Namun berbeda dengan suaminya
yang sering sakit-sakitan, sosok istrinya wanita beranak yang kini menetap di
luar Jawa mengikuti tugas sang suami itu, jauh berkebalikan. Kendati usianya
hampir memasuki kepala lima, Bu Har (begitu biasanya aku dan warga lain
memanggil) sebagai wanita belum kehilangan daya tariknya. Memang beberapa
kerutan mulai nampak di wajahnya. Tetapi buah dadanya, pinggul dan pantatnya,
sungguh masih mengundang pesona. Aku dapat mengatakan ini karena belakangan
terlibat perselingkuhan panjang dengan wanita berpostur tinggi besar tersebut.
Kisahnya berawal ketika Pak
Harjono mendadak menderita sakit cukup serius. Ia masuk rumah sakit dalam
keadaan koma dan bahkan berhari-hari harus berada di ruang ICU (Intensive Care
Unit) sebuah RS pemerintah di kotaku. Karena ia tidak memiliki anggota keluarga
yang lain sementara putri satu-satunya berada di luar Jawa, aku diminta Bu Har
untuk membantumenemaninya selama suaminya berada di RS menjalani perawatan. Dan
aku tidak bisa menolak karena memang masih menganggur setamat SMA setahun lalu.
Kami bapak-bapak di lingkungan RT
memita Mas Rido mau membantu sepenuhnya keluarga Pak Harjono yang sedang
tertimpa musibah. Khususnya untuk membantu dan menemani Bu Har selama di rumah
sakit. Mau kan Mas Rido,? Begitu kata beberapa anggota arisan bapak-bapak kepadaku
saat menengok ke rumah sakit. Bahkan Pak Nandang, seorang warga yang dikenal
dermawan secara diam-diam menyelipkan uang Rp 100 ribu di kantong celanaku yang
katanya untuk membeli rokok agar tidak menyusahkan Bu Har. Dan aku tidak bisa
menolak karena memang Bu Har sendiri telah memintaku untuk menemaninya.
Hari-hari pertama mendampingi Bu
Har merawat suaminya di RS aku dibuat sibuk. Harus mondar-mandir menebus obat
atau membeli berbagai keperluan lain yang dibutuhkan. bahkan kulihat wanita itu
tak sempat mandi dan sangat kelelahan. Mungkin karena tegang suaminya tak
kunjung siuman dari kondisi komanya. Menurut dokter yang memeriksa, kondisi Pak
Harjono yang memburuk diduga akibat penyakit radang lambung akut yang diderita.
Maka akibat komplikasi dengan penyakit diabetis yang diidapnya cukup lama, daya
tahan tubuhnya menjadi melemah.
Menyadari penyakit yang diderita
tersebut, yang kata dokter proses penyembuhannya dapat memakan waktu cukup
lama, berkali-kali aku meminta Bu Har untuk bersabar. Sudahlah bu, ibu pulang
dulu untuk mandi atau beristirahat. Sudah dua hari saya lihat ibu tidak sempat
mandi. Biar saya yang di sini menunggui Pak Har, kataku menenangkan.
Saranku rupanya mengena dan
diterima. Maka siang itu, ketika serombongan temannya dari tempatnya mengajar
di sebuah SLTP membesuk (oh ya Bu Har berprofesi sebagai guru sedang Pak Har
karyawan sebuah instansi pemerintah), ia meminta para pembesuk untuk menunggui
suaminya. Saya mau pulang dulu sebentar untuk mandi diantar Nak Rido. Sudah dua
hari sayatidak sempat mandi, katanya kepada rekan-rekannya.
Dengan sepeda motor milik Pak Har
yang sengaja dibawa untuk memudahkan aku kemana-mana saat diminta tolong oleh
keluarga itu, aku pulang memboncengkan Bu Har. Tetapi di perjalanan dadaku
sempat berdesir. Gara-gara mengerem mendadak motor yang kukendarai karena
nyaris menabrak becak, tubuh wanita yang kubonceng tertolak ke depan. Akibatnya
di samping pahaku tercengkeram tangan Bu Har yang terkaget akibat kejadian tak
terduga itu, punggungku terasa tertumbuk benda empuk. Tertumbuk buah dadanya
yang kuyakini ukurannya cukup besar.
