menerima
kalau kau melakukannya dengan lelaki lain. Hanya satu saja yang bisa aku
terima, aku rela, aku ijinkan...singkatnya aku kasih lampu hijau.”
”Mak...maksud mas apa, makin bingung
saja aku....”
”Len...kalau kamu mau, silahkan
kamu melakukan hubungan dengan...dengan...Tommy.”
”APA...? MAS....MAS SADAR ATAU
TIDAK SIH...MAS SUDAH GILA YA...? OMONGAN MACAM APA INI...? DENGAN ANAK KITA
KAU SURUH AKU.....AH GILA.”
”Len...Len, sabar, dengar
dulu...tolong dengarkan...aku ulangi lagi, aku sudh memikirkan hal ini,
memutuskannya secara mantap. Dan benar aku mengijinkan. Gila atau tidak, masuk
akal atau tidak, bukanlah masalahnya. Aku paham kebutuhanmu, dan aku rela dan
memang bagiku lebih baik begitu, lebih bisa menerima kalau kamu melakukannya
dengan Tommy, bukan dengan lelaki lain yang aku tak kenal. Kalau dengan Tommy,
aku sangat – sangat serius mengijinkanmu, tapi ingat hanya dengan Tommy.”
”Mas....entah apa yang sedang mas
pikirkan, tapi aku tak mau dengar lagi, akhiri saja pembicaraan ini. Bagiku
pembicaraan ini aku anggap tak pernah ada. Permisi, aku ke dapur dulu.”
”Ya sudah, aku berangkat ke
kantor. Ingat aku serius....kalau kau sudah bisa tenang, tolong pikirkan.”
Lena kembali tersadar dari
lamunan pikirannya, menghela nafas sejenak. Ia memejamkan matanya berpikir.
Sungguh ia amat mengagumi, mencintai dan menyayangi suaminya sepenuh hati.
Terlebih setelah peristiwa maut itu, ia amat bersyukur suaminya mampu selamat.
Lalu memang mereka mendapatkan kenyataan pahit, suaminya impotent. Namun Lena
bisa menerima dan mengerti. Bukan mau mereka seperti ini, tapi keadaan yang
menyebabkan ini. Diakuinya sebagai wanita hasratnya sangat tinggi di usianya
saat ini. Dulu suaminya bisa memenuhinya, walau tak sepenuhnya, tapi ia puas
dan bahagia. Kadang saat ia sedang jalan sama beberapa temannya, beberapa
adalah istri –istri yang berkecukupan, tak ada kesibukan lagi, suami kerja
terus, anak sudah besar dan mandiri, Lena sering mendengar gosipan mereka, yang
tanpa malu saling bertukar pengalaman menceritakan aktifitas mereka dengan
berondong muda. Bahkan menggodanya untuk mencoba. Lena hanya tersenyum saja tak
menanggapi. Baginya konsep memeknya dimasuki sama lelaki muda yang tak ia kenal
adalah suatu konsep yang tak masuk akal dan memuakkan. Mengenai kondisi
suaminya, hal iu hanya menjadi rahasia mereka, tak ada yang tahu. Gairahnya
tinggi dan seringkali muncul, namun dengan menonton film bokep,
bermartubasi...dan juga dengan agak malu ia minta suaminya yang membelikan alat
mainan itu, karena ia malu membelinya sendiri, ia sedikit banyak bisa meredam
hasratnya. Sungguh ia bisa menerima dan sudah terbiasa dengan kondisi ini.
Sampai tadi suaminya mengejutkannya dengan ide paling gila yang pernah ia dengar.
