Nama saya, sebut saja Angga
(samaran). Sekarang saya kuliah di salah perguruan tinggi di Bandung. Sampai
sekarang saya semester X, saya kost di daerah Ciwaruga, Bandung.
Kisah ini bermula ketika aku
mencari tempat kost di daerah sekitar kampus. Setelah sekian lama
berputar-putar, akhirnya sampailah aku di suatu rumah. Lokasinya enak, sejuk
dan rindang. Dalam hati aku menjadikan rumah ini sebagai kost cadangan
seandainya aku tidak mendapatkan tempat kost. Setelah ngobrol dengan ibu kost
tentang masalah harga, datanglah anak ibu kost yang nomor 3, namanya Mbak Desi
(itu kuketahui setelah aku kost di situ).
cerita dewasa daun muda birahi anak kost |
Pertama melihat Mbak Desi aku
langsung bergetar, gila cantik sekali. Sempat terselip di benakku untuk
berhubungan badan dengannya tapi perasaan itu langsung kusingkirkan sebab di
depanku ada ibunya, jadi aku berpura-pura manis dan tersenyum pada Mbak Desi.
Setelah sekian lama, akhirnya aku
kost di situ. Dan hari-hariku kusempatkan mencuri perhatian ke Mbak Desi, tiap kali
kupandangi dia makin kelihatan inner beauty-nya. Begitu cantik dan tidak
bosan-bosan dipandang.
Dan yang membuatku semangat untuk
mengejarnya adalah dia juga memberi respon atas kerlingan-kerlingan mataku dan
tingkahku. Walaupun dia sudah bersuami dan mempunyai anak satu, tapi keindahan
tubuhnya masih kelihatan, ini terbayang dari baju tidur yang dia kenakan tiap
pagi, tipis dan tembus pandang, jadi kalau Mbak Desi berjalan aku selalu ada
saja acara untuk mengikutinya entah mandi, ke belakang atau entah apa saja yang
dia lakukan. Dan sesekali kalau rumah sedang sepi, aku berjalan di belakangnya
sambil mengocok batang kemaluanku yang selalu tegang bila melihat dia sambil
berimajinasi berhubungan badan dengan Mbak Desi.
Ini kulakukan beberapa kali,
sampai suatu saat ketika aku sedang mengocok batang kemaluanku, tiba-tiba Mbak
Desi berbalik dan berkata, “Entar kalau udah keluar di lap ya...” tentu saja
aku jadi belingsatan, tapi aku cepat menguasai situasi, dengan berterus terang
sama Mbak Desi, “Entar Mbak, tanggung nich…” dan aku pun makin mempercepat
kocokanku dengan harapan aku semprotkan di perut Mbak Desi, sebab waktu itu
Mbak Desi berbalik dan berhadap-hadapan denganku. Dan tanpa di sangka Mbak Desi
membungkuk dan mengulum batang kemaluanku, tentu saja aku makin terangsang oleh
sentuhan-sentuhan lidah Mbak Desi, tampak Mbak Desi mengulum dengan penuh nafsu
diiringi oleh sedotan-sedotan dan gigitan kecilnya, sesaat kemudian kemaluanku
mulai berdenyut dan makin menegang keras.
“Terus Mbak… oh.. oh.. oh… enak
Mbak…” bagaikan melayang di awan kepalaku mulai berkunang-kunang, dan Mbak Desi
pun sepertinya tahu situasi saat itu, dia pun mulai mengocok dengan tangannya
dengan irama cepat.
“Ooh.. Mbak.. Mbak.. aku mau
keluar Mbak… oh.. oh.. oh… sshh.. shh.. ah…” Crott… croott… keluarlah air
maniku banyak sekali membasahi bibirnya berkilat-kilat diterpa sinar lampu
dapur. Dan tanpa pikir panjang aku langsung mengulum bibirnya yang masih
dipenuhi spermaku, sambil aku bergerilya di sepanjang dadanya, yang kira-kira berukuran
36. Setelah beberapa saat dia mulai mengendurkan ciumannya dan berkata,
“Sekarang bukan waktunya Dik…” Kejadian di dapur itu selalu teringat olehku dan
selalu menjadi imajinasiku.
Hari berikutnya aku makin sering
menggoda dia, tanpa sepengetahuan suaminya. Suatu saat suaminya ada keperluan
keluar kota, saat itulah yang kutunggu-tunggu untuk iseng mengajaknya jalan,
dengan alasan ingin diantar ke Cihampelas membeli baju. Mbak Desi pun mau,
jadilah aku keluar bersama dia. Di tengah perjalanan aku ngobrol dengannya,
mengorek tentang rumah tangganya terutama masalah kehidupan seksualnya.