Ah, pikiran nakalku jadi mulai
liar. Sambil berkonsentrasi dengan sepeda motor yang kukendarai, pikiranku
berkelana dan mengkira-kira membayangkan seberapa besar buah dada milik wanita
yang memboncengku. Pikiran kotor yang semestinya tidak boleh timbul mengingat
suaminya adalah seorang yang kuhormati sebagai Ketua RT di kampungku. Pikiran
nyeleneh itu muncul, mungkin karena aku memang sudah tidak perjaka lagi. Aku
pernah berhubungan seks dengan seorang WTS kendati hanya satu kali. Hal itu
dilakukan dengan beberapa teman SMA saat usai pengumuman hasil Ebtanas.
Setelah mengantar Bu Har ke
rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahku, aku pamit pulang
mengambil sarung dan baju untuk ganti. Jangan lama-lama nak Rido, ibu cuma
sebentar kok mandinya. Lagian kasihan teman-teman ibu yang menunggu di rumah sakit,
katanya.
Dan sesuai yang dipesannya, aku
segera kembali ke rumah Pak Har setelah mengambil sarung dan baju. Langsung
masuk ke ruang dalam rumah Pak Har. Ternyata, di meja makan telah tersedia
segelas kopi panas dan beberapa potong kue di piring kecil. Dan mengetahui aku
yang datang, terdengar suara Bu Har menyuruhku untuk menikmati hidangan yang
disediakan. Maaf Nak Rido, ibu masih mandi. Sebentar lagi selesai, suaranya
terdengar dari kamar mandi di bagian belakang.
Tidak terlalu lama menunggu, Ia keluar
dari kamar mandi dan langsung menuju ke kamarnya lewat di dekat ruang makan
tempatku minum kopi dan makan kue. Saat itu ia hanya melilitkan handuk yang
berukuran tidak terlalu besar untuk menutupi tubuhnya yang basah. Tak urung,
kendati sepintas, aku sempat disuguhi pemandangan yang mendebarkan. Betapa
tidak, karena handuk mandinya tak cukup besar dan lebar, maka tidak cukup
sempurna untuk dapat menutupi ketelanjangan tubuhnya.
Ah,.. benar seperti dugaanku,
buah dada Bu Har memang berukuran besar. Bahkan terlihat nyaris memberontak
keluar dari handuk yang melilitnya. Bu Har nampaknya mengikat sekuatnya belitan
handuk yang dikenakanannya tepat di bagian dadanya. Sementara di bagian bawah,
karena handuk hanya mampu menutup persis di bawah pangkal paha, kaki panjang
wanita itu sampai ke pangkalnya sempat menarik tatap mataku. Bahkan ketika ia
hendak masuk ke kamarnya, dari bagian belakang terlihat mengintip buah
pantatnya. Pantat besar itu bergoyang-goyang dan sangat mengundang saat ia
melangkah. Dan ah,.. yang tak kalah syur, ia tidak mengenakan celana dalam.
Bicara ukuran buah dadanya,
mungkin untuk membungkusnya diperlukan Bra ukuran 38 atau lebih. Sebagai wanita
yang telah berumur, pinggangnya memang tidak seramping gadis remaja. Tetapi
pinggulnya yang membesar sampai ke pantatnya terlihat membentuk lekukan menawan
dan sedap dipandang. Apalagi kaki belalang dengan paha putih mulus miliknya
itu, sungguh masih menyimpan magnit. Maka degup jantungku menjadi kian kencang
terpacu melihat bagian-bagian indah milik Bu Har. Sayang cuma sekilas, begitu
aku membatin.
Tetapi ternyata tidak. Kesempatan
kembali terulang. Belum hilang debaran dadaku, ia kembali keluar dari kamar dan
masih belum mengganti handuknya dengan pakaian. Tanpa mempedulikan aku yang tengah
duduk terbengong, ia berjalan mendekati almari di dekat tempatku duduk. Di sana
ia mengambil beberapa barang yang diperlukan. Bahkan beberapa kali ia
harusmembungkukkan badan karena sulitnya barang yang dicari (seperti ia sengaja
melakukan hal ini).
