Dedi, 44 tahun, nampak gelisah di
atas tempat tidurnya, sulit tidur. Jam baru saja menunjukkan pukul 2 lewat. Dia
melirik ke sampingnya, istri keduanya, Teti, 30 tahun yang baru ia nikahi 2
tahun yang lalu nampak tidur pulas. Dedi menghela nafas, perlahan turun dari
tempat tidur, keluar kamar. Pelan – pelan tak mau membangunkan istrinya. Di
luar ia menuju dapur, membuat secangkir minuman hangat. Ia lalu membawanya ke
sofa, duduk agak berbaring. Pusing, banyak yang dipikirkan.
Mulutnya asem
banget....belakangan ini memang ia berhenti atau tepatnya memaksakan diri
berhenti dulu. Demi tujuan dan keinginannya. Dokter ahli kandungan yang
menyarankan, sesuatu yang sebenarnya Dedi tergelitik untuk
memperdebatkannya......banyak teman yang ia kenal, baik yang perokok biasa,
perokok berat, atau perokok kelas berat yang tetap punya anak. Dari
pemeriksaan, secara klinis dia tak bermasalah, spermanya baik secara kualitas
dan kuantitas, sehat. Namun kata dokter itu, bila bisa berhenti merokok, lebih
baik. Dedi menurut, toh demi hasrat yang ia dambakan. Namun tetap ia menyimpan
cadangan di laci meja kerjanya di kantor atau di rumah, buat darurat. Dan malam
ini Dedi butuh merokok sejenak, dia mengambil rokok lalu menyalakannya. Mulai
kembali berpikir.
Istrinya, atau sekarang sebaiknya
disebut istri pertamanya, Anna, 38 tahun, cantik dan mempesona, seperti
biasanya....., tentu saja Dedi mencintainya, sampai kapanpun ia akan tetap
mencintai wanita ini. Perkawinannya sudah berjalan selama hampir 18 tahun,
mengiringi semua perjalanan karirnya, melewati semua suka dan duka. Anna memang
cinta sejatinya. Sayangnya kesempurnaan rumah tangganya tidak lengkap. Mereka
tak mempunyai keturunan. Sebenarnya dari awal menikah, Deddi sudah tahu...ia
tak akan pernah mendapatkan keturunan dari Anna. Anna di masa pacaran, sewaktu
menjelang mereka membicarakan keinginan menikah, secara jujur mengatakan
kekurangan dirinya. Semasa mudanya, sekitar usia 15, Anna pernah mengalami
kecelakaan motor, menyebabkan pendarahan hebat di bagian dalam perut dan
sekitarnya. Bisa diselamatkan, sayangnya, kecelakaan itu juga merusak bagian
rahimnya. Dokter memvonis Anna tak akan bisa hamil. Namun cinta Deddi memang
besar terhadap Anna, dan juga ia menghargai kejujuran Anna, mereka tetap
menikah, dan Deddi bahagia. Tak pernah ia mempermasalahkan masalah anak, tak
pernah......setidaknya sampai 2 atau 3 tahun belakangan......
Sebenarnya ada Beni, 17 tahun,
keponakan sekaligus sudah mereka anggap anak. Ceritanya, setelah 2 tahun awal perkawinan
mereka, dengan kepastian tak akan pernah mendapatkan keturunan, Anna memutuskan
mengambil Beni untuk dia asuh, yang juga Dedi setujui. Anna hanya mempunyai
seorang kakak yaitu Wawan, 45 tahun. Orangtua mereka sudah tiada, dan Wawan
sangat menyayangi adiknya ini, demikian sebaliknya, juga Wawan sangat
menghargai Dedi yang berbesar hati mau menerima kekurangan adiknya. Wawan juga
sudah menikah dengan Nani, 42 tahun, dan dikaruniai 3 orang anak, semuanya
lelaki. Nah anak terakhirnya yaitu Beni ini. Waktu itu usianya 1 tahun. Anna
sangat menyukai Beni kecil ini, menggemaskan hatinya. Ia lalu berembuk dengan
Dedi suaminya mengenai keinginannya untuk mengasuh anak itu. Dedi setuju.
Mereka lalu membicarakan hal ini pada Wawan, sambil berharap semoga disetujui,
biar Wawan menyayangi adiknya, tapi belum tentu ia mau menyerahkan anaknya
untuk diasuh oleh orang lain. Mereka membicarakan hal ini. Wawan meminta waktu
untuk berunding dengan istrinya, dan bukan karena mereka tak sayang atau tak
mampu membiayai Beni, namun karena mereka juga iba dan simpati pada Anna dan
Dedi, dan juga mereka masih ada 2 anak lelaki lainnya, maka mereka setuju.
Selain itu Wawan percaya, Anna dan Dedi akan merawat Beni dengan sepenuh hati
dan kasih sayang. Statusnya tetap anak Wawan dan Nani. Sesuai adat, tak ada
makna khusus sebenarnya, hanya melaksanakan tradisi, untuk mencegah kesialan,
Anna dan Dedi membayar uang pertanda ”Membeli” Beni, waktu itu 1000 rupiah,
hanya sebagai simbolis adat saja.
Dedi menghembuskan asap rokoknya
lalu meminum kopinya. Kini sudah 16 tahun Beni mereka asuh dan menjadi bagian
hidup Anna dan Dedi. Pada orangtua kandungnya Beni memanggilnya ayah dan ibu.
Sedang pada Anna dan Dedi, Beni dibiasakan memanggil mereka dengan sebutan Papa
Dedi dan Mama Anna. Tentu saja Dedi dan Anna tetap sering membawa Beni ke
orangtuanya, kalau Beni lagi mau menginap atau mau diajak pergi sama ayah dan
ibunya, mereka akan mengantarnya. Beni juga di saat ia bisa mengerti dan
memahami, sudah diberitahu. Beni sendiri menyayangi ayah dan ibunya, namun juga
menyayangi papa dan mamanya. Tapi paling sayang sama mama Anna.
Entah berhubungan atau tidak,
tetapi saat mereka memutuskan dan membawa Beni ke rumah mereka untuk diasuh dan
dijadikan anak, kehidupan mereka menjadi lebih baik. Dedi masih ingat tak lama
sesudah itu karirnya dan usahanya meningkat pesat sekali, bahkan akhirnya Dedi
bisa membuat kantornya sendiri. Dalam banyak kesempatan kalau ada acara
keluarga, Dedi sering berseloroh, kalau Beni adalah anak pembawa rejeki baginya
dan Anna. Bagi Anna dan Dedi, Beni bukanlah keponakan, sudah mereka anggap dan
menjadi anak mereka...dulu, sekarang dan selamanya. Mereka menyayangi Beni
setulus dan segenap hati. Memberikan perhatian dan kebutuhannya.
Dedi kembali menyalakan sebatang
rokok, menghisapnya sesaat, kembali melamun....benar dan memang benar, berasal
dari lubuk hatinya sendiri, bagi Dedi Beni itu sudah ia anggap anak, bahkan
kalau mau dibilang Dedi menganggap Beni sebagai anak kandungnya sendiri. Ia
menyayangi dan mencintai anak itu. Dari awal pertama kali anak itu mereka bawa
untuk menjadi bagian kehidupannya dan Anna. Semua berjalan dengan baik....dan
itu benar, tak ada kepalsuan. Namun bukan berarti ia tak mencintai istrinya
lagi, atau mau menyakiti hatinya, Dedi sudah menerima dengan segenap kesadaran
dan segenap cintanya kekurangan Anna. Tetapi 3 tahun terakhir entah kenapa Dedi
mempunyai obsesi sendiri....dia ingin mempunyai anak yang benar – benar anak
kandungnya, dari benihnya sendiri. Semakin ia menepis pemikiran itu, semakin
kuat pula obsesi itu mencengkram. Menghantui benaknya. Untuk itu Dedi memang
harus menikah lagi, bukan masalah seks di sini pikir Dedi, murni untuk aku
mendapat anak. Sewaktu ia mengatakan hal ini pada Anna, letupan dan
pertengkaran kecil mulai terjadi. Tapi semarah apapun Anna, dia kalah. Anna
menyadari kekurangannya...terserah kau sajalah Mas, kata Anna setelah
pertengkaran terakhir mereka.
buah hatiku yang selalu menjadi pemuas nafsuku |
Dedi menjalin hubungan dengan
Teti, waktu itu statusnya janda tanpa anak, suaminya meninggal karena sakit,
setahun setelah mereka meninggal. Dedi mengenalnya karena dikenalkan seorang
teman. Layaknya rmaja saja, mereka juga melalui tahap pacaran, sekalian masa
pengakraban dan pengenalan karakter masing – masing. Hampir setahun, mereka
merasa cocok dan mantap. Namun Dedi tak mau kecewa, maka dengan sedikit rasa
bersalah juga takut Teti marah, ia membicarakan dan meminta apakah Teti
bersedia untuk diperiksakan kondisi dan kemampuan kandungannya. Teti yang sudah
tahu hidup dan masalah Dedi tidak marah, dan bersedia, hasilnya Teti sehat dan
subur.