Tommy, anaknya, sebagai remaja 18
tahun, memang Tommy mempunyai daya tarik, tinggi, athletis, juga berwajah
ganteng. Lena bangga dengan anaknya. Terkadang kalau mereka sekeluarga sedang
jalan keluar, entah makan, atau berbelanja ke mall, sering Lena memperhatikan
beberapa anak gadis atau wanita muda melirik sejenak menatap anaknya. Sebagai
ibu tentu saja ia bangga. Tapi tak pernah terpikir atau membayangkan hal gila
seperti kata suaminya. Memang belakangan ia sering mendapati Tommy menatap
dengan serius dan aneh ke arahnya, memandang teteknya, pantatnya, namun bukan
hal yang berlebihan, khas hormon remaja seumuran dia pikir Lena. Sungguh Lena
berterimakasih suaminya mau memahami kebutuhannya, tapi Lena memang tak pernah
tergoda atau berpikir untuk selingkuh atau mencari kepuasan di luar dengan
lelaki lain. Apalagi dengan Tommy. Mustahil. Baginya perkawinannya dilandasi
cinta, senang atau susah, harus dijalani dan diterima.
Hampir sebulan berlalu, suaminya
beberapa kali lagi mengulang ide gilanya itu, juga Lena kembali menolak ide
gila itu. Namun kala sendiri, sedikit banyak Lena jadi sering melamun berpikir.
Ia bisa melihat kepedulian suaminya, juga mulai bisa menerima konsep gila
suaminya. Ia dan suaminya sama – sama tak akan bisa menerima lelaki lain, tapi
suaminya bisa menerima dan merestui kalau itu Tommy. Sedikit demi sedikit ia
mulai memikirkan Tommy. Tommy sendiri makin sering menatapnya, terkadang suka
bermanja, kadang sebelum pergi kuliah Tommy suka memeluknya, tapi terlalu
berlebihan, terlalu erat. Juga omongannya mulai suka nyerempet – nyerempet.
Lena sering mendapati dirinya mulai membayangkan anaknya....dan dia mulai
menyukai hal ini....mulai merasakan gairah dan sering mendapatkan rasa basah di
memeknya.
Lena menunggu suaminya berangkat
kantor, setelah suaminya rapi berpakaian, ia duduk di tempat tidur, memandang
ragu suaminya...suaminya melihatnya, paham istrinya mau berbicara, Doni duduk
siap mendengar, sekian tahun usia perkawinan telah melatih mereka untuk
mengerti kalau pasangannya mau membicarakan sesuatu. Lena mulai berbicara....
”Mas....ten...tentang hal itu
kamu serius kan...?”
”Astaga Len...berapa kali aku
sudah katakan...aku serius. Tak ada lelaki lain yang lebih baik dan aku rela
sepenuh hati selain Tommy, anak kita. Kenapa kamu tanyakan, kamu setuju atau
sudah melakukannya...?”
”Be...belum, hanya menanyakan
keseriusan mas dulu.”
”Lakukanlah Len, aku rela, kalau
kamu bisa menerima dan berkorban dengan kondisiku, maka aku juga tak boleh
egois, lakukanlah....aku rela.”
Lena memeluk suaminya, erat,
mereka berpelukan lama, saling diam, tak ada kata.....
Siang itu Tommy pulang kuliah,
setelah memarkir motornya, Tommy masuk ke dalam, melihat meja makan, wah mantap
nih, Tommy segera mengambil piring, makan dulu, lapar berat.....mana mama.?
Nggak mungkin pergi, pintu rumah nggak dikunci. Tak lama mamanya keluar dari
kamarnya, biasa saja, hanya berdaster rumahan.
”Sudah lama pulangnya Tom..?”
”Baru saja...lapar berat, mama
habis tidur..? Sudah makan...?”
”Iya baru bangun...tadi sudah
makan.”
”Tom, kalau sudah makan, kamu mau
istirahat, istirahat dulu, nanti sore ada yang mau mama bicarakan, ketuk saja
kamar mama nanti ya, sekarang mama mau ke kamar dulu, nonton TV.”
”Apaan sih ma, sekarang saja
ngomongnya.”
”Sudah...kamu selesaikan makanmu,
istirahat dulu, itu bisa menunggu nanti. Jangan lupa kunci pintu sebelum kamu
istirahat.”