Tak urung, kembali aku disuguhi
tontonan yang tak kalah mendebarkan. Dalam jarak yang cukup dekat, saat ia
membungkuk, terlihat jelas mulusnya sepasang paha Bu Har sampai ke pangkalnya.
Paha yang sempurna , putih mulus dan tampak masih kencang. Dan ketika ia
membungkuk cukup lama, pantat besarnya jadi sasaran tatap mataku. Kemaluannya
juga terlihat sedikit mengintip dari celah pangkal pahanya. Perasaanku menjadi
tidak karuan dan badanku terasa panas dingin dibuatnya.
Apakah Bu Har menganggap aku
masih pemuda ingusan? Hingga ia tidak merasa canggung berpakaian seronok di
hadapanku? Atau ia menganggap dirinya sudah terlalu tua hingga mengira
bagian-bagian tubuhnya tidak lagi mengundang gairah seorang laki-laki apalagi laki-laki
muda sepertiku? Atau malah ia sengaja memamerkannya agar gairahku terpancing?
Pertanyaan-pertanyaan itu serasa berkecamuk dalam hatiku. Bahkan terus
berlanjut ketika kami kembali berboncengan menuju rumah sakit.
Dan yang pasti, sejak saat itu perhatianku
kepada Bu Har berubah total. Aku menjadi sering mencuri-curi pandang untuk
dapat menatapi bagian-bagian tubuhnya yang kuanggap masih aduhai. Apalagi
setelah mandi dan berganti pakaian, kulihat ia mengenakan celana dan kaos
lengan panjang ketat yang seperti hendak mencetak tubuhnya. Gairahku jadi kian
terbakar kendati tetap kupendam dalam-dalam. Dan perubahan yang lain, aku
sering mengajaknya berbincang tentang apa saja di samping selalu sigap
mengerjakan setiap ia membutuhkan bantuan. Hingga hubungan kami semakin akrab
dari waktu kewaktu.
Sampai suatu malam, memasuki hari
kelima kami berada di rumah sakit, saat itu hujan terus mengguyur sejak sore
hari. Maka orang-orang yang menunggui pasien yang dirawat di ruang ICU, sejak
sore telah mengkapling-kapling teras luar bangunan ICU. Maklum, di malam hari
penunggu tidak boleh memasuki bagian dalam ruang ICU. Dan pasien biasanya
memanfaatkan teras yang ada untuk tiduran atau duduk mengobrol. Dan malam itu,
karena guyuran hujan, lahan untuk tidur jadi menyempit karena pada beberapa
bagian tempias oleh air hujan. Sementara aku dan Bu Har yang baru mencari
kapling setelah makan malam di kantin, menjadi tidak kebagian tempat.
Setelah mencari cukup lama,
akhirnya aku mengusulkan untuk menggelar tikar dan karpet di dekat bangunan
kamar mayat. Aku mengusulkan itu karena jaraknya masih cukup dekat dengan ruang
ICU dan itu satu-satunya tempat yang memungkinkan untuk berteduh kendati cukup
gelap karena tidak ada penerangan di sana. Awalnya Bu Har menolak, karena
posisinya di dekat kamar mayat. Namun akhirnya ia menyerah setelah mengetahui
tidak ada tempat yang lain dan aku menyatakan siap berjaga sepanjang malam.
Janji ya Rid (setelah cukup akrab
Bu Har tidak mengembel-embeli sebutan Nak di depan nama panggilanku), kamu
harus bangunkan ibu kalau mau kencing atau beli rokok. Soalnya ibu takut
ditinggal sendirian, katanya.Wah, persediaan rokokku lebih dari cukup kok bu.
