Sejak kecelakaan mobil jatuh ke
sisi jurang berkisar 21 meter itu, mas Deddy selalu mengeluhkan pinggangnya.
Kami pergi ke berbagai dokter bahkan paranormal dan pengobatan alternatif.
Semua nihil. Sejak itu pula, mas Doddy jadi trauma membawa mobil sendiri. Kalau
bukan aku yang selalu mengantarkannya ke kantor, dia lebih suka naik bus.
Setelah dia menjadi pimpinan
proyek, dia mendapatkan sebuah mobil dinas, lengkap dengan sopir. Hingga
tugaskan mengantarkannya ke kantor, sudah selesai. Kondisi keluarga kami
semakin membaik. Hingga mas Deddy kutemani untuk berobat ke Singapura. Menurut
dokter di negara pulau itu, mas Deddy tidak mengalami apa-apa, kecuali trauma
berat dan sedikit kelelehan serta kurang olah rega. Dokter menyarankan, agar
mas Deddy berolahraga secara teratur.
Sejak kejadian itu pula, hubungan
suami istri dengan mas Deddy semakin kurang ternikmati. AKu harus memberikan
semangat buat dia, agar dia tetap bersemangat untuk hidup. Mas Deddy tidak
pernah mengetahui, kalau hubungan suami isteri kami sebenarnya sudah tidak
normal lagi. Aku selalu melakukan kegiatan khusus di kamar tidur, setelah mas
Deddy pergi bekerja. AKu selalu meraba klitorisku dan meuaskan nafsuku sendiri.
Aku takut membeli alat sex. Aku tak mau mas Deddy kecewa, jika mengetahui, aku
memakai alar sex untuk memuaskan diriku. Itu pertanda aku tidak menghargainya
yang sudah melayani seksualku yang tinggi dalam usiaku 39 tahun.
Sore gerimis itu, aku pulang
tergesa dari senamku. Aku memasuki rumah melalui garasi. Dari sini pula aku
mendengar suara desahan yang membuatku heran dari kamar anak sulungku Dimas.
Yah...selain Dimas 16 tahun kelas 1 SMU aku memiliki anak satu lagi bernama
Oki, 13 tahun yang lebih suka tinggal bersama neneknya, ibunya mas Deddy.
Perlahan kuintip ke kamar itu
melalui kaca nako. AKu terkejut, melihat Dimas bertelanjang bulat sembari
mengelus-elus penisnya, sembari menyaksikan VCD. Yah..****D porno. Anakku sudah
semakin dewasa, pikirku.
Perlahan aku meninggalkan garasi
mobil. AKu segera ke dapur. Setelah meletakkan tas pakaian senam, aku memanggil
Dimas.
"Sebentar...ma..." Aku
langsung ke kamar dan mandi. Baru saja aku menghidupkan air, terdengar suara Dimas
mengetuk pintu kamar mandi di kamarku.
"Ada apa ma...?"
"Ayu mandi, sudah sore. Ntar
kita cari makanan ke luar," kataku.
Aku denga cepat meneruskan
mandiku. Pikiranku terus kepada kejadian yang baru saja kulihat tadi. Dimas
anakku sudah dewasa. Entah kenapa, pikiranku jadi tak menentu. Aku melihat
dengan jelas, Dimas mengelus-elus penisnya sembari terengah-engah. Betapa
gagahnya penis itu. Berdiri dan menantang. Tubuhku menggeliat sendiri. AKu tak
tahu kenapa pikiranku jadi menginginkannya. Haruskah aku mendapatkan apa yang
kuinginkan dari anak kandungku sendiri?
Kubersihkan seluruh tubuhku.
Kukenakan daster putih sampai lutut. Daster yang selalu kupakai bila mau
meminta yang khusus dari mas Deddy. Jika aku memakai daster itu, mas Deddy
tahu, kalau sedang membutuhkan sex. Kebetulan mas Deddy ada tugas ke lapangan
untuk meneliti jermbatan y ag sedang dibagun. Hari ini dia tidak pulang ke
rumah. Itu sudah dia katakan kepadaku ketika mau berangkat tadi pagi.
Saat aku bersolek, pikiranku terus
kepada Dimas si pemain basket di sekolahnya itu. Bergitu usah menata diri, aku
segera memasuki kamar Dimas. Aku menghidupkan VCD-nya saat dia masih di kamar
mandi. Dan....gambar itu begitu hot. Membangkitkan gairahku. Aku asyik sekali
menyaksikan si negero yang sedang menyetubuhi pasangannya. AKu menjadi horny.