Kembali Dedi meminum kopinya,
sedikit merubah posisi duduknya. Dia melanjutkan lamunannya. Setelah merasa
mantap, Dedi membicarakan rencananya untuk menikah kepada Anna. Anna tidak
berkata sepatah katapun, hanya mengangguk, menandatangani semua formalitas surat
– surat yang Dedi butuhkan. Cinta Anna sendiri juga teramat besar pada lelaki
ini. Lelaki yang menyayangi dan mau mengerti dirinya. Kini setelah sekian belas
tahun perkawinan, setelah banyak memberikan kebahagiaan materi dan batin,
biarlah Dedi mencari satu obsesinya yang tak akan mampu aku berikan. Dedi
bersumpah tak akan menyia – nyiakan Anna, dan juga Beni. Kata Dedi bila nanti
ia punya anak dari Teti, Beni akan selalu menjadi anaknya yang pertama. Walau
Anna tak meminta, Dedi sudah membuat surat di notaris, isinya Dedi sudah
menetapkan semua yang menjadi hak Anna dan bahkan Beni. Dedi tak mau ada
prasangka buruk. Apa yang sudah ia dapat selama ini juga karena dukungan Anna
dan Beni. Sedang apa yang akan ia bina dengan Teti, adalah urusan baru. Anna
terharu dan juga amat menghargai keseriusan Dedi, obsesinya tak membuat Dedi
lupa memikirkan kewajibannya. Tentu Dedi memperkenalkan Teti kepada Anna, yang
Anna terima dengan hati yang tulus. Anna tahu dan bisa menilai kalau Teti bukan
tipe yang mengejar materi. Terbukti Teti tak protest atau mempermasalahkan Dedi
yang sudah membuat surat notaris mengenai hartanya untuk Anna dan Beni. Dan
Anna tahu, sikap yang diperlihatkan Teti kepadanya saat bertemu, bukanlah sikap
dibuat – buat. Akhirnya memang Dedi menikah kembali, dan membelikan rumah buat
dirinya dan Teti sendiri. Iyalah...Anna memang mau menerimanya yang mau menikah
lagi, tapi bukan berarti harus di bawah satu atap. Anna sendiri tentu
mengabarkan hal ini kepada kakaknya, Wawan, biar bagaimanapun Wawan pengganti
orangtua mereka, harus ia beritahu. Tentu awalnya Wawan marah dengan keputusan
dan alasan Dedi menikah lagi, namun setelah Anna jelaskan dan terangkan, Wawan
bisa mengerti.
Lagi Dedi mengambil sebatang
rokok, sudah hampir jam 3, seharusnya semuanya berjalan dan berakhir sempurna.
Awalnya tentu saja ia mencoba bersikap adil. Tapi prakteknya lebih
sulit....jujur cintanya dan sayangnya pada Anna tak akan pernah luntur sampai
kapanpun. Anna masih sangat cantik, tubuhnya pun masih tetap dan akan selalu
mempesona dan membangkitkan gairahnya. Namun namanya...mungkin bisa ia bilang
”mainan baru” kadang Dedi masih hangat – hangatnya dengan Teti, lebih sering
menghabiskan jatahnya di Teti. Dedi dengan jujur mengakui itu salahnya tak bisa
adil. Tapi itu kan demi cepat membuat Teti hamil belanya lagi. Memang setahun
menikah belum menampakkan hasil, pemeriksaan dokter tak ada masalah. Variasi
dan mitos agar cepat hamil sudah dilakukan, yang segala namanya kalau lagi
gituan, pantat perempuannya diganjal bantal, biar sperma lakinya masuk semua,
sudah dikerjakan....yang pakai hitungan masa subur, sudah juga...yang lainnya,
sudah juga...namun sejauh ini yang didapat cuma rasa enak saja. Belum ada tanda
Teti hamil.
Anna sendiri dengan bahasa
tubuhnya mulai kurang suka sama ketidakadilan Dedi ini, lebih banyak diam saja
kalau Dedi sedang ngejatahnya. Bahkan belakangan mulai menyuarakan protestnya
dan akibatnya sering bertengkar. Salahnya lagi pikir Dedi, karena malas
bertengkar, aku jadi makin jarang berkunjung ke Anna. Tentu saja aku yang sudah
sekian tahun bersamanya, amat sangat mengenal baik dirinya. Dalam hal seks
sebenarnya Anna merupakan pasangan yang hebat...dan selalu mampu membangkitkan
gairah. Terbuka dan variatif. Untuk masalah libido bahkan Dedi harus mengakui,
beberapa tahun belakangan gairah Anna sangatlah meningkat. Tinggi. Namun
bukanlah kategori seks maniak ataupun Nympho alias wanita yang gila – gilaan
sekali dalam hal seks. Tidak, bukan itu, gairah dan libido Anna masih dalam
batas wajar. Dan sejujurnya Dedi pun senang akan hal itu. Tak ada kata bosan
baginya untuk Anna. Tapi itu dulu.....sekarang aku ada agenda dan kepentingan
lain. Di dasar hatiku, jujur aku menyesal atas hal ini. Terbersit suatu ide
gila di benak Dedi....Dedi mengernyitkan dahinya...ah...gila banget, tak
mungkin.....Dedi segera menghabiskan kopinya dan membereskan semua, bersiap
tidur. Tanpa pernah tahu bahwa ide yang terbersit itu lambat laun akan
membebani pemikirannya.
Hari masih pagi sekali, Anna
sudah bangun, sedang duduk di meja makan. Secangkir kopi instant masih
mengepulkan asap. Ia menyalakan rokok mentholnya....kebiasaan yang tak sehat
pikirnya. Sebenarnya Anna bukanlah perokok, baru setahun lebih ini ia merokok.
Awalnya coba – coba, lambat laun terbiasa. Sedikit banyak mampu mengurangi
stressnya. Seperti biasa suaminya Dedi tidak datang.....lagi. Padahal ini
jadwalnya. Sulit, mau marah atau kesal juga susah, perkawinan mereka
berlandaskan cinta yang kuat, suaminya juga baik. Sekarang walau merasa
dirugikan karena Dedi tak adil, tapi mau bagaimana lagi, Anna juga memaklumi
impian suaminya...impian yang ia tahu tak akan mampu ia berikan. Anna melirik
jam, jam setengah enam, anaknya Beni belum bangun, seperti biasa suka malas
bangun pagi. Anna tersenyum, ya Beni, anaknya...., sumber penghiburan dan
kebahagiannya. Tak pernah Anna bisa marah kepadanya. Dedi juga begitu.
Terdengar suara pintu kamar dibuka...Anna tersenyum, tumben nggak perlu
dibangunin.
”Eh mama Anna, sudah bangun....”
”Dari tadi Ben, baru saja mama mau
bangunin kamu.”
”Pagi – pagi gini mama sudah
banyak banget merokok. Ma bikinin sarapan dong...”
”Mau sarapan apa kamu...?”
”Terserah mama deh...”
”Ya sudah...kamu tunggu
sebentar.”
Beni duduk sementara Anna berdiri
membuatkan sarapan. Beni duduk bengong sambil memandangi Anna yang sedang sibuk
membuatkan sarapan.Entah mengapa belakangan ini Beni mulai suka memandang dan
mengagumi mamanya ini. Tak lama sarapannya selesai, Beni segera memakannya,
sementara Anna duduk menemani mengobrol.
”Ma...eh, hari ini Beni bolos ya,
besok kan Sabtu juga libur....lagi malas nih.”
”Memangnya nggak ada ulangan...?”
”Nggak....boleh ya.”
”Ehmm...ya sudah. Terus kamu mau
ngapain di rumah...? Paling main PS atau internet kan...”
”Hehehe...sudah tahu nanya....tapi
kalau mama mau ngajak ke mall terus beliin baju juga boleh.”
”Deh...bilang saja minta
ditraktir....tapi boleh juga deh, kayaknya asik, nanti siang kita pergi.”