Mama lalu kembali ke kamarnya,
Tommy melanjutkan makannya, sedikit bertanya, kira – kira mamanya mau ngomong
apa ya, kok harus menunggu nanti. Tommy kembali berpikir, kali saja ada
kesalahan yang ia lakukan belakangan ini. Karena merasa tak ada, Tommy pun
berhenti memikirkannya, nanti sore juga tahu. Ia membereskan piring, ganti
baju, lalu membersihkan diri di kamar mandi, setelah mengunci pintu, ia pun ke
kamarnya beristirahat.
Di kamarnya Lena mengunci pintu,
tidak menyalakan TV, ia kembali berpikir, sudah seminggu semenjak ia mengatakan
kemungkinan ia akan mencobanya, namun tetap saja hatinya tak mantap. Tapi
desakan kebutuhan biologisnya juga makin menderanya, terlebih belakangan dengan
membayangkan kemungkinan yang diajukan suaminya, sedikit banyaknya telah
menggetarkan simpul – simpul erotis pada dirinya. Lalu ia berdiri menuju cermin
ia berkaca pada cermin, menatap bayangan tubuhnya, ditanggalkannya
dasternya...memandang tubuhnya yang hanya ber CD saja. Masih menarikkah dia
bagi anak remaja berusia 18an itu. Teteknya nampak besar menggantung, masih
kencang dan tinggi, sangat ia banggakan. Ia menaikkan tangannya, nampak bulu
keteknya, dahulu ia rajin merawat dan membersihkannya, suaminya tak pernah
mengatakan apakah ia suka Lena bersih atau berketek. Kalau baru tumbuh dan
belum terlalu banyak ia agal malas mencabutnya, dan suaminya tak komplain.
Setelah suaminya mengalami musibah itu, Lena jadi malas mencabuti bulu keteknya
saat mulai tumbuh, lagipula akhirnya ia merasa lebih seksi dengan membiarkannya
tumbuh. Lalu ia memandang perutnya...masih rata, tak ada lemak yang berarti. Ia
melihat CD nya, nampak tebal. Ia masih bercermin beberapa lama, lalu memakai
kembali dasternya, kembali duduk di tempat tidur....walau suaminya sendiri yang
mengusulkan, ia masih saja ragu, merasa seperti mengkhianatinya. Sejenak Lena
terhenyak....astaga, nanti ia malah menyuruh Tommy kemari...tak bisa...kalaupun
akhirnya hal itu terjadi, jangan di ranjang ini, ia tak mau, menghormati
suaminya. Tidak di tempat tidur ini, tempat tidur ini adalah kenangan baginya
dan suaminya. Lena melirik jam,
Jam 3 lewat, ia berdiri menuju
kamar mandinya, mandi.
Lena baru saja keluar kamarnya,
ternyata Tommy baru saja mandi dan keluar kamarnya, mau ke kamarnya. Lena
segera berucap.
”Tom...setelah mama pikir, mama
bicaranya di kamar kamu saja.”
Masih bertanya – tanya dalam
hati, Tommy segera masuk ke kamarnya, Lena menyusul dan menutup pintu. Tommy
duduk di tempat tidurnya, Lena duduk di dekatnya. Sekarang Lena nampak bingung,
bagaimanapun walau ia sudah memantapkan hati, tetap saja ia grogi juga...Tommy
yang akhirnya mulai berbicara...
”Ma..., mau ngomong apa sih..?
Memang Tommy ada buat salah ya belakangan ini yang Tommy nggak sadari ?
”A...apa Tom ? Oh ng...nggak.
Baiklah, kamu dengarkan dulu ya, mama mau mulai ngomongan mama.”
”Oke deh, Tommy juga
penasaran...”
”Nah Tom...kamu tahu kan 4 tahun
lalu papamu mengalami kecelakaan....”
”Ini berhubungan sama papa ya ma.
Kenapa...kenapa papa ma ?”
”Sudah kamu dengar dulu dong...”