Saat itu, Dimas keluar dari kamar mandi hanya mengenakan celana dalamnya saja.
Dia terkejut sekali menyaksikan aku yang asyik menonton VCD yang baru saja di
putarnya.
"Kamu dapat dari mana VCD ini
sayang...?" aku bertanya lembut, namun dengan tekanan suara seperti marah.
Dimas terkejut mendengar
pertanyaanku. Dia malu dan menjawab sekenanya.
"Dari teman, ma." Aku
tahu jawaban itu asal saja.
"Udah ma jangan ditonton.
Itukan tontonan anak muda." Dimas berusaha mencegahku dan berusaha
mematikan VCD. Saat dia menjulurkan tangannya mau memencet tombol VCD, terasa
penisnya dari balik celana dalamnya menyentuh pinggangku.
"Jangan dimatiin dong. Mama
mau nonton. Kok nggak boleh, sih?"
"Udah duduk sini, kita
nonton bareng, kataku." Aku semakin horny. Kusuruh dia mengunci kamar,
agar si pembantu tak melihatnya. Dimas mengunci pintu dan kuminta dia duduk di
sampingku.
Kutarik tangan Dimas untuk duduk di
sampingku. Dia duduk sembari mengeringkan rambutnya yang baru di shampoo dengan
handuk.
"Kamu suka nonton yang
beginian sejak kapan?" selidikku.
"Ah...mama...baru dua kali
kok ma," Dimas mengelak. Aku tak yakin dia baru dua kali menonton film
seperti itu.
"Kamu sudah sering melakukan
hal seperti itu?" kataku pula.
"Enggak pernah ma. Suer, ma.
Sumpah mati," katanya jujur. AKu melihat kejujurannya dari caranya
mengucapkan dan dari matanya. Aku hafal betul siapa Dimas. Anak yang kulahirkan
dan kubesarkan. Sebagai ibunya, aku mempercayai apa yang dia katakan.
Kemudian kami dia. Aku melihat Dimas
semakin serius menyaksikan adegan demi adegan dalam VCD itu. Aku juga harus
jujur, kalau semakin horny menyaksikannya. Tanpa sadar, kupeluk bahu Dimas
dengan tangan kriiku. Sedangkan tangan kanannya kuraih untuk memeluk
pinggangku. Terasa sekali sentuhan kulit Dimas yang telanjang dada itu mengena
ke ketiakku, karena dasterku tanpa lengan. Kami menonton VCD dengan
berangkulan. Dadaku semakin mengemuruh. Nafasku terasa semakin memburu.
Sentuhan kulit kami membuat aku benar-benar horny. Tapi aku tak berani memulai.
Sebagai seorang ibu kandung, aku tak mungkin memulainya.
Adegan semakin menjadi-jadi.
Kurasakan, Dimas semakin merapatkan tubuhnya dengan memelukku. Telapak
tangannya terasa panas memeluk pinggangku. Dia merapatkan tubuhnya padaku.
Kubalas dengan pelukanku yang semakin erat. Terasa peyudaraku mengena ke
dadanya. Ku elus-elus dadanya dengan lembut, lalu turun ke perutnya. Aku
semakin berani, karean reaksi dari Dimas semakin agresif mengelus-elus
pinggangku lalu ke perutku. Aku yakin sekali, kalau aku dan Dimas sudah
benar-benar horny. Kulirik ke arah celana dalamnya. Ya...pennisnya semakin
menegang. Aku yakin, kalau tadi tak sempat orgasme, karena keburu kupanggil,
pikirku.
Begitu Dimas mulai mengelus
pahaku, kuberanikan diriku untuk memasukkan tanganku ke dalam celana kolornya.
Dan...dadaku gemuruh, begitu menyentuh penis yang sudah tegak berdiri.
"Besar sekali sayang,"
bisikku memancing.
Dimas tak menjawab. Dia diam
saja, sementara dengusan nafasnya terasa di leherku. Tangannya semakin dalam
mengelus celana dalamku. Sengaja kukangkangkan kakiku, agar tangannya bisa
bebas memasuki celana dalamku. Dan dengan sigap pula kubuka kancing dasterku.
Kuangkat daster itu, hingga dia terbuka dari tubuhku. Kini aku tinggal memakai
BH dan celana dalam saja, sedang Dimas hanya memakai celana dalam.