Ya bolehlah buat hiburan pikir
Anna. Dia tak keberatan anaknya bolos sesekali. Walau tak menonjol banget, tapi
nilai sekolahnya selalu memuaskan, di atas rata – rata. Lagipula menghabiskan
waktu bersama anaknya selalu menyenangkan. Anna lalu menghabiskan kopinya,
meninggalkan Beni. Masuk ke kamarnya. Tadinya dia bangun karena sudah kebiasaan
rutin setiap pagi, menyiapkan keperluan anaknya sekolah. Beni menyelesaikan
sarapannya, lalu membereskannya. Kemudian ke kamar mandi, cuci muka.....dasar
sudah sarapan baru cuci muka.
Beni lalu duduk di sofa, pikirnya
dari semalam saja aku ngomong ke mama mau bolos, jadi nggak perlu bangun
pagi.Beni lalu melamun...jorok, ya biasalah anak seumurnya. Otaknya yang lagi
ngeres mulai mikirin beberapa teman sekolahnya, gurunya, juga cewek – cewek di
film atau internet. Dan tentu saja mamanya. Beni selalu menyenangi mamanya,
suatu hal yang tak bisa ia cegah, alamiah. Memang semenjak ia masuk SMA,
mamanya mulai membatasi dan tak sebebas dulu, namun sampai ia kelas 3 SMP,
mamanya termasuk cuek, kalau baru pulang bepergian dan ganti baju, pintu
kamarnya kadang suka lupa ditutup, kalau Beni melihat, mamanya cuek saja.
Mungkin waktu Beni belum terlalu mengerti, hal itu biasa saja, namun saat Beni
mulai besar, tentu saja Beni mulai memahami keseksian mamanya, walau hanya
melihatnya memakai BH dan CD, sedikit banyak mampu membuatnya terangsang.
Sayang saat Beni masuk SMA, mama Anna mulai membatasi, tak sebebas dulu,
mungkin karena ia berpikir anaknya sudah SMA, sudah masa puber. Di luar hal
itu, mamanya tak terlalu bebas dalam berpakaian, kalau di rumah juga memakai daster
yang sopan, atau kadang kaos dan celana pendek. Buat urusan seks, Beni yang
sebentar lagi kelas 3 ini, memang selangkah lebih maju. Walau masih pemula,
namun beberapa kali sudah ia melakukannya. Semuanya dengan Astri, teman
sekolahnya yang memang terlalu bebas. Itu juga selalu bersarung pengaman. Yang
pasti saat pertama kali dengan Beni, sudah nggak perawan. Secara garis besar,
buat urusan kenakalan yang lain dan juga sikap, Beni standartlah, bahkan bisa
masuk golongan anak manis, tapi buat urusan seks, termasuk sangat suka hehehe.
Beni masih cukup lama melamun, akhirnya ia melihat jam, jam 7 kurang. Ia pun
berdiri menuju kamar mamanya. Diketuknya pintu, suara mamanya menyahut
menyuruhnya masuk.
”Ma...pergi jam berapa nanti...?”
”Eh...jam 1 saja ya. Nanti
pulangnya ke rumah ayah kamu, sudah lama mama nggak ke sana...Ok..?”
”Iya deh...Beni kira mama lagi
tidur.”
”Nggak...lagi baca – baca
majalah.”
”Ya sudah lanjutin deh bacanya.
Beni tidur lagi.”
Beni kemudian tidur di dekat
mamanya, hal yang biasa. Dari dulu memang kadang Beni suka tiduran di tempat
tidur mamanya. Mamanya nampak asik membaca majalah, duduk bersandar di
pinggiran tempat tidur, punggungnya bersandarkan bantal, sementara kakinya diselonjorkan.
Memakai daster yang panjangnya sedang. Beni lalu tertidur. Lumayan lama Anna
masih membaca, akhirnya ia merasa ngantuk, diliriknya jam, jam 8 kurang. Dia
meletakkan majalahnya. Anaknya nampak terlelap dekat situ. Dikecupnya pipi
Beni, lalu Anna pun juga tidur. Memang ia kurang tidur belakangan ini, tidur
sebentar akan mengembalikan kesegarannya.
Beni membuka matanya, menggeliat
sebentar, AC di kamar mamanya terasa dingin, ia mengucek matanya....ugh...jam
10, lumayan lama ia tidur. Dia lihat mamanya tertidur, terlentang. Dasternya
agak tersingkap, memperlihatkan sedikit pahanya yang putih mulus. Beni melirik
wajah mamanya, masih pulas....cantiknya mama Anna, alisnya tebal. Pandangannya
beralih ke bawah, teteknya juga besar....otak remajanya mulai ngeres...berani
nggak ya...berani nggak...ah nekad dikit, pura – pura saja pikirnya, lagipula
mamanya nampak tertidur pulas sekali. Maka sambil pura – pura merem, Beni
menjulurkan tangannya dan seakan ”Tidak sengaja” tangannya menyentuh tetek
besar mamanya di balik daster itu. Oh....empuk dan kenyal, kont01nya mengeras.
Mamanya masih tertidur. Beni mengambil selimut, menutupi celananya, dengan satu
tangannya yang lain ia, turunkan celananya....nekad deh...sudah tanggung. Ia
mulai mengocok kont01nya, sementara tangan satunya masih ”Tak sengaja” menempel
di tetek mamanya. Masih penasaran, Beni makin nekad, ujung jari kakinya
beraksi, sedikit demi sedikit dan perlahan menarik ujung daster mamanya yang
tersingkap tadi, akhirnya nampak CD putih yang mama Anna kenakan, tebal sekali
pikir Beni. Beni agak memiringkan tubuhnya, biar jelas, samar ia melihat warna
kehitaman yang lebat, bahkan...oh beberapa helai jembut nampak menyembul. Tapi
senekadnya Beni, ia masih takut, hanya puas melihat saja. Kalau mamanya bangun,
tangannya yang ”tak sengaja” di tetek itu masih wajar dan bisa beralasan,
namanya tidur kan bisa nggak sengaja. Tapi kalau tangan ada di CD, gimana
jelasinnya. Memangnya mama Anna bego. Beni mempercepat kocokannya, ketika
merasakan mau keluar, ia tahan sebentar, ujung kont01nya ia dekatkan ke ujung
kaosnya...pejunya muncrat di kaosnya. Ia lalu melipat ujung kaosnya.Perlahan
Beni mulai menarik kembali ujung daster mamanya. Tangannya juga sudah ia tarik
dari tetek mamanya. Dan memang mamanya sangat mengantuk, masih tertidur pulas
tanpa tahu kenakalan Beni barusan. Beni pun segera keluar dari kamar mamanya.
Akhirnya memang siang itu mereka menghabiskan waktu keliling Mall, makan,
belanja, sorenya berkunjung ke rumah ayah dan ibunya Beni. Baru malamnya mereka
pulang. Dan Anna kecewa, suaminya kembali tak datang....nasib.
Dua bulan berlalu, tak ada
perubahan berarti, Beni baru saja naik kelas 3. Hari Sabtu ini Beni sedang
pulang ke rumah ayah ibunya. Kemarin ayahnya menelepon, mau ngajak anaknya
berlibur sekeluarga. Tadinya Anna juga disuruh ikut, tapi ia malas. Dan juga
memang suaminya kemarin menelepon, bilang mau datang....tumben menghormati
jadwal. Dan seperti biasa salah satu acara mereka menghabiskan waktu adalah
dengan bercinta.
Anna nampak mendesah, teteknya
bergoyang – goyang liar, sementara Dedi asik menyodok m3meknya yang sudah basah
dengan cepat. Kont01nya keluar masuk menerobos lobang m3meknya yang sudah lama
tak disodok. Anna meremas teteknya...merasakan pentilnya yang mengeras,
memainkannya dengan jarinya, sesekali mulutnya mendesah nikmat membuat Dedi
makin bernafsu.
Dedi segera menciumi tetek Anna,
mengulum dengan nikmat pentil kecoklatan itu, kont01nya dengan mantap terus
memompa, memberikan kenikmatan pada m3mek Anna di setiap pompaannya. Gemas ia
jilati ketek Anna yang berambut lebat, kesukaannya, sesekali tangannya membelai
bulu ketek itu. Anna ikut menggoyangkan pantatnya, menambah kenikmatan pada
kont01nya.