Lena mengambil nafas sejenak. Ia
lalu menerangkan kondisi papanya pada Tommy. Tommy nampak terkejut dan
terpukul. Sedih hatinya mengetahui kondisi papanya. Mamanya berpesan agar cukup
mereka saja yang tahu kondisi ini. Tommy mengangguk. Diam merenungi papanya.
Lena memandang Tommy sejenak, Lena nampak bimbang...namun akhirnya ia berbicara
kembali....
”Eh..Tom, ada lagi yang mama mau
katakan...”
”Ngomong saja ma..Tommy
dengarkan.”
”Eh karena kondisi papamu
itu...maka...maka...eh...”
”Tenang ma, pelan – pelan saja
ngomongnya.”
”I..iya...singkatnya anu...kamu
pasti tahu kan jadinya papamu tak bisa melakukan eh itu ke mama.”
”Iyalah...terus maksud mama apa,
terus terang Tommy bingung...”
”Eh...sebenarnya ini juga ide
papamu Tom...”
”Iya ma, ide apa...?”
Kalau ada hal yang bisa
mengejutkannya di dunia, maka Tommy sangat yakin tak akan bisa menandingi
kejutan yang akan didengarnya sebentar lagi. Sangat mengejutkan dan
juga...menyenangkan.
”A...anu Tom...4 tahun ini mama
nggak pernah...eh kamu tahu....berhubungan seks.”
”Lalu maksud mama...?”
”Ka...kamu bisa bantu mama...?”
”APA ? mak...maksud mama
bantuin...eh bantuin mama dengan...eh itu..eh begitu..?”
”I...iya Tom. Sungguh...ide ini
awalnya justru dari papamu. Tapi kalau kamu keberatan juga tak apa.”
”KEBERATAN ?
GILA...nggaklah....mana mungkin. Eh mama sendiri bagaimana ?”
”Ju...jujur saja Tom...gugup.”
”Kalau memang mama tak
siap...sudahlah jangan dipaksa.”
Tommy memang msih belum yakin
dengan omongan mamanya, takut mamanya tak serius. Mamanya hanya diam sejenak,
lalu menatap Tommy. Tommy melihat mamanya berdiri. Dan...dan...tangannya mulai
melepaskan dasternya. Tommy terperangah menyaksikannya. Kini mamanya nampak
berdiri, hanya mengenakan CD putih. Tommy meneguk ludah. Tubuh mamanya yang
sudah sering ia lihat berulang di rekaman yang ia simpan di laptopnya, kini
berdiri sangat dekat dengannya. Selagi Tommy bengong sampai menganga mulutnya
saking terpesona, Lena mulai berbicara.
”Lakukanlah Tom, mama siap...”
Tommy menarik tangan mamanya
lembut, mendudukannya di sampingnya, dengan agak gemetar tangannya mulai
memegang tetek besar mamanya. Sangat teramat nyaman dia rasakan di tangannya,
besar, lembut, kenyal dan kencang. Perlahan ia mulai meremas lembut lalu
seiring nafsunya yang makin meningkat remasannya makin kuat dan kencang, kini
tangannya yang satu mulai meremas pula, merasakan pentil mamanya yang makin
mengacung. Tak sabar ia segera menghisap dan memainkan pentil kecoklatan yang
besar itu, ditarik – tariknya dengan perlahan. Lena sedikit mendesah, tangannya
mulai membelai tonjolan di balik celana Tommy, agak terkejut merasakan bahwa
tonjolan itu agak besar. Tommy masih asik melampiaskan impiannya pada tetek
mamanya. Lena sedikit terkikik karena Tommy amat agresif sekali melumat
teteknya.
”Tom...berdiri, buka baju kamu
dong....”