Jadi tidak perlu kemana-mana lagi, jawabku.Nyaman juga ternyata menempati
kapling dekat kamar mayat. Bisa terbebas dari lalu-lalang orang hingga bisa
beristirahat cukup tenang. Dan kendati gelap tanpa penerangan, bisa terbebas
dari cipratan air hujan karena tempat kami menggelar tikar dan karpet
terlindung oleh tembok setinggi sekitar setengah meter. Sambil tiduran agak
merapat karena sempitnya ruang yang ada, Bu Har mengajakku ngobrol tentang
banyak hal. Dari soal kerinduannya pada Dewi, anaknya yang hanya bisa pulang
setahun sekali saat lebaran sampai ke soal penyakit yang diderita Pak Harjono.
Menurut Bu Har penyakit diabetisitu diderita suaminya sejak delapan tahun lalu.
Dan karena penyakit itulah penyakit radang lambung yang datang belakangan
menjadi sulit disembuhkan.
Katanya penyakit diabetes bisa
menjadikan laki-laki jadi impotensi ya Bu?Kata siapa, Rid?Eh,.. anu, kata
artikel di sebuah koran, jawabku agak tergagap.Aku merasa tidak enak
berkomentar seperti itu terhadap penyakit yang diderita suami Bu Har.Rupanya
kamu gemar membaca ya. Benar kok itu, makanya penyakit kencing manis di samping
menyiksa suami yang mengidapnya juga berpengaruh pada istrinya. Untung ibu
sudah tua, ujarnya lirih.Merasa tidak enak topik perbincangan itu dapat
membangkitkan kesedihan Bu Har, akhirnya aku memilih diam. Dan aku yang tadinya
tiduran dalam posisi telentang, setelah rokok yang kuhisap kubuang, mengubah
posisi tidur memunggungi wanita itu. Sebab kendati sangat senang bersentuhan
tubuh dengan wanita itu, aku tidak mau dianggap kurang ajar. Sebab aku tidak
tahu secara pasti jalan pikiran Bu Har yang sebenarnya. Tetapi baru saja aku
mengubah posisi tidur, tangan Bu Har terasa mencolek pinggangku.
Tidurmu jangan memunggungi
begitu. Menghadap ke sini, ibu takut, katanya lirih.Aku kembali ke posisi
semula, tidur telentang. Namun karena posisi tidur Bu Har kelewat merapat, maka
saat berbalik posisi tanpa sengaja lenganku menyenggol buah dada wanita itu.
Memang belum menyentuh secara langsung karena ia mengenakan daster dan selimut
yang menutupi tubuhnya. Malangnya, Bu Har bukannya menjauh atau merenggangkan
tubuh, tetapi malah semakin merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Seperti anak kecil
yang ketakutan saat tidur dan mencari perasaan aman pada ibunya.
Akhirnya, dengan keberanian yang
kupaksakan karena ku yakin saat itu Bu Har belum pulas tertidur aku mulai
mencoba-coba. Seperti yang dimauinya, aku mengubah kembali posisi tidur miring
menghadapinya. Jadilah sebagian besar tubuhku merapat ketat ke tubuhnya hingga
terasa kehangatan mulai menjalari tubuhku. Sampai di situ aku berbuat
seolah-olah telah mulai lelap tertidur sambil menunggu reaksinya.
Reaksinya, Bu Har terbangkit dan
menarik selimut yang dikenakannya. Selimut besar dan tebal itu ditariknya untuk
dibentangkan sekaligus menutupi tubuhku. Jadilah tubuh kami makin berhimpitan
di bawah satu selimut. Akhirnya, ketika aku nekad meremas telapak tangannya dan
ia membalas dengan remasan lembut, aku jadi mulai berani beraksi lebih jauh.
Kumulai dengan menjalari pahanya
dari luar daster yang dikenakannya dengan telapak tanganku. Ia menggelinjang,
tetapi tidak menolakkan tanganku yang mulai nakal itu. Malah posisi kakinya
mulai direnggangkan yang memudahkanku menarik ke atas bagian bawah dasternya.
Baru ketika usapan tanganku mulai menjelajah langsung pada kedua pahanya,
kuketahui secara pasti ia tidak menolaknya. Tanganku malah dibimbingnya untuk menyentuh
kemaluannya yang masih tertutup celana dalam.