Desahan Anna makin kuat,
gairahnya memang sudah lumayan lama tak disirami, kont01 Dedi saat ini sedang
memulai tugasnya kembali. Ahhh....desahnya, tangannya mulai ia julurkan ke
bawah, meremas biji suaminya. Dedi diam sejenak, menikmati saat jemari Anna
dengan lincah memainkan bijinya, selalu memberikan rasa nyaman. Akhirnya Dedi
mulai memompa kembali, dengan kuat dan cepat, membuat Anna kelojotan....dan
mendapatkan orgasme. Namun Dedi juga sudah mulai letih, segera saja ia memompa
dengan cepat.....ahh..crooot...crooot pejunya memancar....ia terkulai, mencabut
kont01nya dan berbaring.
Mereka baru saja selesai, sedikit
memuaskan dahaga Anna yang sudah agak lama dan jarang disetubuhi secara rutin.
Dedi akhirnya memulai percakapan....
”Na,....eh...2 bulan ke
depan...mas mungkin nggak bisa di sini dulu...”
”Seperti biasa....aku nggak bisa
komplain kan....”
”Jangan begitu dong.....mas
sedang ada kesibukan kerja...”
”Bukannya sibuk sama Teti
mas...?”
”Na...jangan mulai lagi dong,
benar kok, mas sedang menjalin kerjasama baru dengan investor. Dan investor ini
mau membuka usaha ini di daerahnya di Sumatra sana. Jadi mas harus bolak –
balik ke sana. Tentu dengan kesibukan ini mas nggak bisa ke mari.”
”Terserah mas sajalah....tak bisa
kemari, tapi tetap bisa ke rumah mas yang satu lagi kan ? Sebenarnya rumah di
sana dan di sini juga sama – sama di Jakarta kan ?”
Dedi diam saja. Memang benar dia
tak bohong kalau dalam 2 bulan ke depan harus bolak balik mengurus kerjaan.
Tapi sedikit banyak jawaban Anna juga telak menohoknya. Ia mencoba mengalihkan
situasi...
”Bagaimana kabar Beni ?”
”Baik seperti biasanya. Mungkin
mas yang kurang merhatiin anak itu. Ingat mas, dulu waktu kita mengambilnya,
kita sudah berjanji akan merawatnya dengan baik. Kalau mas sibuk sampai tak
punya waktu buat aku, nggak masalah...aku mulai TERBIASA. Tapi paling tidak mas
HARUS menyempatkan waktu buat mengajak anak itu pergi sesekali. Sadar nggak
dalam 2 tahun ini mas amat jarang mengajak Beni pergi.”
”I...iya sih. Pas sekarang aku
datang dia lagi pergi sama mas Wawan.”
”Gimana kabar Teti mas ?”
”Baik...baik, dia titip salam
buatmu.”
“Salam balik. Sesekali suruh ia
datang kemari. Sendiri saja kalau lagi senggang. Aku nggak bakalan gigit dia
kok.”
”Iya...iya, mas juga sudah sering
menyarankan hal itu. Tapi itulah...si Teti bilang...dia masih malu sama Kak
Anna, sungkanlah sama Kak Anna...sulit...”
Pembicaraan dan suasan yang mulai
membaik, juga perasaan Anna yang mulai kembali senang karena bisa kembali
merasakan kehangatan dan juga menghabiskan waktu mengobrol santai dengan
suaminya yang jarang ia dapatkan belakangan ini, akhirnya mulai memanas
kembali. Sepele...atau mungkin tidak, tergantung dari sisi mana kita melihat.
Sisi Dedi atau sisi Anna.
”Mas....ngobrolnya nanti lagi
ya...sekarang.....”
”Na...aku capek nih, barusan kan
sudah, besok pagi saja ya. Biarkan mas istirahat dulu ya.”
”Mas ini gimana sih...? Sudah
jarang datang, sekalinya datang juga nyebelin. Memang, Anna tahu, Anna nggak
semenarik Teti lagi yang lebih muda kan ?”
”Ya ampun..Anna, jangan bicara
seperti itu. Sungguh, mas lagi lelah. Perusahaan kita sedang mengerjakan
beberapa proyek. Kau kan paham, dulu kalau aku sedang dalam situasi seperti ini
juga sering lelah. Tolong, jangan marah terus.”
”Ah...sesuka mas Dedi sajalah.
Tidur deh sepuasnya...aku tidur di kamar Beni biar tak mengganggu istirahat
mas.”
Anna segera memakai dasternya.
Dedi yang tak mau ribut, membiarkan. Biarlah besok pagi, kalau sudah tenang
suasananya ia bicara. Susah...serba salah. Anna bukannya tak tahu kondisi
seperti ini, memang kalau suaminya sedang repot kerjanya, cepat lelah. Namun di
sisi lain ia juga berhak kesal, sekian lama suaminya jarang datang. Sekalinya
datang mengabarkan 2 bulan ke depan akan sibuk dan tak bisa datang ke sini.
Sudah itu, sekian lama ia tak dijamah oleh suaminya, baru juga main sekali,
suaminya malah mau tidur, siapa yang tak marah. Lebih baik malam ini ia tidur
di kamar Beni yang sedang kosong. Seperti adatnya yang sabar dan tak mau marah,
Dedi pasti akan membiarkannya, menunggu kemarahan reda.
Dedi hanya menghela nafas, duh
urusan kok bukannya beres malah runyam. Secara teori sih harusnya gampang,
punya 2 istri yang cantik dan sama – sama menggairahkan harusnya bisa membuat
semua lelaki iri. Tapi hidup bukan hanya seks semata. Ia harus bekerja, mencari
nafkah, tentu saja ia lelah. Permintaan Anna dan kemarahannya beralasan, tapi
Dedi bukan anak muda lagi. Dedi diam sambil berbaring, ide gila yang belakangan
sering muncul itu kembali menyeruak....ah ide itu lagi.....dia hanya diam
melamun. Belakangan ini karena terlalu seringnya ide itu terlintas, ia mulai
memikirkannya, merasakan pertentangan juga kemungkinannya dalam memikirkannya.
Ah...tidak putusnya...Anna tak bakalan menyukai atau menerima ide gila ini.
Dedi pun tertidur.
Sementara Anna setelah keluar
kamar, ke kmar mandi depan, mencuci m3meknya, lalu menuju dapur, membuat kopi
instant di gelas ukuran besar, mengambil asbak dan rokoknya. Ia membuka kamar
Beni, menyalakan lampunya. Duduk di bangku belajar Beni. Mulai menyalakan
rokoknya, baru jam 11 lewat. Makin parah saja...... pikirnya, sungguh aku rela
dan ikhlas saat dia mau menikah lagi demi impiannya, bisa menerima pula saat
belakangan ini dia mulai jarang di sini. Tapi saat dia datang, salahkah aku
menuntut hakku sebagai istri...yang kalau mau jujur sudah jauh berkuarang
kuterima ? Tangannya iseng memainkan pulpen di pinggiran meja belajar Beni,
tiba – tiba menyetuh mouse komputer, layar monitor LCDnya menyala. Anna
terkejut....duh si Beni, pasti lupa matiin komputer. Dia tersenyum melihat
desktopnya menampilkan foto dia dan Beni yang sedang berangkulan saat pergi ke
Bandung. Suaminya yang memfoto mereka. Sudah lama mereka tak pergi bareng. Ah
sudahlah sekalian saja aku browsing, menghilangkan kekesalan hati. Memang biasanya
Anna di kala senggang suka browsing. Biasanya memakai laptop di kamarnya.
Dan bukannya Beni lupa matiin
komputer waktu mau pergi tadi. Dia pergi tadi sore. Sedari siang memang Beni
yang kalau Sabtu libur sekolah, asik menghabiskan waktu dengan main internet.
Browsing situs – situs favouritenya. Jam 3 tadi, Rio kakaknya menelepon,
menanyakan Beni yang belum datang, ya...ampun pikir Beni, keasikan main
internet...lupa. Padahal mereka sekeluarga mau berangkat jam 4. Duh tanggung,
Download managernya lagi download beberapa file seru nih, cukup besar
ukurannya, sayang kalau diputus..sudah setengah jalan Beni menutup sekaligus
jendela browser firefoxnya...klik...klik, nggak mengindahkan message yang
keluar, tutup saja. Meletakkan mousenya ke pinggir. Layarnya nggak usah
dimatiin, nanti mati sendiri. Beni lalu bersiap – siap, mengambil kunci motor,
mematikan lampu kamar, keluar kamar, mencari mamanya, lalu pergi. Tak khawatir,
sebab mamanya jarang dan hampir tak mungkin memakai komputer di kamarnya, sebab
mama punya laptop sendiri. Sebuah pemikiran yang logis dan tak salah
sebenarnya.