Kurasakan Dimas mulai menjilati
tubuhku. Leherku. Ini tak boleh disia-siakan. Secepatny apula kubuka pengkait
BH ku yang ada dio dapat. Lalu....bluuuurrr. Tetekku sudah terlepas dari
penutupnya. BH itu kubuang ke lantai. Kuraih kepala Dimas untuk mengulum
tetekku. Dengan rakus dan buasnya, Dimas mengulum dan menyedpt-nyedot tetekku.
Persis ketika dia masih bayi 16 tahun lalu.
"Terus sayang...mama bukakan
celanamu ya...."
Tanpa menunggu jawabannya dan
memang aku tak butuh jawabannya. Langsung saja kubuka celana dalam Dimas. Dimas
ikut membantunya. Oh....penis besar itu, kini menantangku.
"Buka celana mama,
sayang...."
Dimas juga tak menjawab, tapi
tangannya cekatan membuka celana dalamku. Kini dihadapannya sudah terbentang
seonggung rimba hitam yang lebat. Tempat dia pernah lahir dahulu.
Aku merasakan, paginaku sudah
basah dan becek. Aku tak tahan lagi. Aku berdiri dan meminta Dimas untuk pindah
ke tempat tidurnya. Perlahan aku bangkit dan menyeretnya. Langkahnya terus
mengikuti langkahku, sementara mulutnya mash terus menyedot-nyedot tetekku.
Aku merebahkan tubuhku di atas
tempat tidur.
"Ayo tindih mama,
sayang..." kataku.
Dimas naik ke tubuhku dan
menindihku. AKu mengangkangkan kedua kakiku. Kutuntun penisnya untuk menembus
paginaku. Sleeep. Penis itu memasuki paginaku yang basah dan licin.
Oh...penis yang gagah perkasa itu
sudah bersarang. Terasa begitu hangat dan mengganjal, namun begitu nikmatnya.
Tiga tahun sudah tak pernah aku merasakan ganjalan yang begitu perkasa, walau
aku masih terus melakkukannya dengan rutin bersama mas Deddy.
Aku merasakan, paginaku semakin
basah dan basah. Terdengar suara plok...plok...plok, ketika Dimas menarik
maju-mundur peniisnya. Dimas sudah mulai memainkannya. Aku sudah tak sabar. AKu
sudah hampir sampai. Tak mampu lagi kutahan. Dan tiba-tiba, aku memuntahkannya.
Melepaskan lahar panas itu keluar dari rahimku. Aku mengepit kuat-kuat pinggang
Dimas, sampai-sampai Dimas kesulitan memompaku.
"Mama udah sampai
sayaaaaang...."
"Aku juga
maaaaa.....Crooooot....cooot...crottttttt." Dimas mengejang. Aku
merasakan, ada sesuatu yang menyerang jauh ke dalam rahimku. Terasa sekali,
bagaimana dulu Mas Deddy menyemprotkan spermanya, hingga aku hamil. Hanya aku
yang tahu, apakah aku hamil atau tidak. Setelah kami periksa ke dokter,
ternyata aku hamil. Demikian juga dengan semprotan Dimas, aku tau, kalau
spermanya menembus jauh ke dalam rahimku. Aku merasakan, ada yang
menyedot-nyedot dari dalam rahimku. Begitu cepatnya permainan Dimas. Mungkin Dimas
masih pemula, hingga begitu cepat menyelesaikan segalanya. Sedang aku, sejak di
kamar mandi sudah benar-benar horny.
Hanya dengan memakai dasterku, aku
ke luar kamat mengambil air minum dari ceret. Sebelumnya kuselimuti tubuh Dimas
dengan selimut yang terkapar terlentang di atas tempat tidur.
"Ayo...minum air hangat ini,
biar segar," pintaku. Kududukkan Dimas dan menyodorkan gelas ke bibirnya.
Dengan lahap, Dimas meminum air hangat itu.
Setelah lima menit munim air
putih, kelihatan Dimas kembali segar. Kubimbing dia ke kamar mandi. Aku
membersihkan penisnya dengan air setelah menyabuninya. Kami kembali lagi ke
tempat tidur. Di bawah selimut aku memeluk Dimas untuk memberinya kehangatan.
"Bagaimana kalau mama hamil
sayang...?"
"Kalau sekali apa bisa
hamil, ma?" tanya Dimas.
"Bisa sayang. Tidak harus
ratusan kali. Kebetulan, sekarang masa subur mama, sayang."
"Biar saja hamil, ma."
Kata Dimas dengan sangat tegas. Aku berpikir keras, tapi juga berharap agar aku
tidak hamil. Walau aku mengetahui tanda-tanda itu ada, dari sedotan rahimku
terhadap sperma Dimas tadi.