Tanpa banyak bicara Tommy segera
berdiri, membuka dengan cepat baju dan celananya, Lena menatap dengan sangat
bergairah pada kont01 Tommy. Besar dan panjang, melebihi perkiraannya. Perlahan
ia julurkan tangannya, menggenggam kont01 anaknya itu, dibelai dan dielusnya
dengan penuh sayang, sesekali dikocoknya ringan. Satu tangannya memainkan dan
meremas lembut biji peler Tommy. Lena menyuruh Tommy berbaring. Ia mulai
menjilati kepala kont01 Tommy dengan sangat erotis, menjilatinya dengan gerakan
melingkar, menjilati lobang pipis anaknya. Sedikit tergelitik untuk bertanya,
Lena mendongak ke arah Tommy dan bertanya...
”Tom...kamu sudah pernah
melakukan hubungan seks...?”
”Ma...jangan marah ya...tapi ya
sudah pernah.”
Lena hanya menggelengkan
kepalanya, kembali menekuni kegiatannya. Lidahnya mulai menelusuri batang
kont01 Tommy yang terasa sedikit asin dan gurih. Dia menjilati dengan gerakan
yang erotis, menggelitik saraf – saraf kenikmatan anaknya. Tommy mendesah
dengan sangat nikmat. Lidahnya mulai menjilati biji Tommy, merasakan tonjolan
besar di kantongnya. Sambil tetap menjilat, mulutnya bergerak naik ke atas
kembali ke kepala kont01 Tommy, mulutnya mulai membuka memasukkan kepala kont01
itu sampai akhirnya batang kont01 itu juga masuk ke mulutnya. Ia mulai
mengulumnya,menghisap dan mengemutnya, penuh gairah, seakan menjilati es krim
batangan saja. Diemutnya dengan kuat kepala kont01 Tommy. Sintiiiing.....ini
terlalu luar biasa...Tommy membatin.
Akhirnya Lena menyudahi kegiatan menghisapnya.
Tommy segera bangkit, sementara
lena berbaring, lututnya menekuk dengan posisi kaki mengangkang. Tommy segera
menurunkan celana dalam mamanya. Berhenti sejenak mengagumi pesona memek
mamanya. Jembutnya....ampuuunnnn nafsuin banget, belahannya....gila melihat
dari dekat begini memang jauh lebih nafsuin daripada melihat rekamannya.
Apalagi kini ia bebas melakukan apapun semaunya.
Tommy mulai menunduk, membaui
aroma harum dan merangsang dari memek itu. Tangannya dengan trampil membelai
belahan memek mamanya itu. Perlahan belahan itu makin mekar menampakkan pesona
yang jauh lebih indah di baliknya, merah mengundang. Tommy memakai jarinya,
melebarkan jalan. Dengan rakus mulutnya menciumi permukaan memek Lena yang
mulai basah. Lidahnya menjulur keluar, mulai menjilati lobang memek mamanya,
menyodokinya. Lena mendesah dan sesekali menggoyangkan pantatnya. Segera Tommy
mencari keasikan baru, mulai menjilati dan menggoyang it1l mamanya, tonjolan
daging itu pasrah saat lidahnya memainkannya dengan cepat dan penuh nafsu.
Lobang memek mamanya segera ia sodok dengan jari tengahnya, memainkannya dengan
penuh gairah. Tommy memainkannya dalam waktu lama...
”Tomm....Duuuuuhhh.....Sssshhh....”
”Yesss....Ughhh...Ahhhh....”
”Dikiiittttt.....lag.....iiiiiiiii.....”
Pantat mamanya agak terangkat,
dengan badan yang mengejang, menyemburkan cairan kenikmatan saat orgasme. Tommy
nyengir dan menghentikan kegiatan lidahnya. Bangkit segera menindih tubuh
telanjang mempesona itu.
”Lakukan Tom...seenak
mungkin....mama mau kamu keluar di dalam...”
Lena mengijinkan Tommy keluar di
dalam memeknya, ia tak memakai KB atau meminum obat. Selama ini juga tak
kunjung hamil lagi. Menilik usianya, Lena amat sangat yakin kansnya sangat
sangat kecil bisa hamil, makanya ia membiarkan Tommy keluar di dalam. Kalau ia
menuntut mendapat kenikmatan, maka anaknya juga harus merasakan kenikmatan yang
sebanding.