Anna mengklik icon browser
firefox seperti yang biasa ia lakukan saat mau browsing. Menunggu
sebentar...lho...apa ini....dibacanya pop up message yang keluar...sorry..bla
bla bla...do you want to restore your previous...wah kayaknya Beni waktu
terakhir memakai sedang buru – buru, tadinya Anna mau mengklik No, tapi
penasaran ia klik opsi sebaliknya. Anna menghisap rokoknya. Tak lama browser
selesai meloading halaman – halaman. Ada beberapa tab yang terbuka. Anna
mengernyitkan dahi melihat halaman yang sedang terbuka. Sungguh Anna menyadari
anak seusia Beni sedang dalam masa puber dan penasaran dalam hal seks dan
wanita. Anna juga tahu bahaya internet bagi remaja, tapi prinsipnya yang salah
bukan internetnya, semua berpulang pada perilaku pemakainya. Lagipula bagi
Anna, tak perlu memfilter atau membatasi komputer Beni, biar dia belajar
bertanggungjawab, sesekali pasti anak remaja seusianya suka nakal, tak bisa
kita kontrol terus menerus. Tapi tak urung ia mengernyitkan dahi melihat
halaman web itu, tampak thumbnail foto – foto wanita, dia mengklik
satu...astaga kok bisa muat sih, satu lagi...ya ampun gede amat...duh gila
sampai sesak begitu..... Sejauh ini Anna memakai internet di kamarnya memang
hanya membuka situs yang berkaitan dengan dunia wanita, kesehatan, fashion atau
berita, makanya dia sangat terperangah melihat semua yang di komputer Beni.
Anna mengklik tab yang lain...duh si Beni..apa nih MILF...Mother I’d Like To
fish, apalagi ini ? Kembali Anna mengklik beberapa gambar. Anna kembali
menyalakan rokoknya, mulai membuka tab yang lain. Ini apa lagi...Anna membaca
bluefame.com, nampaknya semacam forum, sudah posisi login, ia melihat layar,
mencari kepala judul..apalagi nih Cerita – Cerita Seru...Incest...ia kembali
mengernyitkan dahi. Dilihatnya judul...judul yang
ada...mamaku...ibuku....mama....mama juga, penasaran ia klik satu judul Irwan
1: Mamaku Pengalaman Pertamaku, membacanya dengan berdebar. Selesai, ia klik
judul lain Si Mamat Punye Cerite...ia baca lagi....mendebarkan juga. akhirnya
Anna menutup semuanya.
Anna bersandar di kursi, meminum
kopinya. Ia teringat artikel yang pernah ia baca, di situ diterangkan, biasanya
secara bawah sadar sekalipun, orang akan otomatis membuka atau mencari situs
yang sama dan setipe yang sesuai kebiasaannya. Sedikitnya itu merefleksikan dan
menggambaran selera dan obsesi orang itu. Contohnya yang suka situs fashion
gaya eropa misalnya akan selalu berusaha mencari dan membuka situs lain yang
sejenis, kalaupun membuka situs berbeda, tapi tetap di antaranya akan ada situs
idolanya. Dilihat dari situs – situs di komputer Beni semuanya memiliki
keseragaman, gambar wanita – wanitanya selalu sekitar usia 30 ke atas, bertetek
besar...,belum lagi cerita yang ia baca tadi. Untuk meyakinkan...mudah –
mudahan si Beni belum menghapus historynya....ya belum...Anna kemudian mengklik
link – link halaman web yang ada di history...sama...sama...semodel....nggak
beda....duh Beni..Beni. Anna lalu menutup semua browser. Sengaja tak mematikan
komputernya. Ia kembali menyalakan rokoknya...berpikir.
Ampun.....Beni, nakal juga ya
anak ini. Dia tak akan mencabut fasilitas internet, itu tak akan menyelesaikan
masalah. Di rumah dicanut, di luaran mana bisa ia mengontrol. Tapi ia akan
bicara kepada Beni. Terus kenapa pula anak ini, usianya 17 tahun lebig dikit,
tapi dari apa yang Anna lihat tadi, kenapa Beni sukanya justru melihat wanita
yang 30 tahunan lebih dan bertetek besar seperti....seperti...astaga...Anna
agak kaget memikirkannya...seperti......aku. Anna agak terhenyak memikirkan
kemungkinan ini. Probabilitasnya tinggi sekali. Mencoba kembali menganalisa,
tak mungkin ibunya. Beni dari kecil sampai sekarang menghabiskan waktu, bertemu
dan mengobrol, curhat dan macam – macam lainnya ya sama aku, hampir 90% dari
hidupnya. Apa anak itu terobsesi sama aku ? Anna menghembuskan asap rokoknya.
Kalaupun iya, bukan salah Beni sepenuhnya. Salahku juga, sedikit banyak dulu ia
sering melihat aku mengganti baju, aku yang dengan teledor malah cuek saja. Hal
mana yang akan membekas dan tersimpan di otaknya. Di saat usia pubernya ini.
Anna menghela nafas, ia pun bersiap tidur. Semoga cuma obsesi semata....Anna
merinding saat tiba – tiba terlintas bayangan ia dan Beni sedang bercumbu. Ia
segera memejamkan matanya.
Paginya Anna bangun, keluar kamar
Beni, nampak suaminya sudah bangun sedang minum kopi dan membaca koran.
Suaminya menegurnya, menanyakan apakah ia mau kopi, Anna mengangguk. Dedi
segera meletakkan koran dan membuat kopi. Anna kembali ke kamar Beni, mengambil
rokok. Ia menyalakan rokok sementara Dedi membuat kopi.Dedi tak melarang saat
mengetahui Anna mulai merokok. Dedi menyerahkan kopi.Tak lagi melanjutkan
membaca koran, memulai percakapan...
”Na...tentang semalam...”
”Sudahlah mas....aku minta maaf,
mungkin sedang emosi.Seharusnya aku menghargai kerja kerasmu.”
”Tidak...tidak perlu
begitu....aku juga salah.”
”Ya sudah....sama – sama memafkan
dan mengerti sajalah mas. Aku nggak mau nuntut terlalu banyak sama mas.”
Mereka kembali diam, mulutnya
mulai asem, Dedi mencomot sebatang rokok milik istrinya. Anna memandang
sejenak. Sebersit ide aneh melintas. Juga ia mau menggoda suaminya. Anna
memulai percakapan...
”Mas...aku mau
bertanya...pertanyaan seandainya.”
”Iya...aku
mendengarkan...seandainya apa...?”
”Seandainya aku yang belakangan
ini kurang puas dalam hal hubungan seks, mencari kepuasan dengan lelaki
lain.....”
”APA...? APA MAKSUDMU ANNA...?”
”Aku belum kelar bicara mas..aku
teruskan...mencari kepuasan dengan lelaki lain yang asing, nah apa mas akan
rela...?”
”GILA...Tentu tidak.”
”Sudah kuduga. Kalau misalnya
lelaki itu mas kenal...?”
”SAMA SAJA...TIDAK JUGA”
Dedi nampak gusar, menyeruput kopinya, Anna
masih asik memainkan rokoknya. Wajahnya tersenyum menggoda sementara memandang
suaminya. Ia melanjutkan.....
”Kalau lelaki itu Beni.....?”
Suaminya nyaris tersedak, segera
menaruh gelas kopinya, menatap istrinya serius dan heran...
”APA.....jangan....jangan
katakan....kau dan anak kita Beni...telah...telah...”
”Tidak...tidak, aku tidak seperti
itu mas. Kan sudah kubilang ini hanya seandainya. Apa jawabmu ?”
Sebenarnya Anna sangat yakin
sekali suaminya akan menjawab tidak. Setelah ia membuat suaminya terkejut, kini
gantian ia yang akan terkejut.....
”Oh begitu...baiklah karena kau
sudah bertanya....kalau lelaki itu Beni...mungkin aku akan menjawab....YA.”
”HAH...? APA MAS ? YA ?”
”Kau bertanya padaku kan, jadi
aku jawab...mungkin saja ya”
”Mung....mungkin ya ? Jadi mas
mau aku seperti itu...?”
Anna benar – benar terkejut.
Benarkah ini Dedi yang ia kenal...? Jangan – jangan ini Allien yang menyamar
jadi Dedi. Ditatapnya Dedi dengan serius dan menyelidik. Dedi kembali
berbicara.