Jawaban Dimas itu, membuat aku
tersenyum kecil. Dasar anak remaja, tidak mengerti apa yang sedang kupikirkan. Dimas
mulai mengelus-elus tetekku lagi.
"Ma..Aku mau netek
lagi..."
Langsung saja dia mengulum
tetekku. Sementara tangannya yang lain meraba-raba rambut paginaku. Aku terikut
terbawa arus. Aku mengelus-elus juga penisnya. Hanya sebentar, penis itu sudah
bangkit. Bangkit dan bangkit. Keras dan mengeras, serta benar-benar keras.
Kulepas tetekku dari mulut Dimas. Aku mengarahkan mulutku ke penisnya dan
menjilatinya. Paginaku, kurahkan ke mulut Dimas. Sebelum memasukkan penis besar
itu ke mulutku, kuminta Dimas agar menjilati paginaku.
"Jilati pagina
mama...sayang," Setelah itu kukulum panis itu masuk ke dalam mulutku.
Kumainkan lidahku pada lubang penis itu dan mengelilingi kepala penis itu
dengan lidahku. Sementara tanganku yang lain mengelus-elus buah zakar.
Sesekali gigi Dimas mengenai ke
klitorisku. Aku harus membimbingnya. Kuarahkan klitotrisku pada lidahnya.
Nampaknya Dimas dapat mengerti. Aku menggoyang-goyangkan tubuhku, agar tetekku
mampu menyentuh-nyentuh perut Dimas sedangkan paginaku kupermainkan dibibirnya.
Ah....aku merasakan kembali paginaku basah. Aku sudah tak kuat, ingin penis itu
segera masuk lagi ke dalam liang paginaku.
Aku bangkit dan merebahkan
tubuhku di sisi Dimas.
"Ayo sayang, tindih mama.
Mama sudah tak kuat...masukin dong ke dalam pagina mama," pintaku tanpa
rasa malu lagi. Dimas menindihku. Dia kangkangkan kedua kakiku, lalu dia
menusukkan penis itu ke dalam paginaku.
Sleeepppp. Penis itu masuk dengan
cepat di tengah-tengah kelicinan paginaku.
"Ayo dimainkan sayang. di
cucuk....terus...." kataku.
Dimas menusuk-nusuk paginaku. Aku
menjilati lehernya. Tiba-tiba Dimas menjambak rambutku dengan kuatnya. Aku tau,
dia bakal orgasme. Aku harus cepat mengimbanginya. Segera kugoyang pinggullku
dan....Croooot...terasa sperma itu begitu hangat. Saat deburan kedua....aku
merasakan diriku melayang. Tanpa sadar aku mengepit Dimas. Pada saat deburan
ketiga sperma Dimas.....saaat itu, aku juga oegasme. Kami mampu
menyelesaikannya bersamaan, karean kami melakukannya denga spenuh hati dan
dalam kasih sayang.
Setiap kesempatan, Dimas selalu
meminta, agar kami melakukannya dan selalu kami lakukan. Pada bulan ketiga, aku
lebih dahulu melaporkannya kepad Mas Deddy, bahwa KBku mungkin bobol dan aku
hamil. Kami perika ke dokter dan mengirimkan kami ke laboratorium esok paginya.
Poisitif, aku hamil. Mas Deddy begitu bangga atas kehamilanku. Katanya:"
AKu masih perkasa, toh?!" Aku mengangguk lemah dan meneteskan airmata yang
aku sendiri yang mengetahui arti dari airmataku itu.
Aku menyempaikan hal ini kepada Dimas,
dia memelukku dan bangga sekali, sebentar lagi dia punya anak dariku. Kami
sepakat merahasiakannya. Setelah beberapa bulan aku melahirkan lagi anak
laki-laki. Kini aku memiliki tiga anak laki-laki sekaligus seorang cucu. Dan
....tiga tahu kemudian saat Dimas sudah di semester dua, kami memiliki lagi
seorang anak perempuan. Aku memilki tiga putra dan seorang putri juga sekaligus
seorang cucu laki-laki dan seorang cucu perempuan. Mas Deddy begitu senang,
melihat Dimas sangat sayang kepada kedua adiknya itu.
"Dimas sayang sekali kepada
kedua adiknya itu. Maklumlah dia baru memiliki adik kecil, kata mas Deddy. AKu
diam dan diam. Juga Dimas ikut diam.
Kini, kedua anak itu sudah Sd dan
TK. Mereka gagah, cantik dan pintar.
0 Response to "antara aku dan anakku dimas"
Posting Komentar