Walau belahan memeknya sudah
mekar, tetap saja butuh 2 atau 3 kali usaha ketika...blesss...kont01 enak milik
anaknya berhasil menerobos memeknya. Tommy sedang menikmati sensasi yang ia
rasakan saat menerobos memek mamanya. Sempit, karena lama tak dimasuki. Hangat
dan nyaman juga. Tommy mulai bergerak, perlahan saja memompakan kont01nya,
terasa lembut sekali saat kont01nya mulai keluar masuk, naik turun. Tommy
mencari bibir mamanya, menciunya dengan penuh birahi, yang dibalas Lena dengan
birahi yang sama tingginya. Lidah mereka saling bertautan. Tangan Tommy meremas
kuat tetek besar yang bergoyang itu. Memek mamanya sungguh sempit dan masih
terasa mencengkram, membuat Tommy merasakan nikmat yang maksimal. Segera saja
ia memperkuat sodokannya, membuat Lena mendesah. Tommy dengan gemas mulai
menciumi keteknya, menjilatinya dengan sangat bernafsu sekali. Bergantian kiri
dan kanan. Sodokannya makin menggila, Lena kelojotan keenakan
jadinya....mendesah kuat...pantatnya ikut bergoyang dan...merasakan semburan
hangat memancar dari memeknya...Lena pun orgasme...benar – benar nikmat terasa
setelah sekian lama memendam dahaga dan hanya merasakan kepuasan dari kont01
mainan, kini memeknya merasakan sodokan penuh tenaga dan semangat...kont01
anaknya...kont01 asli.
Tommy merasakan mamanya mengalami
orgasme, masih melanjutkan memompa sesaat. Ia lalu berhenti dan mencabut
kont01nya. Dengan sangat cepat Tommy sudah berbaring sejajar di samping
mamanya, ia miringkan tubuh mamanya. Mamanya segera mengangkat satu kakinya ke
atas, membuat lobang memeknya terbuka lebar dan dengan lancar kont01 Tommy
amblas ke dalamnya. Tommy segera menyodok dengan cepat. Sambil tangannya asik meremas
dan memainkan pentil Lena. Satu tangannya turun ke selangkangan mamanya,
memainkan it1lnya, memberikan kenikmatan ganda pada mamanya yang segera mulai
mendesah. Kembali mereka berciuman. Tommy sangat suka dan semakin nafsu melihat
tetek besar mamanya yang bergoyang, di matanya sangat erotis sekali. Tangan
Tommy melepas remasannya pada tetek mamanya, mulai asik mengelus bulu ketek
mamanya. Kont01nya makin lama ia rasakan makin keras saja...gilaaaa...memek
mamanya benar – benar membuatnya sangat bergairah. Sudah sangat cepat dan dalam
ia menyodok memek mamanya, tapi dia belum merasakan tanda – tanda mau keluar
atau lelah. Malah makin semangat, wangi tubuh mamanya yang harum juga makin
membakar semangatnya. Dengan agak menurunkan bahunya, ia segera menghisap dan
mengulum pentil Lena dengan kuat. Sungguh mendapat serangan sekaligus...disodok
dengan enak, it1lnya juga dimainin sama jari Tommy, belum lagi kini pentilnya
yang sudah besar dan mengeras dihisap dengan kuat, membuat Lena kelojotan,
terlalu bertubi – tubi kenikmatan menyerbunya...dan kembali ia orgasme dengan
dashyat...sampai ia mendesah kuat sekali. Ekspresi wajahnya sangat letih dan
puas, matanya merem melek sambil mulutnya mendesah. Tommy benar – benar nafsu
melihat ekspresi wajah mamanya itu. Makin cepat ia memompakan kont01nya, dan
ketika denyutan itu terasa, buru – buru ia memeluk mamanya kuat sekali,
tangannya meremas tetek mamanya dengan kuat, melumat bibir Lena dengan
ganas....croot...crooot...pejunya memancar kuat dan membuat Lena bergetar....merasakan
moment yang lama tak ia rasakan saat peju menghantam seluruh liang – liang
dalam memek dan rahimnya. Tommy masih memeluknya erat, sehingga Lena agak
sesak, ia menyentuh tangan anaknya, merenggangkannya. Tommy masih diam,
menikmati moment yang sangat sukar ia percaya namun kini terjadi. Akhirnya ia
mencabut kont01nya.