”Na dengar ya. Jangan kau potong
dulu omonganku, dengar saja dulu sampai aku kelar bicara. Setuju ?”
”Baiklah...aku dengarkan mas.
Harus ada alasan logis dibalik jawaban mungkin YA dari mu ini.”
”Aku sudah egois dengan impianku
dan kembali kawin. Itu fakta dan tak bisa dibantah. Dalam hal cinta, jelas aku
masih mencintaimu, namun sedikit banyak aku menelantarkan kau. Bukan dalam
materi. Ya, kita tahu tentang lumayan besarnya hasratmu hehehe, dan aku telah
mengurangi dan mengabaikan hal itu, jelas aku bersalah. Itu fakta juga tak bisa
dibantah. Lalu karena aku merasa bersalah tentu saja kepikiran, bahkan akhirnya
timbul ide yang konyol dan gila, dan anehnya...yang kau tanyakan itu adalah ide
tersebut. Yang aku tak berani tanyakan ke kau, takut kau tersinggung. Tapi
karena kau tanya, aku jawab saja.”
”Mengapa kau jawab Ya, apa kau
benar – benar rela aku melakukan hal seperti itu de..dengan Beni.”
Dedi diam sejenak, menyalakan
sebatang rokok lagi, menghembuskan asapnya lalu menjawab....
”Awalnya saat ide itu datang,
tentu tidak rela dan menganggapnya Absurd. Lama – lama kok ide itu sedikit
masuk akal. Tentu saja tak mungkin aku tak marah kalau kau melakukan dengan
orang lain yang jelas – jelas asing. Tapi kalau Beni...ya...gimana ya, aku juga
sayang sama anak itu, terlalu sayang. Membayangkan kau dan Beni begitu, awalnya
konyol, tapi lama – lama karena terbersit terus, jadi suatu hal yang mungkin.
Dan memang baik ke kau atau ke Beni. Kalian berdua tak bisa membuat aku marah.”
”Mas....tapi tadi aku hanya
berandai saja....”
”Anna, dengar ya, aku nggak tahu
karena alasan atau dasar apa tiba – tiba saja kamu menanyakan pertanyaan tadi.
Tapi kita realistis saja, pertanyaan SEANDAINYA....sudah sering terbukti
sedikit banyak merefleksikan hasrat dan keinginan diri yang tak disadari. Boleh
kau membantah. Tapi....jangan kau tersinggung, kau dan Beni di rumah ini setiap
saat. Aku sekarang punya istri lagi. Mana aku tahu kalau ”SEANDAINYA” suatu
saat kalian melakukan hal itu...? Tapi kalau itu terjadi...maka kau tahu
jawabnya....YA.”
Anna benar – benar kehabisan
kata. Tapi setelah bisa kembali berpikir dengan tenang Anna mulai berbicara....
”Jadi mas menyarankan aku seperti
itu...?”
”Gimana ya.... menyarankan tidak,
melarang juga tidak. Anna aku sadar akan kekuranganku dalam memuaskanmu
belakangan ini. Tapi aku tak bisa merubahnya. Namun cintaku tak akan berubah,
sampai kapanpun. Kalau kau, yang aku tahu merasa berat dengan jarangnya aku
memenuhi hasratmu belakangan ini memutuskan untuk mencari kepuasan dengan
lelaki lain, jawabanku Tidak. Tapi kalau suatu saat kau memutuskan melakukannya
dengan dan hanya dengan Beni...silahkan. Anggap juga itu sebagai tanda
terimakasihku padamu yang telah merelakan aku menikah lagi.”
”Mas...aku tak mungkin....”
”Ssstttt...jangan membuat janji
yang kaupun tak pasti. Aku dan kau tak akan pernah tahu. Ingat, yang kita
bicarakan adalah hasrat seks, kalau sudah menyangkut hal ini, pikiran bisa tak
logis. Nah, lebih baik kita ke kamar, aku mau melunasi hutang semalam......”
Sebulan berlalu. Anna tentu saja
tak melakukan apapun dengan Beni. Namun setelah pembicaraan dengan suaminya
dulu, juga setelah mengetahui hasrat Beni, sedikit banyak ia mulai
memperhatikan Beni. Dia bahkan tak menegur Beni soal masalah internet itu.
Suaminya memang tak datang sebulan ini seperti perkataannya, memang sibuk.
Urusan uang belanja dan semacamnya tak masalah, biasa ditransfer. Teti istri
muda suaminya juga sudah mulai datang, bahkan Anna mengajaknya jalan belanja
bersama. Secara kehidupan sehari – hari semua normal. Namun yang mengganggu
adalah masalah gairahnya. Berkurang drastis pemuasaannya. Di usianya sekarang
ini Anna merasa gairah seksnya meningkat sekali, tapi ibarat baut tak ketemu
mur, repot.....
Dia mulai memikirkan dengan
sangat serius kemungkinan pembicaraan dengan suaminya. Hasrat sih mengatakan
ya, tapi otaknya, normanya, logikanya tetap menjadi penentang utama. Beni
memang boleh dibilang oke, ganteng, tinggi, tegap, tapi dia kan anakku. Bahkan
tanpa disadarinya, belakangan ini ia mulai menggoda Beni, mulai cuek tak
menutup pintu kamarnya saat mengganti baju, mulai sedikit berani memakai baju
tidur yang biasanya hanya berani ia pakai di kamar saat bersama suaminya.
Sedikit membuat Beni heran dan terangsang tentunya. Tapi tetap saja dirinya tak
mampu, bukan hal yang mudah melakukan hal seperti ini. Maka makin terombang –
ambinglah Anna dengan pikirannya, dengan masalah hasratnya. Memang suaminya
secara jelas telah menyatakan persetujuannya, tapi bagaimanapun ia tak bisa.
Dan suaminya lagi – lagi benar dengan perkataannya...pertanyaan ”SEANDAINYA”
itu, kini malah membuat Anna bergairah....
Malam minggu ini Beni di rumah
saja. Tadi jam 7 dia dan mamanya sudah kelar makan. Setelah itu mamanya
menonton TV di ruang tamu. Beni masuk kamarnya, jam 8 ia keluar menggembok
pagar dan mengunci pintu. Balik ke kamarnya lagi, secepatnya, hanya menutup
pintu lupa dikunci, maklum tanggung. Di kamarnya Beni sedang asik menonton DVD
bokep di komputernya, biasa ngambil punya kakaknya waktu ia pulang. Nontonnya
pakai earphone. Sementara Anna menonton TV tanpa semangat, sebenarnya ia
mengharapkan Beni ikut menonton, biar ada teman ngobrol. Akhirnya jam 9 ia
matikan TV, tapi belum mengantuk, jam segini Beni pasti belum tidur, lebih baik
aku ke kamarnya mengajaknya ngobrol. Anna segera melangkah ke kamar Beni,
diketuknya pintu, agak pelan memang, tak ada jawaban...lagi...tak ada jawaban
juga, pelan – pelan ia membuka pintu kamar anaknya itu. Beni tak tahu karena
memunggungi mamanya, sedang duduk dengan earphone di kupingnya, serius sekali....Anna
mendekat, astaga...Beni pikirnya...nonton film apa lagi anak ini.
Anna duduk dengan perlahan nyaris
tak menimbulkan suara di tepi tempat tidur, Beni masih belum sadar, asik
menonton. Untung saja ia tak menonton sambil mengocok kont01nya. Anna melirik
layar, nampak pemain film wanita yang bertetek besar sedang merem melek disodok
lawan mainnya. Sangat panas adegannya. Lama juga ia menonton. Sedikit banyak
membuat gairahnya bangkit. Ia merasakan m3meknya agak basah. Tak lama Beni agak
menggerakkan duduknya, biasa ganti posisi, nggak nyaman dengan celana yang
sesak, saat kepalanya agak menoleh.....astaga...mama Anna...gawat
deh....tengsin. Mamanya hanya melihat Beni dengan wajah datar, tanpa komentar.
Beni segera melepas earphonenya, segera dengan panik mengklik tanda x untuk
menutup player. Lalu dengan muka menyesal ia segera bicara...
”Ma...a...anu
maaf....aduh....pokoknya maafin Beni ma, Beni bisa jelasin...”
”Jelasin apa Ben..? kamu itu
ngapain nonton film kayak begitu...?”
”A...anu ma, namanya juga anak
lelaki...ingin tahu...”