Ternyata dia saat itu sedang suntuk di rumah dan ingin main keluar, langsung
saja kusambut kesempatan itu, kuajak dia main ke daerah pegunungan di Lembang.
Di sana dingin sekali, dan aku
mulai memberanikan diri memegang tangan dan pahanya. Sambil menggodanya, “Mbak
dingin-dingin gini enaknya apa ya…” kataku.
“Ee… apa ya…” katanya.
“Kita sewa hotel aja yuuk.. Mbak
Desi kedinginan nich…” katanya lagi.
Sebuah permintaan yang membuatku
deg-degan, langsung saja kubelokkan ke sebuah hotel yang kelas Rp 50.000-an,
“Gimana Mbak, udah anget belum…”
tanyaku di dalam kamar.
“Anget gimana? tidak ada yang
memeluk kok anget…” jawab dia.
“Bener nich…” kataku.
Langsung saja kudekati dia dan
tanpa canggung lagi aku mulai mencium bibirnya, dan dia pun membalas, ternyata
dia begitu mudah terangsang oleh ciumanku yang langsung kuteruskan dengan
menjilati leher disertai dengan gigitan kecil. Aku pun mulai bergerilya dengan
menelusupkan tanganku di balik kaosnya. Busyet, dia tidak memakai BH di
payudara yang berukuran 36B. Aku buka kaosnya dan tampaklah sebuah gundukan 36B
dengan puting yang merah kecoklatan. Begitu bersih dan putih tubuhnya, kujilati
leher dan pelan-pelan turun ke dadanya. Mbak Desi pun melengus perlahan sambil
mengacak-acak rambutku. Hingga sampai saat aku melingkar-lingkarkan lidahku di
seputar puting susunya, dia makin keras melenguh, hal itu makin membuat nafsuku
memuncak, “Iseep… Dik… iseepp… terusss… aahh…” Kusedot putingnya dan saking
memuncaknya nafsuku, kugigit putingnya, dia semakin menggila mendesah-desah tak
karuan.
Perlahan-lahan aku memasukkan
tanganku di balik celana jeansnya. Oh, begitu lembut bulu kemaluannya disertai
dengan basahnya bibir kemaluannya. Kulepas baju dan celananya sampai keadaan
telanjang bulat, begitu mulus tubuhnya, sejenak kupandangi tubuhnya dengan
tertegun, lalu aku gantian melepas semua baju dan celanaku hingga kami berdua
telanjang bulat tanpa selembar benang pun. Kugigit-gigit kecil dan jilati
perutnya perlahan-lahan sambil terus turun ke arah pangkal pahanya, terus turun
sampai ke telapak kaki kiri dan kanan. Kubalikkan badannya hingga dia
tengkurap, lalu dari belakang leher kujilati perlahan-lahan sambil menggigit
kecil dan turun, “Ohh… Diikk… terus Dikk… oh… oh… enak Diikk…” erangan Mbak
Desi disertai dengan belaian usapan telapak tangan lembutnya. Terus turun dari
punggung ke arah pantat, sampai di pantat kugigit dia saking menahan nafsuku,
dia pun meregang menjerit kecil.
Lalu hingga tiba di daerah
selangkangannya, kulihat kemaluannya merah dan basah berkilat-kilat oleh karena
lendir birahi, pelan-pelan kujilati pinggiran kemaluannya dengan gerakan
melingkar di pinggir kemaluannya. Aku pun mulai membuka bibir kemaluannya
dengan kedua tanganku tampaklah klitorisnya yang sudah menegang berwarna merah.
Perlahan-lahan kujilat klitorisnya pelan tapi pasti sambil kugerakkan naik
turun sepanjang garis kemaluannya. Mbak Desi pun makin mengerang, menghempaskan
badannya ke kiri dan ke kanan sambil sesekali menjambak rambutku disertai
teriakan kecil.
Beberapa saat kemudian Mbak Desi
mulai mengejang dan bergetar sambil meringis menahan sesuatu, “Ahh… ahh… Dik…
aku keluuaar….” sambil menggigit bibirnya. Mbak Desi bangkit lalu mambalikkan
badanku hingga aku pun terhempas telentang, dia mulai mencium bibirku, leher
dan tibalah di daerah paling sensitifku, di kedua putingku, aku mulai mendesah
ketika Mbak Desi menjilatinya, Mbak Desi tanggap akan hal itu, dia terus
menjilatinya dan karena aku tidak tahan lagi kusuruh dia menggigitnya
keras-keras. Aku pun blingsatan menahan nikmat tak terkira, makin keras
gigitannya makin puas kurasakan.