”Ma...Tommy....benar – benar
bahagia...”
”Mama juga Tom....semua rasa
dahaga mama terpuaskan...”
”Ma...ini serius kan...?”
”Maksudmu...?”
”Papa benar – benar mengijinkan
semua ini...?”
”Percayalah Tom, semua ini
idenya....tapi kamu harus ingat, jangan sekalipun kamu menggauli mama di kamar
mama. Mama hanya mau melakukannya di tempat tidurmu ini. Mama tak akan pernah
sanggup melakukannya di sana. Paham ?”
”I..iya ma, Tommy janji, kalau
Tommy sih nggak ada masalah, mau di kasur ini, mau di sofa, mau di meja...yang
penting ngerasain memek enaknya mama hehehe...”
”Dasar..kamu ini....”
Dan akhirnya memang mas Doni
kuberitahu kalau aku sudah melakukannya. Ia hanya tersenyum penuh pengertian.
Bahkan saat malam kala ia tidur aku menyelinap ke kamar anakku mereguk puncak
kenikmatan bersamanya, mas Doni tak marah. Sudah 3 bulan kini aku melalui hal
menyenangkan ini. Namun ada satu hal fatal...aku salah perhitungan...aku
hamil...sekian lama aku menanti untuk hamil lagi, sampai akhirnya menyerah,
kini dengan cepatnya aku hamil. Saat aku bilang ke suamiku, dia bukannya marah,
malah senang , bagus katanya, jadi orang makin tak tahu dengan kondisiku begitu
katanya. Jangan takut, itu tetap anakku juga katanya lagi. Bagus juga untukmu,
kau bisa punya momongan lagi. Ah suamiku...kau sangat baik. Tinggal anakku,
juga si pengganti tugas suamiku, Tommy yang kini menjadi
bingung...katanya...harus memanggil apa pada anak yang ada di kandunganku
ini...anakku atau adikku...? Jawabku....itu nanti saja...sekarang
kita...........
ArenaDomino Partner Terbaik Untuk Permainan Kartu Anda!
BalasHapusHalo Bos! Selamat Datang di ( arenakartu.org )
Arenadomino Situs Judi online terpercaya | Dominoqq | Poker online
Daftar Arenadomino, Link Alternatif Arenadomino Agen Poker dan Domino Judi Online Terpercaya Di Asia
Daftar Dan Mainkan Sekarang Juga 1 ID Untuk Semua Game
ArenaDomino Merupakan Salah Satu Situs Terbesar Yang Menyediakan 9 Permainan Judi Online Seperti Domino Online Poker Indonesia,AduQQ & Masih Banyak Lain nya,Disini Anda Akan Nyaman Bermain :)
Game Terbaru : Perang Baccarat !!!
Promo :
- Bonus Rollingan 0,5%, Setiap Senin
- Bonus Referral 20% (10%+10%), Seumur Hidup
Wa :+855964967353
Line : arena_01
WeChat : arenadomino
Yahoo! : arenadomino
Situs Login : arenakartu.org
Kini Hadir Deposit via Pulsa Telkomsel / XL ( Online 24 Jam )
Min. DEPO & WD Rp 20.000,-
INFO PENTING !!!
Untuk Kenyamanan Deposit, SANGAT DISARANKAN Untuk Melihat Kembali Rekening Kami Yang Aktif Sebelum Melakukan DEPOSIT di Menu SETOR DANA.