”Oh gitu...ingin tahu, terus
kalau sudah tahu...ingin apa lagi...? Ingin ngerasain...?”
”Ya...ng...nggak lah ma.”
Anna diam sejenak, nampak
berpikir sedang bergelut dengan pertentangannya.
”Ben...kamu malam minggu gini
memangnya nggak ada kerjaan lain apa, selain nonton gituan...”
”Ya...ada sih ma, Cuma sekarang
lagi malas main game atau internet...”
”Ah...internet ya. Mama juga
lupa, mau buka situs jorok...? situs yang isinya wanita usia 30an lebih, yang
teteknya besar, terus juga baca cerita jorok yang isinya obsesi terhadap
mamanya, ibunya, tantenya, begitu kan...?”
”Lho...lho kok...”
Beni seperti kucing kebakaran
jenggot, kok mama Anna bisa nembak dia secara tepat. Belum heran keterkejutannya
mamanya mulai berbicara lagi, lebih mengejutkannya...”
”Ben...yang jujur ya...kamu
sering mengkhayalkan mama kan...?”
”Eng...eh...duh...i...iya.”
”Nah...daripada kamu berkhayal,
sekarang kamu wujudkan deh.”
”HAH...?A..apaan ma...?”
”Iya...kamu nggak mau mewujudkan
khayalanmu ? Kalau mau, ayo, mama kasih kesempatan.”
Masih heran juga tak percaya Beni
dengan ragu – ragu mendekat, tak menyangkalah dia, Beni sendiri sebenarnya
sudah siap kalau mama Anna memakinya saat ketahuan nonton film tadi, tapi kok
malah jadi begini. Ia mendekat Anna yang sedang duduk...
”Kamu pasti sering membayangkan
ini kan...?” Anna menunjuk teteknya. Beni hanya diam.
”Mama tahu kok, film yang kamu
tonton juga sama, wanitanya bertetek besar. Lho kok diam, kamu nggak mau
merasakannya...?”
Beni diam saja, Anna memegang
tangan Beni, mengarahkannya ke teteknya. Tangan Beni agak gemetar saat
menyentuhnya. Jauh...jauh lebih besar daripada tetek si Astri. Awalnya Beni
hanya memegang dan meremas dengan takut – takut, namun saat dilihatnya Anna
hanya diam saja, percaya dirinya mulai timbul, remasannya makin kuat dan lebih
berani. Anna mulai memejamkan matanya seekali, mulai merasakan rasa nikmat
mengaliri tubuhnya. Kini Beni bahkan sudah berani menggunakan kedua tangannya.
Terasa pentil mamanya yang besar dibalik dasternya itu. Kont01nya..... Seingat
Beni belum pernah sekeras ini
Lagi asik meremas, mama Anna
menyuruhnya berhenti dan menyuruh beni membuka bajunya...semuanya kata mama
Anna. Beni menurut saja. Saat ia sudah telanjang mata Anna menatap kont01 Beni
dengan kagum....sedikit lebih panjang dari Dedi, tapi tak gemuk. Nah Beni sudah
membuka bajunya, biar adil maka Anna segera berdiri, sementara Beni duduk di
tepi tempat tidur. Anna mulai menarik dasternya, CD hitamnya terlihat oleh
Beni, perutnya dan tetek besar yang menggelantung indah itu, yang pentilnya
mengacung sempurna....lalu saat mamanya mengangkat tangan membuka dasternya,
Beni melihat rimbunan bulu keteknya yang lebat...astaga....Beni terangsang sekali.
Astri tak mempunyai bulu ketek, namun saat ia melihat bulu ketek Anna, sungguh
nafsu Beni naik sampai ke ubun – ubun....gila. Kini Anna hanya memakai CD
Hitamnya.
Dan terlalu indah rasanya untuk
Beni bayangkan....mama Anna mendekat ke arahnya yang sedang duduk di tepi
ranjang, mamanya berjongkok di hadapannya, tangannya....oh tangan halus mama
Anna mulai menggenggam kont01nya....membelainya dengan enak, memainkan bijinya,
mengocoknya perlahan....lalu...astaga lidahnya mulai menjilati kepala kont01nya.......ya
ampun...kalau ini mimpi, tolong jangan biarkan aku bangun....tapi ini bukan
mimpi. Beni merasakan lidah mamanya mulai menjelajahi batang kont01nya
memberikan sensasi kenikmatan pada titik – titik sensitifnya, dan mulut seksi
itu mulai menelan kont01nya, mengulum dan menghisapnya....emutannya sangat kuat
dan menggairahkan. Beni mendesah lemah....Anna mendongak sesaat matanya bertemu
mata Beni....Beni makin bergairah. Benar – benar lewat si Astri pikir Beni
mengomentari hisapan maut milik mamanya. Apalagi saat bijinya dihisap dan
diemut....oh....sensasinya terasa sampai ke sendi...gilaaaa...Beni merem melek.
Oh apa lagi ini....mama Anna
nampak makin mendekat, kont01 Beni diletakkan di antara teteknya, sementara
kedua tangannya mengepit dan ditangkupkan di pinggiran teteknya, membuat kont01
Beni terjepit dengan manisnya di belahan tetek besarnya. Beni sangat antusias,
dia sering melihat adegan ini di film bokep, sayangnya tetek Astri tak
memungkinkan untuk mencoba cara ini. Saking antusiasnya Beni dengan lugunya
berucap...
”Ma...tahu juga gaya ini ya...”
”Beni..Beni..., waktu kamu belum
bisa jalan saja mama sudah kenal dan ngerti ngewek. Ya pahamlah kalau cuma gaya
begini...”
Mau nggak mau Beni nyengir juga
menyadari keluguannya. Mamanya juga nyengir. Mama Anna mulai menggoyangkan
tetek besarnya itu, mendepetkannya makin menjepit kont01 Beni, saat tetek yang
sebelah goyang ke atas, yang sebaliknya ke bawah, begitu terus bergantian,
makin lama makin cepat....Aaahhh...Beni mendesah, gila enak banget
kont01nya....dijepit tetek yang besar...tiada tara. Makin cepat saja Anna
memainkannya, ketika ia melihat anaknya mendesah keenakkan. Beni sampai
kelojotan, mati – matian menahan diri....
Akhirnya Anna menyudahi acaranya
memainkan kont01 Beni. Ia berdiri, naik ke tempat tidur Beni, berbaring. Beni
segera mendekat dan dengan tak sabaran mulai menyerbu teteknya....tangan remaja
itu dengan ganas meremasi dengan kuat tetek besar milik mamanya yang sudah lama
ia bayangkan. Keras dan kenyal. Mulutnya mulai menghisapi pentilnya yang
mengacung itu, dijilati, digoyang – goyang dengan lidahnya, bergantian kiri dan
kanan. Beni lalu mengangkat tangan Anna,, penasaran...ia mulai menciumi keteknya
yang hitam itu, aromanya sungguh harum dan memberikan sensasi sensual, dengan
rakus ia mulai menciumi, menjilatinya...Anna menggelinjang kegelian.
Lalu pada akhirnya Beni
menurunkan tubuhnya, menatap selangkangan Anna. CD Hitamnya masih ia kenakan.
Nampak tebal mengundang. Sedikit menampakkan jembut yang menyembul di
pinggirannya. Jari Beni mulai menggosok CD itu, perlahan lalu mulai cepat. Anna
mulai merasakan nikmat, m3meknya mulai basah. Beni menarik pinggiran Cdnya yang
menutupi m3meknya, seperti menyempitkannya, lalu menariknya ke atas, membuat
CDnya terjepit di antara belahan m3meknya yang kini terlihat jelas. Beni
memandangi pinggiran dan permukaan belahan m3mek mamanya yang ditumbuhi jembut
itu. Segera Beni menurunkan CD hitam itu, ingin melihat lebih jelas. Terpesona
memandang m3mek tebal itu. Di atasnya dengan jembut hitam yang lebat, belahan
m3meknya sudah agak mekar, sedikit memperlihatkan isinya yang kemerahan
Beni menunduk mendekatkan
kepalanya....awalnya Anna merasa risih, dia memang mau melakukannya, maksudnya
langsung saja, kalau Beni harus memainkan m3meknya dia masih sungkan...tapi
sudahlah...go ahead, toh aku juga tadi mainin kont01 anak ini. Beni mulai
mendekatkan mulutnya...aroma enak memenuhi rongga hidungnya.Mulutnya dengan
lembut mulai menciumi jembut mamanya. Sesekali menjilatnya, agak basah jembut
Anna kini. Lalu ia mulai menyapukan bibirnya naik turun pada belahan m3mek
Anna. Enak sekali...diciuminya dan dijilatinya seluruh permukaan m3mek itu,
akhirnya fokus ke daging sebesar kacang yang menonjol itu, lidahnya mulai
menjilati dengan ganas, memainkannya dengan semangat it1l tersebut....setelah
agak lama jarinya disodokkan ke lobang m3mek mamanya. Lama ia bermain di bawah
sana...Oh..No...Desis Anna....gila...Beni....