Di tengah kenikmatan itu
tiba-tiba ada sesuatu yang merasuk dan menancap di kemaluannku, gila rasanya
mau meletup dan pecah kepala ini merasakan kenikmatan itu, ternyata Mbak Desi
sambil mengigit putingku dia memasukkan batang kemaluanku ke lubang
kemaluannya. “Bless…” batang kemaluanku yang masih kering itu pun terbenam di
belahan daging hangat dan basahnya. Aku sempat menggigit dada Mbak Desi karena
kenikmatan itu. Perlahan-lahan Mbak Desi menggerakkan badannya naik turun,
sedangkan aku hanya terpejam diam menikmati surga dunia itu, “Aah… ah… ah… gila
kau Mbak… gila kamu… ah… Mbak pintar sekali… enak Mbak… oh… terus… ah… ah…” aku
mengerang kenikmatan.
Mbak Desi yang terus menggoyang
badannya membungkuk lalu menjilati dan menggigit putingku, satu gaya yang bisa
membunuhku dengan kenikmatan, aku pasrah pada situasi.
“Bunuh aku dengan tubuhmu Mbak…”
kataku, Mbak Desi hanya tersenyum simpul. Mbak Desi tetap di atasku tapi posisi
punggungnya membelakangiku, aku kurang sreg lalu kusuruh dia berbalik lagi,
Mbak Desi berbalik lagi dan dia menyodorkan payudaranya ke arah mulutku, aku
pun mulai menghisap dan mengulum sekuatku.
Tiba-tiba tubuh Mbak Desi
bergetar hebat sambil meremas kedua lenganku dan kadang-kadang mencakarku, dia
keluar untuk kedua kalinya. Aku berhenti sebentar, supaya kondisi kemaluannya
pulih kembali sebab dia sudah mencapai puncak orgasmenya. Aku ganti di atas,
perlahan-lahan kuarahkan kemaluanku ke depan bibir kemaluannya, sengaja tidak
kumasukkan dulu tapi kubuat main-main dulu dengan cara kuserempetkan ujung
kepala kemaluanku ke klitorisnya, dia mulai mengerang lagi. Dengan perlahan
kumasukkan batang kemaluanku ke lubang kenikmatannya yang sudah basah oleh
semprotan cairan Mbak Desi.
“Bluess…” batang kemaluanku
dengan gagahnya maju memasuki liang surga Mbak Desi.
“Ooh… Dik… enak Dik… oh… terruus…
Dik… ohh… oohh…” sambil tangannya meremas kedua putingku. Aku semakin mempercepat
goyangan, setelah beberapa lama keringatku pun membasahi dada Mbak Desi, butir
demi butir laknat pun jatuh seiring dengan bertambahnya argo dosaku, tubuh kami
berdua berkeringat hingga kami pun bermandi peluh. Justru hal itulah yang
membuatku makin bernafsu. Sambil merem melek aku menikmati hal itu, hingga
perutku mulai mengeras, otot perut mulai mengencang siap untuk meledakkan
sesuatu, bergetar hebat.
“Oh… Mbak aku mau keluar… Mbak…
oh… aku mulai keluar Mbak… Keluarin di mana Mbak… dalem ya.. oh… oh…” aku
mengerang kenikmatan.
“Keluarin di dalam aja Dik, Mbak
juga sudah mulai keluar kok… yah… yah… terus Dik… dipercepat… ya begitu… oh… oh
terus Dik…” dengan menjerit Mbak Desi terlihat pasrah.
“Ooh… Mbak… sekarang… Mbak… oh…
ah… ahh… sshh… ah…”
“Croot.. croott.. croooooott..
crett…” kusemburkan spermaku di dalam liang kemaluan Mbak Desi, begitu banyak
spermaku sampai-sampai tertumpah di sprei.
Aku menjatuhkan badan di sisi
Mbak Desi dengan mengeluarkan kata-kata sumpah serapah, Mbak Desi bangun dan
mengulum batang kemaluanku yang masih berlepotan spermaku, menjilat dan
mengulumnya sampai bersih, rupanya dia menelan sisa-sisa sperma yang ada di
batang kemaluanku, lalu terjatuh di sisiku juga. Kami berdua terengah-engah
dengan nafas memburu, mencoba memahami apa yang kami lakukan tadi.
“Thank’s Mbak…” kukecup kening
dan pipinya sambil meremas payudaranya.
“Ya aku puas dengan kamu Dik…”
kata Mbak Desi.
Akhirnya kami terus melakukan
hubungan itu, di mana pun dan kapan pun, di dapur, di kamar mandi, di kamarku,
di saat sepi. Hingga kini kami terhanyut oleh kenikmatan surga dunia yang tiada
bosan-bosannya kami rasakan.
TAMAT
0 Response to "cerita dewasa daun muda birahi anak kost"
Posting Komentar