Seperti keinginanku dan juga
keinginannya, telapak tanganku mulai menyentuh dan mengusap bagian membusung
yang ada di selangkangan wanita itu. Ia mendesah lirih saat usapan tanganku
cukup lama bermain di sana. Juga saat tanganku yang lain mulai meremasi buah
dadanya dari bagian luar Bra dan dasternya. Sampai akhirnya, ketika tanganku
yang beroperasi dibagian bawah telah berhasil menyelinap ke bagian samping
celana dalam dan berhasil mencolek-colek celah kemaluannya yang banyak
ditumbuhi rambut, dia dengan suka rela memereteli sendiri kancing bagian depan
dasternya. Lalu seperti wanita yang hendak menyusui bayinya, dikeluarkannya
payudaranya dari Bra yang membungkusnya.
Layaknya bayi yang tengah kelaparan
mulutku segera menyerbu puting susu sebelah kiri milik Bu Har. Kujilat-jilat
dan kukulum pentilnya yang terasa mencuat dan mengeras di mulutku. Bahkan
karena gemas, sesekali kubenamkan wajahku ke kedua payudara wanita itu.
Payudara berukuran besar dan agak mengendur namun masih menyisakan kehangatan.
Sementara Ia sendiri, sambil
terus mendesis dan melenguh nikmat oleh segala gerakan yang kulakukan, mulai
asyik dengan mainannya. Setelah berhasil menyelinap ke balik celana pendek yang
kukenakan, tangannya mulai meremas dan meremas penisku yang memang telah
mengeras. Kata teman-temanku, senjataku tergolong long size, hingga Ia nampak
keasyikkan dengan temuannya itu. Tetapi ketika aku hendak menarik celana
dalamnya, tubuhnya terasa menyentak dan kedua pahanya dirapatkan mencoba
menghalangi maksudku.
Mau apa Rid,.. jangan di sini ah
nanti ketahuan orang, katanya lirih.Ah, tidak apa-apa gelap kok. Orang-orang
juga sudah pada tidur dan tidak bakalan kedengaran karena hujannya makin
besar.Hujan saat itu memang semakin deras.Entah karena mempercayai omonganku.
Atau karena nafsunya yang juga sudah memuncak terbukti dengan semakin
membanjirnya cairan di lubang kemaluannya, ia mau saja ketika celananya kutarik
ke bawah. Bahkan ia menarik celana dalamnya ketika aku kesulitan melakukannya.
Ia juga membantu membuka dan menarik celana pendek dan celana dalam yang
kukenakan.
Akhirnya, dengan hanya menyingkap
daster yang dikenakannya aku mulai menindih tubuhnya yang berposisi
mengangkang. Karena dilakukan di dalam gelap dan tetap dibalik selimut tebal
yang kupakai bersama untuk menutupi tubuh, awalnya cukup sulit untuk
mengarahkan penisku ke lubang kenikmatannya. Namun berkat bimbingan tangan
lembutnya, ujung penisku mulai menemukan wilayah yang telah membasah. Slep
penis besarku berhasil menerobos dengan mudah liang sanggamanya.
Aku mulai menggoyang dan
memaju-mundurkan senjataku dengan menaik-turunkan pantatku. Basah dan hangat
terasa setiap penisku membenam di vaginanya. Sementara sambil terus meremasi
kedua buah dadanya secara bergantian, sesekali bibirnya kulumat. Maka ia pun melenguh
tertahan, melenguh dan mengerang tertahan. Ah, dugaanku memang tidak meleset
tubuhnya memang masih menjanjikan kehangatan. Kehangatan yang prima khas
dimiliki wanita berpengalaman.
Dihujam bertubi-tubi oleh
ketegangan penisku di bagian kewanitannya, Ia mulai mengimbangi aksiku. Pantat
besar besarnya mulai digerakkan memutar mengikuti gerakan naik turun tubuhku di
bagian bawah. Memutar dan terus memutar dengan gerak dan goyang pinggul yang
terarah. Hal itu menjadikan penisku yang terbenam di dalam vaginanya serasa
diremas. Remasannikmat yang melambungkan jauh anganku entah kemana. Bahkan
sesekali otot-otot yang ada di dalam vaginanya seolah menjepit dan mengejang.