”Awwww....Bennnnn....”
”Pinteeerr....kammuuuu.....Aiiihhhh......”
”Ogghhhhh.....Yessssss..........”
Anna mengejang...orgasme yang
sudah agak lama ia jarang dapatkan. Beni segera menghetikan kegiatannya,
menaiki tubuhnya, menindih tubuh Anna, bersiap menyodoknya...
”Ben...kamu bandel juga
ya....cara kamu....sudah pernah begituan ya...nakal kamu...”
”Iya...sama teman ma...itu juga
pakai kondom...”
Ya...setelah sekarang dia dan
mamanya sama – sama bugil, buat apa lagi Beni sungkan atau berbohong..? Tak ada
gunanya kan. Beni mulai bersiap, tapi Anna kembali berkata...sedikit ironi...
”Yang...nanti keluarin di dalam
saja...toh tak bakalan jadi.”
Beni agak sedih jadinya, tapi
hanya sesaat, Beni mulai menurunkan pantatnya....blesss...mantap. Beni diam
sebentar...enak. jadi begini rasanya kalau tak pakai kondom...nyamannya pikir
Beni.Anna menatap beni yang lagi bengong sebentar menikmati moment emasnya, tak
sabaran jadinya, segera menggoyangkan pantatnya...Beni tersadar, mulai bergerak
memompakan kont01nya...keluar masuk dengan konstant dalam m3mek mamanya yang
terasa masih sempit dan hangat itu. Setiap gerakannya terasa nikmat, kont01nya
seakan dibelai oleh cairan yang lembut dan sejuk.
Sementara tetap memompakan
kont01nya, mata Beni memandang pada tetek besar mamanya yang selalu membuatnya
terangsang itu, tetek itu nampak bergoyang, Beni memepercepat sodokannya, tetek
itu bergoyang makin cepat. Nafsuin bangeeet, Beni segera menciumi tetek Anna
dengan ganasnya. Sampai kegelian jadinya mamanya, mana hisapan Beni sangat kuat
pada pentilnya, Anna mendesah erotis sekali. M3meknya mulai terbiasa dan
menikmati kont01 anaknya, makin merasakan nikmatnya setiap sodokan kont01nya.
”AAAhhhh....Teruussss.....”
”Oooohh,,,,Ooohh......Yeesssss...”
”Ughh.....tekeeeenn
Beeennnn......”
Anna kembali mengejang dengan
kuat, Beni merasakan semburan hangat membasahi kont01nya, orgasme milik mama
Anna. Dengan sedikit tergesa Beni mempercepat sodokannya, lalu mencabut
kont01nya. Ditariknya tangan mamanya.
Anna segera bangkit, Beni membuat
posisinya menungging, lalu Blesss...kont01 beni kembali menerobos m3meknya dari
belakang. Bunyi pahanya beradu dengan Beni yang sedang menyodoknya terdengar
nyaring di kamar in, menambah tinggi birahi. Beni dengan puas menyaksikan
kont01nya keluar masuk, sesekali ia meremas bongkahan pantat mamanya yang
sangat montok itu. Dia terus menyodok tanpa kenal lelah. Ditundukkan sedikit
badannya, tangannya menjulur, meremasi tetek mamanya. Enak banget sambil
nyodokin m3mek mamanya yang nungging, tangannya mainin tetek mamanya....makin
nafsu saja Beni, ia menyodok makin kuat dan cepat...Anna benar – benar
kelojotan...dan kembali mendapatkan orgasme...ampun dashyat juga anak
ini......sementara Beni makin menggila saja, kont01nya menyodok sekuat dan
sedalam mungkin...plok....plok...ahhh...desahnya...akhirny a ia
merasakan....crooot....croootttt...pejunya memancar dengan kuat dan banyak,
membasahi m3mek mama Anna. Terdiam dia, badannya menempel pada punggung mamanya
yang sedang nungging itu. Setelah diam agak lama ia mencabut kont01nya yang
masih keras.
Anna segera bangun, terasa peju
yang mengalir di m3meknya. Baru saja ia mau membersihkannya, Beni sudah
menariknya lembut, membaringkannya agak miring, dan Beni berbaring di
sampingnya, tanpa banyak bicara mengangkat satu kaki Anna, lalu....ya
ampun....langsung lagi ? Kont01 Beni kembali menyodok m3meknya, dan Beni mulai
mencumbunya, Anna tanpa ragu membalas ciumannya, panas dan bergelora....Tangan
anak itu kembali meremasi teteknya...Anna mendesah, tangannya merangkul kepala
Beni, memeperlihatkan keteknya yang lagi – lagi segera habis dilumat oleh Beni.
Sodokan kont01nya juga makin kuat, bahkan Anna merasakan kont01 Beni makin
membesar saja di dalam m3meknya yang sudah sangat basah itu. Gila...bisa jebol
lagi nih.....Anna memandang ke arah bawah, menyaksikan kont01 milik naknya yang
sedang menerobos keluar masuk m3meknya yang sudah memerah itu...gairahnya jadi
terbakar.....Beni benar – benar merasakan betpa nikmatnya m3mek mamanya ini,
tak memperdulikan keringat yang mengalir, makin asik memompakan kont01nya,
terkadang desahan suara mamanya terdengar, sangat erotis dan merangsang di
telinganya. Dan lagi....mamanya mendapatkan orgasme, mamanya memburu bibirnya,
menciuminya dengan kuat, membuat beni kehilangan kontrol sesaat. Beni masih
saja memompa, saat ia merasakan bijinya dimainkan dan diremas, gilaaaaa....enak
banget makin menambah nikmatnya setiap sodokan yang ia
lakukan....oooohhh.....akhirnya batas Beni pun tiba, denyutan itu
menandakannya....kembali ia mencium bibir mamanya...kali ini dengan hangat dan
lembut....crooot...crooot....selesai. Lemas dan bahagia. Daerah selangkangan
mereka berdua sudah basah dan lengket, cairan putih seperti busa nampak
menempel di sekitar paha mereka. Beni segera mencabut kont01nya.
Anna terkulai
lemas....ampun...kalau Beni meladeninya seperti ini, hasratnya akan selalu
terpenuhi, kalau memang harus begini jalannya, ya terjadilah. Tapi tetap aku
harus menjaga wibawa Dedi di mata Beni...
”Ben, rahasiakan ini dari papamu
ya.”
”Iya ma. Ma, Beni nggak tahu
alasan mama membuat kita melakukan ini, tapi yang pasti Beni senang dan setelah
ini akan terus meminta mama, mana bisa berhenti lagi. Paling berhenti kalau ada
papa.”
”Hehehe...nakal kamu, ingat,
jangan nonton film kayak gitu terus, juga jangan buka situs jorok.”
”Kayaknya nggak deh...mana sempat
lagi ? Kan nyodokin mama terus hehehe”
Dan dasar anak muda masih kuat,
Cuma istirahat sebentar sudah nyodok lagi. Anna hanya bisa tersenyum saja. Dia
dan si buah hati kini telah memasuki babak baru dalam kehidupan mereka.
Sebulan kemudian suaminya datang,
setelah selesai urusan kerja sama bisnisnya. Dedi baru saja masuk. Beni lagi di
kamarnya. Anna menyambutnya seperti biasa, dan melihat wajah Anna juga
senyumnya yang lepas, tahulah Dedi...dia sudah melakukannya. Dedi tersenyum
saja. Itu sudah jalannya, biarlah Anna juga berhak meraih impiannya. Kehidupan
terus berjalan, akhirnya Teti hamil, kini sudah bulan ke 5, Dedi bagaikan di
awang – awang, makin jarang datang aja ke Anna, tapi Anna tak pernah mengeluh
lagi......Dan memang Anna tak butuh mengeluh lagi, buat apa...selalu ada Beni
anak kesayangannya, buah hatinya, juga pelepas dahaganya......
0 Response to "buah hatiku yang selalu menjadi pemuas nafsuku"
Posting Komentar