Ah,.. ah.. enak sekali. Terus,
ah.. ah,Aku juga enak Rid, uh.. uh uh. Sudah lama sekali tidak merasakan
seperti ini. Apalagi punyamu keras dan penjang. Auh,.. ah.. ah,Sampai akhirnya,
aku menjadi tidak tahan oleh goyangan dan remasan vaginanya yang kian
membanjir. Nafsuku kian naik ke ubun-ubun dan seolah mau meledak. Gerakan
bagian bawah tubuhku kian kencang mencolok dan mengocok vaginanya dengan
penisku.Aku tidak tahan, ah.. ah.. Sepertinya mau keluar, shhh, ah, .. ah,Aku
juga Rid, terus goyang, ya .. ya,.. ah,
Setelah mengelojot dan
memuntahkan segala yang tak dapat kubendungnya, aku akhirnya ambruk di atas
tubuh wanita itu. Maniku cukup banyak menyembur di dalam lubang kenikmatannya.
Begitupun Ia, setelah kontraksi otot-otot yang sangat kencang, ia meluapkan
ekspresi puncaknya dengan mendekap erat tubuhku. Dan bahkan kurasakan punggungku
sempat tercakar oleh kuku-kukunya. Cukup lama kami terdiam setelah pertarungan
panjang yang melelahkan.Semestinya kita tidak boleh melakukan itu ya Rid.
Apalagi bapak lagi sakit dan tengah dirawat, kata Ia sambil masih tiduran di
dekatku.Aku mengira ia menyesal dengan peristiwa yang baru terjadi itu.Ya
Maaf,.. soalnya tadi,..Tetapi tidak apa-apa kok. Saya juga sudah lama ingin
menikmati yang seperti itu. Soalnya sejak 5 tahun lebih Pak Har terkena
diabetis, ia menjadi sangat jarang memenuhi kewajibannya. Bahkan sudah dua
tahun ini kelelakiannya sudah tidak berfungsi lagi. Cuma, kalau suatu saat
ingin melakukannya lagi, kita harus hati-hati. Jangan sampai ada yang tahu
danmenimbulkan aib diantara kita, ujarnya lirih.
Plong, betapa lega hatiku saat itu.
Ia tidak marah dan menyesal dengan yang baru saja terjadi. Dan yang membuatku
senang, aku dapat melampiaskan hasrat terpendamku kepadanya. Kendati aku merasa
belum puas karena semuanya dilakukan di kegelapan hingga keinginanku melihat
ketelanjangan tubuhnya belum kesampaian.
CERITA SELANJUTNYA : MENIKMATI TUBUH BU RT BAGIAN KEDUA
CERITA SELANJUTNYA : MENIKMATI TUBUH BU RT BAGIAN KEDUA
ArenaDomino Partner Terbaik Untuk Permainan Kartu Anda!
BalasHapusHalo Bos! Selamat Datang di ( arenakartu.org )
Arenadomino Situs Judi online terpercaya | Dominoqq | Poker online
Daftar Arenadomino, Link Alternatif Arenadomino Agen Poker dan Domino Judi Online Terpercaya Di Asia
Daftar Dan Mainkan Sekarang Juga 1 ID Untuk Semua Game
ArenaDomino Merupakan Salah Satu Situs Terbesar Yang Menyediakan 9 Permainan Judi Online Seperti Domino Online Poker Indonesia,AduQQ & Masih Banyak Lain nya,Disini Anda Akan Nyaman Bermain :)
Game Terbaru : Perang Baccarat !!!
Promo :
- Bonus Rollingan 0,5%, Setiap Senin
- Bonus Referral 20% (10%+10%), Seumur Hidup
Wa :+855964967353
Line : arena_01
WeChat : arenadomino
Yahoo! : arenadomino
Situs Login : arenakartu.org
Kini Hadir Deposit via Pulsa Telkomsel / XL ( Online 24 Jam )
Min. DEPO & WD Rp 20.000,-
INFO PENTING !!!
Untuk Kenyamanan Deposit, SANGAT DISARANKAN Untuk Melihat Kembali Rekening Kami Yang Aktif Sebelum Melakukan DEPOSIT di Menu SETOR DANA.